Minggu, 06 Desember 2015

SYUBHAT PENCELA SAHABAT




SYUBHAT : Studi Kritis Hadis Larangan Mencela Sahabat Nabi SAW
Jawab : lebih tepatnya penyimpangan makna Hadis Larangan Mencela Sahabat Nabi
SYUBHAT: Pada dasarnya mencela seorang Muslim adalah perkara yang haram baik itu dari kalangan sahabat Nabi ataupun bukan. Tetapi dalam penerapannya terjadi ketimpangan dan distorsi yang bercampur-aduk dengan berbagai kepentingan. Kita sepakat bahwa baik sahabat Nabi ataupun bukan adalah pribadi yang bisa saja melakukan kesalahan dan menyatakan kesalahan seorang muslim bukanlah termasuk tindakan Mencela.
  • Jika seorang Muslim berzina dan kita katakan berzina maka perkataan kita itu bukanlah itu suatu tindakan mencela.
  • Jika seorang Muslim berkhianat dan kita katakan ia berkhianat maka yang kita lakukan bukanlah Mencela.
  • Jika seorang sahabat Menyakiti Nabi SAW atau Ahlul Bait Nabi SAW dan kita katakan kalau perbuatan sahabat itu salah maka bukanlah perkataan kita itu Mencela.

Jawab : tidak ada yg mengatakan sahabat nabi atau selain nabi ada yg maksum(terjaga dari dosa).kecuali syiah Mereka berkata, “Sesungguhnya para sahabat kami dari kalangan Syiah Imamiyah telah bersepakat bahwa para imam itu maksum dari berbagai dosa kecil ataupun besar, secara sengaja, keliru, ataupun lupa, sejak mereka lahir hingga bertemu Allah Subhanahu wata’ala.” (Biharul Anwar, 25/350—351) bahkan Siapa yang mengingkari kemaksuman para imam, dia kafir dan keluar dari Islam. tokoh Syiah yang hidup di abad keempat, Ibnu Babawaih. Ia berkata, “Agama Syiah Imamiyah menyatakan, ‘Keyakinan kami tentang para imam, mereka adalah maksum, disucikan dari setiap kotoran, tidak pernah berbuat dosa kecil ataupun besar, dan tidak pernah bermaksiat kepada Allah Subhanahu wata’ala dalam hal yang Allah l perintahkan, serta senantiasa mengerjakan apa saja yang diperintahkan. Siapa yang mengingkari kemaksuman mereka dalam keadaan apa pun, sungguh ia telah menuduh mereka jahil. Siapa yang menuduh mereka jahil, sungguh ia telah kafir. Keyakinan kami terhadap mereka bahwa mereka maksum, memiliki sifat yang sempurna dan ilmu yang sempurna dari awal urusan mereka hingga akhirnya. Setiap keadaan mereka tidak memiliki sifat kekurangan, maksiat, dan tidak pula kejahilan’.” (al-I’tiqadat, hlm. 108—109, Ushul Madzhab Syiah, 780)
Seandainya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dianggap sebagai imam yang maksum, lantas mengapa beliau berdoa memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wata’ala  dari segala dosa dan kesalahan, sebagaimana yang disebutkan oleh riwayat ini? Demikian pula, mereka meriwayatkan dari Abu Abdillah Ja’far ash-Shadiq bahwa beliau berkata,
إِنَّا لَنُذْنِبُ وَنَسِيءُ ثُمَّ نَتُوبُ إِلَى اللهِ مَتَابًا
“Sesungguhnya kami berbuat dosa dan keburukan, lalu kami bertobat kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan sebenar-benarnya.” (Biharul Anwar, 25/207)
sahabat Ali juga menyatakan tentang kewajiban mengangkat seorang imam yang ditaati demi kemaslahatan negara dan masyarakat. Beliau tidak mensyaratkan bahwa imam itu harus seorang yang maksum tidak pernah berbuat dosa . Hal ini disebutkan dalam Nahjul Balaghoh h.82 :” Manusia wajib memiliki seorang pemimpin  baik dia itu sholeh maupun orang fasik yang mengatur urusan orang mukmin , mengumpulkan fai’, memerangi musuh,  menjaga keamanan  dan membantu orang yang lemah.
Dari sini jelas penisbatan syiah ke ahlul bait hanyalah propaganda.
Itu hanyalah permisalan yg tendensius.mana ada sahabat yg sengaja menyakiti nabi???bukankah dosa itu aib?pantaskah mengumbar saudaramu?maukah aib bapak mu di sebarkan? ini jelas ghibah yg tidak pantas apalagi kepada sahabat nabi.
Adapun aqidah islamiyah jelas melarang membicarakan kesalahan para sahabat.
Ibnu Baththah rahimahullah berkata :
"Kita harus menahan diri dari pertikaian yang terjadi di antara sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab mereka telah melalui berbagai peristiwa bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sllam, dan telah mendahului yang lainnya dalam hal keutamaan. Allah telah mengampuni mereka dan memerintahkan agar memintakan ampunan untuk mereka, dan mendekatkan diri kepadaNya dengan mencintai mereka. Semua itu Allah wajibkan melalui lisan RasulNya. Allah Maha Tahu apa yang bakal terjadi, bahwasanya mereka akan saling berperang. Mereka memperoleh keutamaan daripada yang lainnya, karena segala kesalahan dan kesengajaan mereka telah dimaafkan. Semua pertikaian yang terjadi di antara mereka telah diampuni. Janganlah lihat komentar-komentar negatif tentang peperangan Shiffin, Jamal, peristiwa di kediaman Bani Sa'idah dan pertikaian-pertikaian lain yang terjadi di antara mereka. Janganlah engkau tulis untuk dirimu atau untuk orang lain. Janganlah engkau riwayatkan dari seorangpun, dan jangan pula membacakannya kepada orang lain, dan jangan pula mendengarkannya dari orang yangmeriwayatkannya.

Itulah perkara yang disepakati oleh para ulama umat ini. Mereka sepakat melarang perkara yang kami sebutkan tersebut. Di antara ulama-ulama tersebut adalah: Hammad bin Zaid, Yunus bin Ubaid, Sufyan ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Abdullah bin Idris, Malik bin Anas, Ibnu Abi Dzi'b, Ibnul Munkadir, Ibnul Mubarak, Syu'aib bin Harb, Abu Ishaq al Fazari, Yusuf bin Asbath, Ahmad bin Hambal, Bisyr bin al Harits dan Abdul Wahhab al Warraq, mereka semua sepakat melarangnya, melarang melihat dan mendengar komentar tentang pertikaian tersebut. Bahkan mereka memperingatkan orang yang membahas dan berupaya mengumpulkannya. Banyak sekali perkataan-perkataan yang diriwayatkan dari mereka yang ditujukan kepada orang-orang yang melakukannya, dengan lafal bermacam-macam namun maknanya senada; intinya membenci dan mengingkari orang yang meriwayatkan dan mendengarnya".[Al Ibanah, karya Ibnu Baththah,halaman268.]

Apabila Umar bin Abdul Aziz ditanya tentang peperangan Shiffin dan Jamal, beliau berkata: "Urusan yang Allah telah menghindarkan tanganku darinya, maka aku tidak akan mencampurinya dengan lisanku!"[ As Sunnah, karya al Khallal, 717.]

Al Khallal meriwayatkan dari jalur Abu Bakar al Marwadzi, ia berkata: "Ada yang berkata kepada Abu Abdillah, ketika itu kami berada di tengah pasukan dan kala itu datang pula seorang utusan khalifah, yakni Ya'qub, ia berkata: "Wahai Abu Abdillah, apa komentar Anda tentang pertikaian yang terjadi antara Ali dan Mu'awiyah?"

Abu Abdillah menjawab,"Aku tidak mengatakan kecuali yang baik, semoga Allah merahmati mereka semua."[ As Sunnah, karya al Khallal, 713.]
lha wong membicarakan dosa seorang muslim yang sudah meninggal saja tidak boleh

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dia berkata: Nabi Shallallahu’alaihiwasallam telah bersabda:
لا تسبوا الأموات فإنهم قد أفضوا إلى ما قدموا
“Janganlah kalian mencela orang-orang yang telah meninggal karena mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka kerjakan”. (HR. Al-Bukhari no. 6516)

SYUBHAT: Sungguh luar biasa melihat betapa banyak orang-orang yang tidak mengerti arti “Mencela”. Seolah-olah bagi mereka menyalahkan sebuah kemungkaran termasuk dalam kategori  “Mencela”. Apa sebenarnya yang meracuni pikiran mereka ini?, tidak lain adalah doktrin-doktrin tentang Sahabat yang mereka telan tanpa mempelajari sejarah dengan baik. Bagi mereka sahabat Nabi tidak boleh diungkapkan kesalahannya, tidak boleh dibicarakan kemungkarannya dan tidak boleh dikritik perbuatannya. Jika perbuatan sahabat Nabi melanggar syariat maka cukup berdiam diri dan jika ada yang berani mengungkapkannya maka orang tersebut harus dikatakan telah mencela Sahabat Nabi. Betapa Naifnya padahal Rasulullah sendiri tidak pernah berdiam diri atas kesalahan sahabatNya.
Jawab : menyalahkan kemungkaran???kemunkaran untuk diubah.mungkinkah kamu mengubah kesalahan atau kemungkaran yg sudah terjadi.
Kamu Cuma mau menunjukkan citra buruk mereka.kalau tidak kenapa tidak disebutkan juga kebaikan/kebenaran yang begitu banyak mereka lakukan yang terekam dalam hadits2 dan jumlahnya jauh lebih besar dari kekeliruan yg sahabat lakukan, jawabannya naif banget.. kan di blog2 salafy sudah sering disebutkan.. hehe… berarti secara otomatis dia mengakui bahwa blognya adalah blog pencela sahabat… hehe… Ato jawaban naif yg lain seperti : “saya kan hanya memindahkan apa yang diriwayatkan oleh para ulama hadits”.. iya emang tetapi tanpa porsi berimbang dalam meriwayatkannya & menggiring pembaca untuk mencela para sahabat…coba jika ahlul bait disalahkan, pasti mereka akan histeris.. untung ahlussunnah tidak kayak mereka..kita selalu berusaha menjaga lisan kita terhadap ahlul bait dan sahabat.. mereka hanya mau mengkambing hitamkan ulama hadits hehe…
SYUBHAT: Mari kita lihat hadis yang sering dijadikan dasar untuk menutupi kesalahan dan kemungkaran Sahabat Nabi
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Dari Abu Sa’id Al Khudri RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Janganlah Kalian mencela para SahabatKu. Seandainya salah seorang dari Kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud tidak akan menyamai satu mud infaq salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih Bukhari 5/8 no 3673, Muslim dalam Shahih Muslim 4/1067 no 221 (2540), Sunan Tirmidzi 5/695 no 3861, Sunan Abu Dawud 2/626 no 4658, Sunan Ibnu Majah 1/57 no 161 dan Musnad Ahmad 3/11 no 11094.
Mari kita analisis hadis ini dengan seksama dan menggunakan logika yang benar. Hadis ini diriwayatkan oleh sahabat Nabi Abu Sa’id Al Khudri RA yang mendengar langsung perkataan Nabi SAW tersebut. Janganlah Kalian mencela para SahabatKu. Perkataan ini diucapkan Nabi SAW kepada orang-orang, dan orang-orang inilah yang termasuk dalam kata “Kalian”. Misalnya kalau kita berhadapan langsung dengan banyak orang dan kita berkata “Janganlah Kalian” maka yang dimaksud “Kalian” disini jelas orang-orang yang berhadapan dengan kita. Maka begitu juga hadis di atas. Kata “Kalian” menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang yang berhadapan dengan Nabi SAW. Rasulullah SAW berbicara dengan orang-orang dihadapan Beliau bahwa mereka jangan mencela Sahabat Nabi. Artinya disini ada dua entitas yang berbeda yaitu
  • Kalian yang berarti Orang-orang yang berhadapan dengan Nabi dimana Nabi SAW berbicara kepada mereka
  • SahabatKu yang berarti Sahabat Nabi yang diinginkan Nabi SAW agar jangan dicela.
Seandainya salah seorang dari Kalian berinfaq emas seperti gunung Uhud. Artinya Rasulullah SAW mengatakan kepada orang-orang tersebut yang berada di hadapan Nabi SAW, seandainya mereka berinfaq emas seperti gunung Uhud. Maka tidak akan menyamai satu mud infaq salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya. Mereka yang dimaksud disini adalah Sahabat Nabi. Rasulullah SAW mengatakan bahwa seandainya orang-orang yang berada di hadapan Nabi SAW tersebut berinfaq emas sebesar gunung uhud maka tidak akan bisa menyamai infaq salah seorang dari “Sahabat Nabi”. Perkataan ini jelas ditujukan kepada orang-orang Muslim di zaman Nabi karena hanya seorang Muslim yang bersedia berinfaq, dan jelas bukan ditujukan kepada orang-orang kafir. Jadi kata Kalian yang dimaksud dalam hadis ini menunjuk pada Orang-orang Muslim yang berhadapan dengan Nabi SAW ketika hadis tersebut diucapkan. Orang-orang inilah yang menurut Nabi infaqnya walau sebesar gunung uhud tidak bisa menyamai infaq satu mud atau setengahnya dari infaq Sahabat Nabi. Sehingga pertanyaan kita berikutnya adalah siapakah Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi SAW?.
Jawab : gak faham ushul..”kalian” hanya untuk yg dihadapan saja???pemahaman cetek.
Terlalu banyak hadits yg menjelaskan itu untuk umat islam semua tanpa terkecuali karena memang konteksnya sebagai khotbah di hadapan khalayak umum.
Sahabat pun juga bertingkat-tingkat. firman Allah,
“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum peristiwa al-Fath. Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah peristiwa itu.” (Q.S. al-Hadid:10)
Jadi, sahabat yang berinfak dan berperang sebelum Perjanjian Hudaibiyah lebih utama dibandingkan dengan sahabat yang berinfak dan berperang sesudah itu. Adapun Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun 6 H. Dan semua itu tetap sahabat nabi tanpa terkecuali sebagaimana definisi ibnu hajar.tidak ada yg salah dengan definisi beliau karena itu definisi yang komperhensif bukan parsial.
Membatasi sahabat yg tidak boleh dicela hanya sebagian saja adalah pemikiran sesat lagi dangkal.
Kalau nilai pahala sedekahnya berbeda berarti hukum mencela juga berbeda???? sungguh naif.berbedanya nilai sedekah tidak melazimkan berbedanya hukum mencela.karena hukum mencela sahabat umum ke semua sahabat dan juga muslim lain tentunya sedangkan perbedaan nilai sedekah khusus untuk sahabat dibanding dg yg lainnya.jelas ini berbeda bagi yg tidak ada dengki dihatinya.
SYUBHAT: Ada yang mengatakan bahwa sahabat Nabi yang dimaksud adalah semua sahabat Nabi yang merujuk pada pengertian Ibnu Hajar
Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi SAW dalam keadaan mukmin (beriman kepadanya) dan meninggal dalam keadaan Islam”. Sehingga definisi ini mencakup orang yang berjumpa dengan Beliau dan ber-mulazamah lama atau sebentar, orang  yang meriwayatkan hadits dari beliau atau yang tidak, orang yang berperang bersama beliau atau tidak dan orang yang melihat beliau walaupun belum bermajelis dengannya dan orang yang tidak melihat beliau karena buta.
Definisi Ibnu Hajar jelas menunjukkan bahwa Sahabat Nabi adalah semua orang muslim yang berada di zaman Nabi dan bertemu dengan Beliau. Definisi ini jelas tidak bisa dicocokkan dengan pernyataan Nabi SAW di atas. Karena kalau kita menuruti definisi Ibnu Hajar maka kata “Kalian” yang berarti “Orang-orang Muslim yang berhadapan dengan Nabi” juga termasuk kedalam Sahabat Nabi. Padahal hadis di atas menjelaskan bahwa infaq Orang-orang itu (“Kalian”) walau sebesar gunung Uhud tidak akan menyamai infaq satu mud atau setengahnya salah seorang dari Sahabat Nabi (“Mereka”). Nah kalau memang “Kalian” itu adalah sahabat Nabi sudah jelas infaqnya akan sama dengan “Mereka” (yang juga Sahabat Nabi). Buktinya Rasul SAW mengatakan tidak sama. Inilah kekacauan yang tidak terlihat karena pikiran yang cuma sekedar taklid.
Hadis di atas justru menunjukkan bahwa Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi SAW di atas memiliki definisi yang berbeda dengan definisi Ibnu Hajar. Artinya yang dimaksudkan Nabi SAW adalah bukan semua sahabat yang berdasarkan definisi Ibnu Hajar yaitu setiap orang muslim yang beriman dan bertemu Nabi SAW.
Intinya ada ketimpangan antara Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi SAW dalam hadis di atas dan Sahabat Nabi menurut definisi Ibnu Hajar.
Jawab : ente yg ada ketimpangan bukan ibnu hajar.karena membatasi yg tidak terbatas.sejak kapan kata kalian yg itu sifatnya himbauan di depan khalayak ramai hanya ditujukan yg hadir saat itu saja???
Dari Abû Mas’ûd Radhiyallâhu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
اسْتَوُوْا وَلاَ تَخْتَلِفُوْا فَتَخْتَلِفُوْا قُلُوْبَكُمْ
“Luruskanlah shaf dan janganlah kalian berselisih, yang menyebabkan hati kalian akan berselisih.” (HR Muslim : 432)
Apakah perintah meluruskan shaf itu hanya berlaku bagi sahabat saja?
Al’ibroh bi’umuumil lafdzi laa bi khususis sabab
Yang jadi pegangan itu umumnya lafadz bukan khususnya sebab.
Misalkan seorang presiden bukan sekedar dosen. berpidato di depan para pencari ilmu :wahai para penuntut ilmu jangan mencela para pencari ilmu karena pahala sedekah salah seorang kalian tidak apa-apanya dibanding yang bukan pencari ilmu
Apakah itu berarti boleh mencela sebagian pencari ilmu saja???apakah pak presiden itu bodoh? Sedangkan dia presidennya pencari ilmu dan yg lainnya.juga nabi berkhotbah saat itu bukan hanya sebagai pemimpin sahabat saat itu saja tapi sebagai pemimpin seluruh umat islam saat itu dan yg akan datang.kata ahadakum lebih umum di banding langsung angfaqtum misalkan.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhun:
“Janganlah salah seorang di antara kalian mencela Ad-Dahr karena sesungguhnya Allah adalah Ad-Dahr (waktu).” (HR.Muslim)

Apakah yg dilarang mencela waktu itu hanya sahabat saja? Sedangkan kita boleh?
 SYUBHAT: Sekarang mari kita lihat hadis berikut (juga riwayat Abu Sa’id) dalam Musnad Ahmad 3/28 no 11236 yang dinyatakan shahih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth
عن أبي سعيد الخدري ان النبي صلى الله عليه و سلم قال فأقول أصحابي أصحابي فقيل انك لا تدري ما أحدثوا بعدك قال فأقول بعدا بعدا أو قال سحقا سحقا لمن بدل بعدي
Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Nabi SAW bersabda “Aku berkata “SahabatKu, SahabatKu,” maka dikatakan kepadaku “Sesungguhnya Engkau tidak mengetahui apa yang sudah mereka ubah sepeninggalMu”. Lalu aku berkata “Jauh, jauh” atau berkata “celakalah celakalah mereka yang mengubah sepeninggalKu”.
Berhadapan dengan hadis ini akankah kita katakan berdasarkan definisi Ibnu Hajar bahwa Sahabat Nabi di atas adalah semua orang muslim yang beriman kepada Nabi dan bertemu dengan Nabi SAW. Akankah kita mengatakan bahwa kata SahabatKu yang diucapkan oleh Nabi SAW adalah semua sahabat Nabi berdasarkan definisi Ibnu Hajar. Jika iya maka berarti semua sahabat Nabi itu telah mengadakan hal-hal baru sepeninggal Nabi yang membuat mereka celaka. Sepertinya akan banyak orang yang tidak rela dengan penjelasan seperti ini.
Jawab : hehe..sungguh lucu..ketika yg dipanggil semua sahabat apakah itu berarti yg diusir semua sahabat???ataukah pengusiran dg syarat?orang yg melek tidak buta kayak dajjal.akan melihat dg jelas dalam hadits itu yg diusir hanyalah yg mengubah agama saja.
Apakah itu berarti yg dipanggil sahabat itu bukan muslim semua alias ada yg murtad tapi di panggil sahabat???sungguh pemahaman yg tendensius.
Asy Syathibi –rahimahullah- berkata:
ولقوله : ( قد بدلوا بعدك ) ، ولو كان الكفر : لقال : " قد كفروا بعدك " ، وأقرب ما يحمل عليه : تبديل السنة ، وهو واقع على أهل البدع ، ومن قال : إنه النفاق : فذلك غير خارج عن مقصودنا ؛ لأن أهل النفاق إنما أخذوا الشريعة تقيةً ، لا تعبداً ، فوضعوها غير مواضعها ، وهو عين الابتداع .
 Berdasarkan hadits di atas:
قد بدلوا بعدك “Mereka telah merubah (agama) sepeninggalmu”.
Kalau sekiranya mereka kafir, maka redaksi haditsnya adalah:
" قد كفروا بعدك "“Mereka telah kafir sepeninggalmu”
Pemahaman terdekatnya adalah mereka merubah sunnah, yang berarti mereka adalah para pelaku bid’ah. Dan barang siapa yang mengatakan bahwa maknanya: “Kemunafikan” maka sebanarnya tidak jauh berbeda dengan maksud kami; karena orang-orang munafik mengamalkan syari’at karena “taqiyyah” (berpura-pura) saja, bukan karena niat beribadah, mereka menempatkan syari’at tidak pada tempatnya, itulah indikasi bid’ah tersebut. (Al I’tisham: 1/96)
Al Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata:
وقال الخطابي : لم يرتد من الصحابة أحد ، وإنما ارتد قوم من جفاة العرب ، ممن لا نصرة له في الدين ،
 لا يوجب قدحاً في الصحابة المشهورين ، ويدل قوله :
(أصيحابي بالتصغير على قلة عددهم (
Al Khottobi berkata: “Tidak satu pun dari para sahabat yang murtad, akan tetapi mereka yang murtad adalah dari orang-orang Arab yang berpaling dan keras, yang tidak berhak mendapatkan pertolongan dalam agama, hal tersebut tidak menjadikan celah untuk mencela para sahabat. Sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-: أصيحابي  adalah tashghir (bentuk kecil) artinya menunjukkan jumlah mereka sedikit.
(Fathul Baari: 11/385)
Dari Anas bin Malik bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لَيَرِدَنَّ عَلَيَّ الْحَوْضَ رِجَالٌ مِمَّنْ صَاحَبَنِي ، حَتَّى إِذَا رَأَيْتُهُمْ وَرُفِعُوا إِلَيَّ ، اخْتُلِجُوا دُونِي ، فَلَأَقُولَنَّ : أَيْ رَبِّ أُصَيْحَابِي ، أُصَيْحَابِي ، فَلَيُقَالنَّ لِي : إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
 (رواه البخاري، رقم  6211  ومسلم، رقم  2304)
“Maka pasti akan ada beberapa orang yang telah menemaniku akan menghampiriku di telaga, hingga setelah kalian melihat dan mereka mendekatiku, mereka dijauhkan dariku, maka aku berkata: “Ya Tuhanku, sahabat-sahabat kecilku”. Maka dikatakan kepadaku: “Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu”. (HR. Bukhori 6211, dan Muslim 2304)

Adapun yg dipanggil itu adalah semua sahabat yg beliau kenal masa hidup beliau dan belum murtad. Adapun ada yg murtad setelahnya juga dipanggil namun akhirnya diusir menunjukkan bukti bahwa nabi tidak mengetahui yg ghoib apa yg akan terjadi kecuali khabar dari alloh.itu pun tidak merusak definisi ibnu hajar sama sekali.karena nabi memanggil sesuai kadar pengetahuan beliau saat hidup beliau.
SYUBHAT: Tetapi betapa anehnya ketika hadis larangan mencela Sahabat Nabi di atas yang juga menggunakan lafaz yang sama “SahabatKu” maka itu dikatakan semua sahabat Nabi berdasarkan definisi Ibnu Hajar. Padahal matan hadisnya justru menunjukkan bahwa Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi bukanlah semua orang islam yang ada pada zaman Nabi. Lucu sekali jika dikatakan bahwa kata “sahabat Nabi” dalam hadis di atas adalah semua sahabat Nabi seluruhnya dan kata “Kalian” dalam hadis di atas adalah generasi setelah sahabat Nabi. Padahal matan hadisnya menjelaskan bahwa Rasulullah SAW berbicara langsung dengan orang-orang yang dimaksud. Apakah generasi setelah sahabat bisa muncul di hadapan Nabi SAW sehingga ketika berkata-kata Nabi SAW menggunakan lafaz “Kalian”. Sungguh mustahil.
Jawab : ente yang syadz nyeleneh aneh bin menyimpang persepsinya kenapa ibnu hajar yg kena hajar ??? tidak ada yg aneh kalau kita dudukkan sesuai porsinya.
Definisi Sahabat ibnu hajar itu global baik sebelum nabi wafat atau setelahnya.adapun panggilan nabi tentu sesuai apa yang diketahui nabi saat hidup karena nabi tidak tahu keadaan mereka setelah wafatnya beliau. Ini tidak bertentangan sama sekali.buktinya nabi segera mengusir setelah tahu
Kata “Kalian” dalam hadis tersebut ditujukan kepada sebagian orang-orang islam yang ada di zaman Nabi dan orang-orang ini berdasarkan definisi Ibnu Hajar adalah sahabat Nabi. Orang-orang inilah yang dikatakan Nabi SAW bahwa infaq mereka walau sebesar gunung Uhud tidak menyamai infaq Sahabat Nabi (yang dimaksudkan oleh Nabi SAW bukan definisi Ibnu Hajar). Sepertinya Rasulullah SAW memiliki pengertian sendiri mengenai siapa yang dimaksud Sahabat Nabi dalam hadis di atas, pengertian yang berbeda dengan sahabat Nabi menurut definisi Ibnu Hajar.
Jawab : itu semua rekayasa hayalan ente..mengharuskan nabi punya pengertian sendiri?memaksa nabi harus berbeda dg ibnu hajar?
Ente Cuma mau menggiring kita bahwa tidak semua orang ada zaman nabi itu sahabat???sehingga tidak masalah ungka aibnya???licik..
Yang namanya kalian itu ya semua.kalau semua itu jangan dibatas-batasi pakai akal ente yg terbatas.Cuma lafadz haditsnya itu bukan sekedar kalian tapi”SALAH SEORANG DARI KALIAN”jadi maksudnya salah seorang dari umat islam yg mana saja sepanjang zaman selain sahabat.apalagi sesama sahabat pun bertingkat derajat sahabatnya.
Berarti nabi berbicara kepada umat yg belum ada juga?emang kenapa masalaaaah buat syiaaah.karena nabi memang pemimpin umat semua termasuk yg belum ada.
Apakah berarti semua sahabat nilai sedekahnya sama sebesar uhud misalkan?sudah kita katakan sesama sahabat pun bertingkat derajat sahabatnya.
SYUBHAT: Orang-orang yang mendengar hadis di atas ternyata tidak semuanya mematuhi perintah Nabi SAW. Sejarah membuktikan bahwa mereka yang pertama-tama melanggar hadis ini adalah mereka yang dikatakan sebagai Sahabat Nabi berdasarkan definisi Ibnu Hajar. Diantara mereka adalah Muawiyah, Mughirah bin Syu’bah dan Busr bin Arthah. Mereka adalah orang-orang yang telah mencaci atau mencela sahabat Nabi yaitu Imam Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah orang islam yang hidup di zaman Nabi dan bisa dikatakan mereka juga mengetahui hadis Nabi SAW bahwa tidak boleh mencaci sahabat Nabi.
Jawab : mereka patuh.ente yg menuduh serampangan.tidak ada yg saling mencela keagamaan mereka.namun menunjukkan perbedaan ijtihad diantara mereka itu hal biasa di kalangan ulama’.
Sebelum mengakhiri tulisan ini kami akan membahas sedikit soal apa yang dimaksud Mencela atau Mencaci. Menunjukkan kesalahan Sahabat Nabi bukanlah termasuk Mencela atau Mencaci karena
  • Rasulullah SAW sendiri justru pernah menyatakan kesalahan Sahabat-sahabat Beliau.
  • Allah SWT pernah menyatakan fasiq kepada salah seorang Sahabat Nabi.
  • Rasulullah SAW pernah pula mengatakan bahwa ada Sahabat Nabi yang masuk neraka.
Jawab: kalau alloh dan rosul menyatakan fulan salah itu wajar.tapi kalau ente siapa??? gak usah ikut2lah yg bukan kapasitas ente.
SYUBHAT: Mencela atau Mencaci adalah jika seseorang menggunakan kata-kata yang kasar dan tidak pantas kepada seseorang padahal orang tersebut tidak bersifat seperti itu. Mencela atau Mencaci adalah jika seseorang menisbatkan perbuatan tercela kepada seseorang padahal orang tersebut tidaklah melakukan perbuatan tercela tersebut. Dan yah mungkin anda bisa menambahkan contoh-contoh yang lain hanya saja mengungkapkan kesalahan atau mengingatkan orang lain atas kesalahannya bukan termasuk dalam kategori mencela atau mencaci. Dan sudah seharusnya kita sebagai seorang Muslim tidak diperbolehkan mencaci atau mencela Muslim lainnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
Nabi SAW bersabda “Mencaci seorang Muslim adalah kefasiqan dan Membunuhnya adalah kekufuran”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih Bukhari 1/19 no 48, Shahih Bukhari 8/15 no 6044 dan Shahih Bukhari 9/50 no 7076. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih Muslim 1/81 no (64) 116.
Jawab : definisi ente ini menyelisihi kaidah bahasa.
Berikut saya kutip dari KBBI:
CELA
Definisi:
1. sesuatu yang menyebabkan kurang sempurna; cacat; kekurangan: tidak ada cacat — nya sedikit pun
2. aib; noda (tentang kelakuan dsb)
3. hinaan; kecaman; kritik:
MENCELA = mengatakan bahwa ada celanya; mencacat; mengecam; mengkritik; menghina: dng terang-terangan.
CACI
Definisi:
1. cela; cerca; damprat
2. alat penggulung layar
MENCACI = 1. mencacat keras; memaki; mencela; menistakan: ia ~ orang di depan umum sehingga orang itu marah-marah; 2 mengeluarkan perkataan yg tidak sopan; memaki-maki
Menyatakan sahabat ada celanya begini dan begitu termasuk kategori mencela.
Imam Ahmad menulis surat kepada Musaddad bin Musarhad yang isinya: "Menahan diri dari memperbincangkan kejelekan sahabat. Bicarakanlah keutamaan mereka dan tahanlah diri dari membicarakan pertikaian di antara mereka. Janganlah berkonsultasi dengan seorangpun dari ahli bid'ah dalam masalah agama, dan janganlah menyertakannya dalam perjalananmu".[Thabaqaatul Hanaabilah, I/344.]

Imam Ahmad juga menulis surat kepada Abdus bin Malik tentang pokok-pokok dasar Sunnah. Beliau menuliskan di dalam suratnya:
"Termasuk pokok dasar, (yaitu) barangsiapa melecehkan salah seorang sahabat Nabi atau membencinya karena kesalahan yang dibuat atau menyebutkan kejelekannya, maka ia termasuk mubtadi' (ahli bid'ah), hingga ia mendoakan kebaikan dan rahmat bagi seluruh sahabat dan hatinya tulus mencintai mereka"[Thabaqaatul Hanaabilah, I/345.]

Tidak ada komentar: