Komersial, ya komersial itulah alasan yang sangat kental dan nampak dengan jelas tersirat bahkan tersurat dari penamaan penaman semacam ini. Demikian pula dengan pemilihan warna, dekorasi, dan lainnya, tujuannya ialah membuka segmen pasar baru dan loyal bagi Al Qur'an yang ia cetak.
Namun sangat dimungkinkan bahwa keputusan memberi nama baru kepada Al Qur'an dengan nama "Mushaf Silvi, atau Susi, atau Suparman atau Sutarmi" atau yang serupa tanpa pertimbangan dari aspek hukum syari'atnya.
Dahulu, para ulama' terutama para pakar penulis Al Qur'an sedari awal
sejak zaman para sahabat begitu hati hati dari membubuhkan apapun
selain Al Qur'an. Tujuanya demi menjaga keutuhan Al Qur'an dan agar
tidak ada celah bagi siapapun untuk menyisipkan tambahan kepada Al
Qur'an.
Dari sisi lain, dahulu di kalangan para ahli fiqih juga terjadi kontroversi seru tentang hukum menjual belikan Al Qur'an. Nah kini Al Qur'an benar-benar sedang dikomersialisasikan dengan berbagai metode marketing, semisal pemberian nama nama nyentrik seperti ini. Barang kali para penerbit mengira bahwa hal seperti ini tidak bermasalah, padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Penamaan Al Qur'an dengan Mushaf Sutarmi atau yang serupa bisa dikatakan sebagai bentuk inovasi dalam hal agama atau lebih tegasnya bisa disebut sebagai bentuk bid'ah yang tidak pernah dilakukan sepanjang 14 abad.
Apalagi dari sisi lain, bisa jadi ini membuka pintu lebar bagi kaum syi'ah untuk menyusupkan Al Qur'an fiktif mereka yang disebut dengan "Mushaf Fatimah" atau minimal mulai membuka jalan bagi mereka, sehingga suatu saat ketika mereka benar-benar telah mengedarkan mushaf fiktif mereka dengan sebutan "Mushaf Fatimah" dengan mudah diterima oleh masyarakat atau minimal selamat dari kecurigaan masyarakat. Apa anda berharap menjadi pembuka jalan bagi sekte syi'ah untuk menyebarkan mushaf fiktif mereka? Dan bila benar-benar terjadi, apa anda siap menanggung dosa tersebarnya kesesatan dan mushaf fiktif?
Saudaraku! Para penerbit dan juga para ustadz kiyai, juru dakwah, mari kita bentengi agama kita dan agama masyarakat kita dari berbagai hal yang dapat merusak atau menodai kesucian dan kesempurnaan agama kita ini.
Wallahu Ta'ala a'alam bisshowab.
Dari sisi lain, dahulu di kalangan para ahli fiqih juga terjadi kontroversi seru tentang hukum menjual belikan Al Qur'an. Nah kini Al Qur'an benar-benar sedang dikomersialisasikan dengan berbagai metode marketing, semisal pemberian nama nama nyentrik seperti ini. Barang kali para penerbit mengira bahwa hal seperti ini tidak bermasalah, padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Penamaan Al Qur'an dengan Mushaf Sutarmi atau yang serupa bisa dikatakan sebagai bentuk inovasi dalam hal agama atau lebih tegasnya bisa disebut sebagai bentuk bid'ah yang tidak pernah dilakukan sepanjang 14 abad.
Apalagi dari sisi lain, bisa jadi ini membuka pintu lebar bagi kaum syi'ah untuk menyusupkan Al Qur'an fiktif mereka yang disebut dengan "Mushaf Fatimah" atau minimal mulai membuka jalan bagi mereka, sehingga suatu saat ketika mereka benar-benar telah mengedarkan mushaf fiktif mereka dengan sebutan "Mushaf Fatimah" dengan mudah diterima oleh masyarakat atau minimal selamat dari kecurigaan masyarakat. Apa anda berharap menjadi pembuka jalan bagi sekte syi'ah untuk menyebarkan mushaf fiktif mereka? Dan bila benar-benar terjadi, apa anda siap menanggung dosa tersebarnya kesesatan dan mushaf fiktif?
Saudaraku! Para penerbit dan juga para ustadz kiyai, juru dakwah, mari kita bentengi agama kita dan agama masyarakat kita dari berbagai hal yang dapat merusak atau menodai kesucian dan kesempurnaan agama kita ini.
Wallahu Ta'ala a'alam bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar