Selasa, 22 Januari 2019

Dalil istighosah dzikir bersama?



وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَيَبْعَثَنَّ اللهُ أَقْوَامًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي وُجُوْهِهِمُ النُّوْرُ عَلَى مَنَابِرِ اللُؤْلُؤِ يَغْبِطُهُمُ النَّاسُ لَيْسُوْا بِأَنْبِيَاءَ وَلَا شُهَدَاءَ قَالَّ فَجَثَّى أَعْرَابِيٌ عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ حِلَّهُمْ لَنَا نَعْرِفْهُمْ قَالَ هُمُ الْمُتَحَابُّوْنَ فِي اللهِ مِنْ قَبَائِلَ شَتَّى وَمِنْ بِلَادٍ شَتَّى يَجْتَمِعُوْنَ عَلَى ذِكْرِ اللهِ يَذْكُرُوْنَهُ. رواه الطبراني وإسناده حسن.

“Sungguh Allah akan membangkitkan kaum di hari kiamat, wajahnya bersinar, dikelilingi umat manusia. Mereka bukan Nabi dan Syahid”. Lalu seorang sahabat bertanya: “Tunjukkan siapa mereka?”. Nabi menjawab: “Mereka orang yang saling cinta karena Allah, dari suku dan daerah berbeda, berkumpul untuk dzikir kepada Allah” (HR al-Thabrani, hadis hasan)
Jawab:
1. Dalil-dalil di atas tidak menunjukkan disyariatkannya dzikir jama’i, itu hanya menunjukkan anjuran berdzikir dan mengingat Alloh dengan cara yang dituntunkan oleh Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-.
2. Penyebutan Majlis dzikir dalam nash di atas, bukan berarti menunjukkan bolehnya dzikir jama’i, karena harus dipahami bahwa ada perbedaan antara Majlis Dzikir dengan Dzikir Jam’i
Hubungan antara keduanya adalah umum dan khusus mutlak, maksudnya: istilah majlis dzikir lebih luas cakupannya dari pada istilah dzikir jama’i dari segala sisi… Yakni, setiap dzikir jama’i pasti ada majlis dzikirnya… tapi tidak setiap majlis dzikir itu ada dzikir jama’inya… Dengan kata lain, adanya majlis dzikir, tidak otomatis menunjukkan adanya dzikir jamai, karena dua hal tersebut bukanlah dua hal yang saling melazimkan, wallohu a’lam.
Intinya dalil di atas hanya menunjukkan anjuran untuk mengadakan majlis dzikir, bukan menunjukkan anjuran untuk mengadakan dzikir jama’i… Maksudnya: Kita dianjurkan untuk mengadakan majlis dzikir, asal tidak ada dzikir jama’inya…
3. Istilah Majlis dzikir tidak khusus untuk majlis yang membaca dzikir, atau doa, atau wirid, akan tetapi bisa juga bermakna majlis ilmu.
Lihatlah jawaban Atho’ -rohimahulloh- ketika ditanya apakah majlis dzikir itu?, ia menjawab: (Yang dimaksud dengan majlis dzikir adalah) Majlis yang membahas tentang halal dan harom, bagaimana kamu sholat, bagaimana kamu puasa, bagaimana kamu nikah, bagaimana kamu mentalak, dan bagaimana mengadakan jual-beli…” (Al-Hilyah 3/313).
Lihat pula bagaimana Alloh menamai khotbah jum’at sebagai dzikir, yakni dalam firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, jika telah diseru untuk melaksanakan sholat pada hari jum’at, maka segeralah kamu pergi menuju dzikrulloh dan tinggalkanlah jual beli”. (Al-Jum’ah:9). Maksud dari dzikrulloh di sini adalah khutbah jum’at. (Lihat Tafsir Thobari 22/642). Jelas ini menunjukkan bahwa majlis ilmu juga disebut majlis dzikir.
Bahkan dalam ayat lain Alloh menyebut ahli ilmu dengan sebutan ahli dzikir, yakni dalam firman-Nya: “Bertanyalah kepada ahli dzikir, jika kamu tidak mengetahui” (Al-Anbiya’:7), maksud dari ahli dzikir di ayat ini adalah ahli ilmu, yakni para ulama’. (Lihat Tafsir Sa’di, hal: 519). Walhasil, sebagaimana ahli ilmu bisa di sebut ahli dzikir, majlis ilmu juga bisa disebut majlis dzikir, wallohu a’lam…
4. Dalil tersebut tidak menunjukkan dianjurkannya dzikir jama’i, tapi hanya menunjukkan anjuran berkumpul untuk berdzikir.
Kita harus bedakan antara dzikir bersama dengan bersama untuk dzikir. Dzikir bersama itu bid’ah, sedang bersama untuk berdzikir itu dianjurkan bila dilakukan sesuai syariat, sebagaimana dipahami oleh para sahabat…
Ibnu Taimiyah mengatakan: “Dahulu para sahabat Rosululloh jika kumpul bersama, mereka menyuruh salah seorang dari mereka membaca, kemudian yang lain mendengarkan. Umar dulu mengatakan kepada Abu Musa Al-Asy’ari: “Ingatkanlah kami pada Tuhan kami!”, lalu dia (yakni Abu Musa al-Asy’ari) membaca, sedang yang lain mendengarkan bacaannya”. (Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah 11/523).
5. Imam At-Thorthusyi mengatakan: “Nash-nash (tentang keutamaan majlis dzikir dan berkumpul untuknya) ini, menunjukkan bolehnya berkumpul untuk membaca Alquran, seperti mempelajarinya, mengajarkannya, dan mengulang-ngulangnya. Seperti misalnya seorang murid membaca kepada gurunya, atau seorang guru membaca untuk muridnya, atau saling bergantian membaca untuk mudzakarohdan mudarosah. Beginilah belajar dan mengajar, bukannya dengan membaca bersama-sama.
Intinya keterangan-keterangan ini adalah umum dalam menerangkan bolehnya sekelompok orang membaca bersama dengan cara bergilir, atau mereka membaca kepada guru Alqur’an… Sebagaimana diketahui, dalam bahasa arab, bila orang arab melihat sekelompok orang yang berkumpul untuk membaca Alquran kepada gurunya, dan ada satu orang saja yang membaca (kepada gurunya), maka bisa dikatakan: “Mereka itu jamaah yang sedang belajar ilmu… mereka itu jamaah sedang membaca ilmu dan hadits” meski pembacanya hanya satu orang. (al-Hawadits wal Bida’, hal. 166)

Tidak ada komentar: