قال مالك: لا، والله حتى يصيب الحق، ما الحق إلا واحد، قولان مختلفان يكونان صوابًا جميعًا؟ ما الحق والصواب إلا واحد. Imam Malik berkata “Tidak,demi Allah, hingga ia mengambil yang benar. Kebenaran itu hanya satu. Dua pendapat yang berbeda tidak mungkin keduanya benar, sekali lagi kebenaran itu hanya satu
Kamis, 30 Oktober 2014
SYEKH UTSAIMIN TIDAK KONSISTEN ATAU IBNU AL KATIBIY YANG JAHIL
dia berkata : sejak kapan wahabi sedikit legowo dengan mengakui tidak semua yang tidak dilakukan salaf otomatis bid’ah ? atau ini hanya taqiyyah mereka saja ketika mentok berhujjah ?
JAWAB : he,sejak kapaan?Pertanyaan terkonyol yg penah ana dengar,kalo idrus ramli denger akan ngakak,he..ente gak tahu bukan berarti gak ada,itu karena kejahilan dan terlalu bernafsu menyalahkan oRang lain.
perhatikan kaidah berikut :
إذا تَرَكَ الرسول صلى الله عليه وسلم فعل عبادة من العبادات مع كون موجبها وسببها المقتضي لها قائمًا ثابتًا ، والمانع منها منتفيًا ؛ فإن فعلها بدعة
”Apabila Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meninggalkan satu ibadah dari jenis-jenis ibadah yang ada, padahal faktor dan sebab yang menuntut dikerjakan ada, sementara faktor penghalangnya tidak ada, maka melaksanakan ibadah tersebut adalah bid’ah”.
Ada dua kata kunci di sini, yaitu :
1. Keberadaan faktor dan sebab yang menuntut dilakukannya amalan tersebut.
2. Ketiadaan faktor penghalang untuk mengerjakan amalan tersebut.
Kaidah turunan yang lebih luas lagi adalah :
كل عبادة من العبادات ترك فعلها السلف الصالح من الصحابة والتابعين وتابعيهم أو نقلها أو تدوينها في كتبهم أو التعرض لها في مجالسهم فإنها تكون بدعة بشرط أن يكون المقتضي لفعل هذه العبادة قائمًا والمانع منه منتفيًا
”Setiap ibadah dari jenis-jenis ibadah yang ada yang tidak dilakukan oleh as-salafush-shaalih dari kalangan shahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in; atau mereka tidak menukilnya (tidak meriwayatkannya) atau tidak menukilnya dalam kitab-kitab mereka, atau tidak pernah menyinggung masalah tersebut dalam majelis-majelis mereka; maka jenis ibadah tersebut adalah bid’ah dengan syarat faktor penuntut untuk mengerjakan ibadah tersebut ada dan faktor penghalangnya tidak ada.
soal maulid : Maulid Nabi. Jika kita ditanya : ”Apakah hal itu dilakukan di jaman Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam (atau jaman shahabat setelah Nabi wafat) ?”. Jawabannya : Tidak. Apakah ini disebut bid’ah ? Jawabannya adalah : Ya. Mengapa ? Karena faktor pendorong dan sebab untuk dilakukan di jaman Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam ada. Juga, faktor penghalangnya pun tidak ada. Namun realitas menyatakan bahwa Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam dan para shahabatnya tidak melakukannya. Apa artinya ? Artinya, maulid Nabi bukan merupakan amalan yang teranggap dalam syari’at secara asal. Jika ada yang mengatakan : ”Kami melakukannya dengan tujuan (faktor pendorong) untuk meramaikan syi’ar-syi’ar Islam dan sebagai wujud rasa syukur kami kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam”. Jika memang itu faktor pendorong Anda, maka kami jawab : ”Bukankah faktor pendorong yang sama sangat mungkin ada pada jaman Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam dan para shahabatnya serta tidak ada halangan bagi mereka untuk melakukannya ? Namun ternyata mereka tidak melakukannya !!. Jadi, itu merupakan amalan bid’ah. Bukan teranggap sebagai kemaslahatan dalam syari’at.
sebagaimana diterangkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Husain Al-Jizaaniy dalam kitab Qawaaidu Ma’rifatil-Bida’.
dia berkata :Ibn Baz mengatakan :
ومعلوم أن الرسولَ صلى الله عليه وسلم لم يفعله ، ولا خلفاؤه الراشدون ، ولا غيرُهم من الصحابة ـ رضوان الله على الجميع ـ ولا التابعون لهم بإحسان في القرون المفضلة ، وهم أعلم الناس بالسنة ، وأكمل حباً لرسول الله صلى الله عليه وسلم ومتابعةً لشرعه ممن بعدهم.
“ Dan sudah maklum bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukannya, demikian juga para khalimah ar-Rasyidah dan para sahabat lainnya juga para tabi’in di masa-masa utama, padahal mereka lebih mengetahui sunnah Nabi, lebih sempurna dalam mencintai dan mengikuti syare’at Nabi daripada orang sesudahnya “.
Coba anda perhatikan illat hujjah Ibn Baz tersebut dalam pelarangan maulid Nabi. Secara mafhumnya Ibn Baz sama saja mengatakan, “ Para ulama salaf itu orang yang paling mengetahui tentang sunnah dan paling sempurna dalam mencintai dan mengikuti tuntunan Nabi, tapi tidak ada tuh yang melakukan praktek maulid, maka maulid adalah bid’ah “.
JAWAB : lagi-lagi nte tidak ilmiah dalam menukil, yang ada adalah
لأن الرسول صلى الله عليه وسلم لم يفعله، ولا خلفاؤه الراشدون، ولا غيرهم من الصحابة رضوان الله عليهم، ولا التابعون لهم بإحسان في القرون المفضلة، وهم أعلم الناس بالسنة، وأكمل حباً لرسول الله صلى الله عليه وسلم ومتابعة لشرعه ممن بعدهم
http://www.binbaz.org.sa/mat/8184
beliau ibn baz berkata juga : والرسول صلى الله عليه وسلم قد بلغ البلاغ المبين، ولم يترك طريقاً يوصل إلى الجنة، ويباعد من النار إلا بينه للأمة، كما ثبت في الحديث الصحيح عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((ما بعث الله من نبي إلا كان حقاً عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم شر ما يعلمه لهم)) رواه مسلم في صحيحه
dan rosul telah menyampaikan keterangan yg jelas, dan tidak meninggalkan suatu jalan yg menyampaikannya ke syuga dan menjauhkannya dai neraka kecuali akan dijelaskan.seperti dalam hadits shohih dari ibnu umar bekata;rosul bersabda:tidaklah alloh mengutus nabi kecuali harus baginya menerangkan kebaikan yg diketahui dan keburukan yg diketahui (HR.muslim)
jadi yg jadi tolak ukur beliau dalam bid'ah adalah adakah sesuatu itu yg menuntut adanya dan nabi mampu namun nabi tidak menerangkannya ?
dia ibnu alkatibi bkata : Di mana kaitannya dalil tersebut dengan kasus yang sedang dibicarakan wahai wahabi ? masalah yang sedang dibahas adalah hukum doa khatam al-Quran di dalam sholat bukan di luar sholat. Maka dalil anda tidak tepat sasaran sama sekali. Bahkan sudah dibantah sendiri oleh tokoh wahabi Ibnu al-Utsaimin meskipun ia juga masih bingung :
" Doa khatam Al-Quran di dalam sholat
Soal : Apa pendapat kalian tentang anggapan sebagian orang bahwa doa khatam Al-Quran adalah termasuk bid’ah ?
Jawab : Saya tidak mengetahui adanya dalil sahih yang dapat dijadikan sandaran untuk melakukan doa khatam al-Quran di dalam sholat, baik dari sunnah Nabi maupun sunnah sahabat. Maksimalnya dalam hal ini adalah perbuatan Anas bin Malik ketika hendak menyelesaikan Al-Quran, bahwa ia mengumpulkan keluarganya dan berdoa, akan tetapi hal itu tidak dilakukannya di dalam sholatnya. Sedangkan sholat sebagaimana maklumnya tidak boleh membuat doa baru di tempat yang tidak datang dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, karena ada sabda Nabi “ Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat “. Adapun menyebut bid’ah pada doa khatam al-Quran di dalam sholat, maka aku tidak menyukai penyebutan bid’ah tersebut, karena ulama sunnah berbeda pendapat tentangnya “.
Komentar saya (al-Katibiy) : dalam komentar di atas, ibn al-Utsaimin mengira-ngira dalil yang ia bawakan, lalu dengan tegas ia bantah sendiri dengan mengatakan, akan tetapi hal itu tidak dilakukannya di dalam sholatnya. Artinya Ibnu al-Utsaimin akhirnya mengakui bahwa sahabat Anas bin Malik tidak pernah melakukan doa khatam al-Quran di dalam sholat, maka dalam arti lain, dalil tersebut tidak tepat dijadikan landasan. Dan ini merupakan penipuan dalil...
JAWAB : bukan syaikh utsaimin yg bingung tapi ente yg minim ilmu dan penuh kebencian sehingga tidak adil dan ilmiah.
perkataan syeikh :akan tetapi hal itu tidak dilakukannya di dalam sholatnya. ITU BUKAN KESIMPULAN,tapi bentuk keilmiahan beliau dalam menukil bukan menipu tapi ente yg penipu yg jelas terlihat.
lihat teks lebih lengkapnya :perbuatan Anas bin Malik ketika hendak menyelesaikan Al-Quran, bahwa ia mengumpulkan keluarganya dan berdoa, akan tetapi hal itu tidak dilakukannya di dalam sholatnya.
jadi yg di maksud dalam riwayat bukan kesimpulan beliau tentang hukum.
adapun yg dilarang syaikh adalah : tidak boleh membuat doa baru di TEMPAT YANG tidak datang dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam
sedangkan dalam sujud atau yg lainnya yg disitu ada nabi memberi tempat keleluasaan maka tidak masalah.kecuali ente yg bermasalah he..
adapun perkataan ibn baz :“ Maka wajib bagi umat Islam yang berdoa, mengikat dengan syare’at dan bepegang teguh dengan yang telah didatangkan oleh syare’at saja di dalam dzikir atau selain dzikir, di dalam sholat, puasa, dzikir dan di semua ibadah. Wa Allahu al-Musta’an “.
maka benar,namun syariat itu termasuk bayan nabi dan mempunyai kaidah2 syaiat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar