Minggu, 08 September 2013

SUNNAH TITIP SALAM


Apabila kita menengok jauh ke zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ternyata budaya titip salam sudah ada pada masa beliau. Ternyata budaya ini adalah salah satu sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,,, salah satu budaya Islam yang mulia, yang secara turun-temurun ramai diterapkan oleh kaum muslimin. Dan -alhamdulillah- ini merupakan salah satu sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tumbuh subur di tengah-tengah kaum muslimin dunia.

TEKS HADITS

Ada beberapa hadits yang menerangkan kepada kita budaya titip salam seperti ini. Berikut ini kami sebutkan dua di antaranya:

Hadits pertama,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا عَائِشَةُ، هَذَا جِبْرِيْلُ يَقْرَأُ عَلَيْكِ السَّلاَمَ. قَالَتْ: قُلْتُ: وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ، تَرَى مَا لاَ نَرَى.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata: “Wahai Aisyah, ini ada Jibril, dia titip salam untukmu.” Aisyah berkata: “Aku jawab, wa ‘alaihissalam wa rahmatullah (semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah untuknya), engkau dapat melihat apa yang tidak kami lihat.” (HR. al-Bukhari, no. 2217, Muslim, no. 2447)

Hadits kedua,
عَنْ غَالِبٍ قَالَ: إِنَّا لَجُلُوْسٌ بِبَابِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ إِذْ جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: حَدَّثَنِيْ أَبِيْ عَنْ جَدِّيْ قَالَ: بَعَثَنِيْ أَبِيْ إِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: اِئْتِهِ فَأَقْرِئْهُ السَّلاَمَ. قَالَ: فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ: أَبِيْ يُقْرِئُكَ السَّلاَمَ. فَقَالَ: عَلَيْكَ وَعَلَى أَبِيْكَ السَّلاَمَ.

Dari Ghalib rahimahullah ia berkata: Sesungguhnya kami pernah duduk-duduk di depan pintu (rumah) al-Hasan al-Bashri rahimahullah, tiba-tiba seseorang datang (kepada kami) dan bercerita: Ayahku bercerita dari kakekku, ia (kakekku) berkata: Ayahku pernah mengutusku untuk menemui Rasulullah rahimahullah lalu ia berkata: Datangilah beliau dan sampaikan salamku kepadanya. Ia (kakekku) berkata: Maka aku menemui beliau dan berkata: Ayahku titip salam untukmu. Maka beliau menjawab: “Wa ‘alaika wa ‘ala abikassalam (semoga keselamatan tercurah kepadamu dan kepada ayahmu).” (Hadits hasan. Lihat: Misykat al-Mashabih, no. 4655, Shahah Abi Dawud, no. 5231)

TATA CARA MENJAWAB TITIPAN SALAM

Apabila ada teman, saudara, kerabat, keluarga atau siapa saja yang titip salam melalui seseorang kepada kita, maka kita wajib menjawabnya. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوْهَا.

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang semisalnya). (QS. an-Nisa: 86)

Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Penghormatan di sini adalah ucapan salam, dan makna inilah yang dimaksudkan pada ayat ini.” (Tafsir Fath al-Qadir, surat an-Nisa` ayat 86)

Al-Qurthubi rahimahullah bertutur: “Ulama sepakat bahwa memulai salam hukumnya sunnah yang sangat dianjurkan, sedangkan menjawab salam hukumnya wajib.” (Tafsir Fath al-Qadir, surat an-Nisa` ayat 86)

Dari ayat di atas dapat kita ketahui dua cara menjawab salam: Pertama, sesuai dengan ucapan salam. Kedua, menambah dengan beberapa kata yang disyariatkan.

Sebagai contoh: bila seorang mengucap, “assalam’alaikum“, maka minimal kita menjawabnya dengan “wa’alaikumussalam“, dan yang lebih baik ditambah kata “wa rahmatullah“, dan yang lebih baik lagi ditambah dengan kata “wa barokatuh.”

Hanya saja, sunnah titip salam tidak sama dengan mengucapkan salam secara langsung, yang mana pada saat kita titip salam hanya berkata, “titip salam untuk fulan” atau “sampaikan salam buat fulan”, maka untuk menjawabnya kita pergunakan kata paling minimal, yaitu “wa ‘alaihissalam, dan semakin ditambah maka semakin baik. Dalam sebuah riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab salam Jibril –sebagaimana pada hadits pertama di atas- dengan ucapan, “wa ‘alaihissalam wa rahmatullah wa barokatuh.” (Shahih al-Adab al-Mufrad, karya al-Albani, no. 634/827). Ini poin pertama.

Poin kedua, lalu bagaimana dengan orang yang menyampaikan salam tersebut, apakah kita mendoakannya juga atau tidak? Maka dapat dijawab: ya, kita mendoakannya juga. Akan tetapi, ulama menjelaskan bahwa mendoakan orang yang menyampaikan salam tersebut hukumnya adalah sunnah (bersifat anjuran).

Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata: “Dianjurkan mendoakan orang yang menyampaikan salam.” (Fath a-Bari, jilid 1, hlm. 41)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Di antara tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, apabila seseorang menyampaikan salam dari orang lain untuk beliau, maka beliau menjawab salam tersebut kepadanya dan kepada orang yang menyampaikannya.” (Zad al-Ma’ad, jilid 2, hlm. 427)

Hal ini dapat kita ketahui dari jawaban Aisyah radhiyallahu ‘anha yang hanya menjawab salam untuk Jibril ‘alaihissalam saja dan tidak ikut mendoakan beliau, dan beliau pun tidak mengingkarinya. Andaisaja hukumnya wajib, tentu saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah meluruskan ucapan Aisyah radhiyallahu ‘anha. Berkenaan dengan tambahan doa untuk orang yang menyampaikan salam tersebut, maka telah ditunjukkan oleh hadits kedua di atas.

PETIKAN FAEDAH

Dari uraian ringkas di atas dapat kita sarikan beberapa faidah:

Budaya titip salam merupakan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Budaya titip salam tumbuh subur di tengah-tengah kaum muslimin, walhamdulillah.
Memulai salam hukumnya sunnah, sedangkan menjawab salam hukumnya wajib.
Kewajiban menjawab salam sesuai dengan ucapan salam, jika ditambahi dengan beberapa kata yang disyariatkan, maka itu lebih baik lagi.
Dianjurkan ikut mendoakan orang yang menyampaikan salam.

Tidak ada komentar: