Selasa, 22 Januari 2019

Syubhat: syeikh utsaimin membolehkan transfer pahala alquran

Syubhat:
مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين - (ج 2 / ص 240)
وسئل فضيلة الشيخ - حفظه الله تعالى-: عن حكم إهداء القراءة للميت؟ فأجاب بقوله : هذا الأمر يقع على وجهين : أحدهما : أن يأتي إلى قبر الميت فيقرأ عنده ، فهذا لا يستفيد منه الميت ؛ لأن الاستماع الذي يفيد من سمعه إنما هو في حال الحياة حيث يكتب للمستمع ما يكتب للقارئ ،وهنا الميت قد انقطع عمله كما قال النبي ، صلى الله عليه وسلم : "إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له"
الوجه الثاني : أن يقرأ الإنسان القرآن الكريم تقرباً إلى الله - سبحانه وتعالى - ويجعل ثوابه لأخيه المسلم أو قريبه فهذه المسألة مما اختلف فيه أهل العلم: فمنهم من يرى أن الأعمال البدنية المحضة لا ينتفع بها الميت ولو أهديت له ؛ لأن الأصل أن العبادات مما يتعلق بشخص العابد ، لأنها عبارة عن تذلل وقيام بما كلف به وهذا لا يكون إلا للفاعل فقط ، إلا ما ورد النص في انتفاع الميت به فإنه حسب ما جاء في النص يكون مخصصاً لهذا الأصل.
ومن العلماء من يرى أن ما جاءت به النصوص من وصول الثواب إلى الأموات في بعض المسائل ، يدل على أنه يصل إلى الميت من ثواب الأعمال الأخرى ما يهديه إلى الميت. ولكن يبقى النظر هل هذا من الأمور المشروعة أو من الأمور الجائزة بمعنى هل نقول : إن الإنسان يطلب منه أن يتقرب إلى الله- سبحانه وتعالى - بقراءة القرآن الكريم ، ثم يجعلها لقريبه أو أخيه المسلم ، أو أن هذا من الأمور الجائزة التي لا يندب إلى فعلها .
الذي نرى أن هذا من الأمور الجائزة التي لا يندب إلى فعلها وإنما يندب إلى الدعاء للميت والاستغفار له وما أشبه ذلك مما نسأل الله- تعالى - أن ينفعه به، وأما فعل العبادات وإهداؤها فهذا أقل ما فيه أن يكون جائزاً فقط وليس من الأمور المندوبة ، ولهذا لم يندب النبي ، صلى الله عليه وسلم ، أمته إليه بل أرشدهم إلى الدعاء للميت فيكون الدعاء أفضل من الإهداء.
“Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang hukum menghadiahkan bacaan al-Quran untuk mayit? Ia menjawab: Masalah ini ada dua bentuk. Pertama: Seseorang mendatangi makam mayit kemudian membaca al-Quran di dekatnya. Dalam hal ini mayit tidak dapat manfaat dari bacaan. Sebab yang bisa mendengarkan dari bacaan al-Quran hanya ketika masih hidup, sebagaimana (dalam hadis) orang yang mendengarkan dicatat pahalanya seperti orang yang membacanya. Sementara disini amal mayit telah terputus, sebagaimana sabda Nabi Saw: “Jika anak Adam mati maka terputus amalnya kecuali dari 3, sedekah yang mengalir, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya” (HR Muslim)
Kedua, seseorang membaca al-Quran yang mulia sebagai pendekatan diri kepada Allah dan menjadikan pahalanya kepada saudaranya yang muslim atau kerabatnya, maka dalam masalah ini para ulama beda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa amal ibadah yang bersifat fisik tidak dapat dirasakan manfaatnya oleh mayit, meskipun dihadiahkan, Sebab dasar ibadah termasuk hal yang berkaitan dengan diri seseorang. Karena ibadah adalah ibarat ketundukan dan mendirikan ibadah yang ia jalankan. Hal ini hanya didapatoleh pelakunya saja, kecuali hadis yang menjelaskan bahwa mayit dapat menerima manfaatnya (haji, puasa dan sedekah).
Sebagian ulama berpendapat bahwa dalil-dalil hadis tentang sampainya pahala kepada orang yang meninggal (haji, puasa dan sedekah) menunjukkan sampainya pahala amal ibadah yang lain yang dihadiahkan kepada mayit. Tetapi tetap dilihat apakah hal ini bagian dari hal-hal disyariatkan ataukah hal-hal yang diperbolehkan yang tidak sunah untuk dilakukan. Menurut pendapat kami hal ini tergolong hal-hal yang diperbolehkan yang tidak sunah untuk dilakukan. Yang disunahkan adalah mendoakan mayit, memintakan ampunan untuknya dan sebagainya. Sedangkan melakukan ibadah dan menghadiahkan kepada mayit, minimal hukumnya adalah boleh, tidak sunah. Oleh karenanya Nabi Saw tidak menganjurkannya kepada umatnya, tetapi memberi petunjuk untuk mendoakan mayit. Maka doa lebih utama daripada menghadiahkan bacaan al-Quran” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 2/240)
Jawab:

Ada dua point yang ingin kami sampaikan dalam jawaban pertanyaan kali ini.

Point pertama:
Fatwa yang anda bawakan tertulis dalam kitab Majmu' Fatawa wa Rasail Al-Utsaimin 17/220-221.
Kami memperhatikan banyak orang yang memakai fatwa ini untuk menunjukkan bahwa ulama' Saudi pun juga membolehkan kirim pahala Al-Qur'an kepada mayit, fatwa ini kelihatannya dijadikan bantahan untuk pengangum syaikh Utsaimin yang membid'ahkan acara kirim pahala Al-Qur'an dengan bentuk tertentu sebagaimana yang banyak tersebar di negeri kita.

Orang-orang yang berdalih dengan fatwa syaikh Utsaimin tersebut untuk perbuatan mereka telah salah faham. Mereka sangat disayangkan hanya membaca potongan dari fatwa tersebut, seandainya membaca sampai akhir fatwa tersebut niscaya fatwa tersebut bukanlah pendukung ritual yang biasa mereka lakukan untuk mengirim pahala bacaan Qur'an kepada mayit. Berikut ini potongan fatwa yang tidak disebutkan:

ثم إن اتخاذ القراءة في اليوم السابع خاصة أو على رأس السنة من موته بدعة ينكر على فاعلها، لقول النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إياكم ومحدثات الأمور".
“Kemudian, mengadakan pengiriman bacaan hanya pada hari ketujuh atau pada awal tahun dari kematiannya (haul.pent) maka ini adalah Bid'ah yang pelakunya harus diingkari, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam: 
إياكم ومحدثات الأمور
berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan.
Majmu' Fatawa wa Rasail Al-Utsaimin 17/221
Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa fatwa syaikh Utsaimin tidak bisa dijadikan pembenar atas pengiriman bacaan untuk mayit dari hari pertama sampe ketujuh, hari ke empat puluh, hari keseratus atau keseribu.


Point kedua:

Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama' mengenai sampainya pahala bacaan Qur'an yang dihadiahkan kepada mayit. Kebanyakan ulama' berpendapat bahwa pahala tersebut sampai dan bermanfaat untuk mayit, dan ulama' lain berpendapat sebaliknya. Pendapat yang kuat adalah tidak mengirimkan pahala Qira'ah ke mayit dan itu tidak disyariatkan karena 
1. Tidak ada contoh dari Rasul shallallahu alaihi wa sallam
2. Ibadah hukum asalnya haram sampai ada dalil yang menunjukkan disyariatkannya hal tersebut, dan tidak ada dalil dalam masalah itu.
3. Adapun orang yang menganalogikan bacaan Qur'an untuk mayit dengan shadaqah untuk mayit maka dia salah karena tidak boleh analogi dalam masalah Ibadah.
Kalau seseorang ingin memberi manfaat kepada orang yang telah meninggal, dia bisa melaksanakan amalan yang memang ada dalilnya dalam syariat seperti berdo'a, bershadaqah atau memohon ampunan untuk mereka.

Meski demikian tidak dikatakan bahwa orang yang membaca Al-Qur'an kemudian menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit dianggap telah melakukan Bid'ah karena pendalilan mereka juga lumayan kuat. Diterjemahkan secara bebas dari fatwa syaikh Ibnu Baz, lih.Fatawa Nur Ala Ad-Darb 14/196-197

Perlu diingat bahwa penghadiaahan pahala bacaan Qur'an bisa dikatakan bid'ah jika disertai dengan penentuan hari, tempat atau tatacara tertentu yang dianggap masuk dalam Ibadah tersebut, sebagaimana yang telah disebutkan oleh syaikh Utsaimin diatas.

Tidak ada komentar: