Rabu, 29 November 2017

SUMPAH POCONG


Pertanyaan.

Sumpah pocong di Banten, korban dibungkus dengan kafan dan di hadapkan kiblat. Sebelum disumpah, pemuka agama membacakan al-Qur`ân. Setelah disumpah, korban harus minum air dengan campuran darah ayam hitam dan tombak keramat; setelah itu korban harus melangkahi bangkai ayam hitam tersebut 7 kali dan thawâf di pohon  keramat dekat masjid. (sumber: Redaksi pagi Trans 7, 20 Juni 2009). Yang ana tanyakan, bagaimana hal tersebut jika ditinjau dari hukum Islam?

Jawaban.

Sumpah pocong yang anda sampaikan, jika benar terjadi seperti itu, maka hukumnya haram karena mengandung banyak kemungkaran, bahkan merupakan kemusyrikan. Kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya adalah:

Dibungkus kain kafan dan dihadapkan ke arah kiblat. Cara sumpah seperti ini tidak dituntunkan oleh Islam. Mengafani dan menghadapkan ke kiblat adalah ditujukan kepada mayit.
Sebelum disumpah pemuka agama membaca al-Qur’ân. Ini juga tidak dituntunkan. Membaca al-Qur’ân merupakan ibadah, namun tidak boleh mengkhususkan membacanya sebagai ritual sebelum dilakukan sumpah pocong, karena merupakan tambahan di dalam agama yang telah sempurna.
Setelah disumpah korban harus minum air dengan dicampur darah ayam hitam. Di sini terdapat dua kesalahan besar, pertama: minum darah ayam yang merupakan benda najis dan Allah Azza wa Jalla telah mengharamkannya, Dia Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَآأُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. [al-Baqarah/2:173]

Kesalahan kedua: untuk mendapatkan darah ayam hitam tersebut tentu dengan menyembelih ayam hitam itu, sedangkan menyembelih binatang untuk pengagungan selain Allah Azza wa Jalla seperti ini merupakan kemusyrikan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadat (qurban) ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An`âm/6:162-163]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَهُ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ اْلأَرْضِ

Allah melaknat orang yang melaknat (mencaci) bapaknya; Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah; Allah melaknat orang yang melindungi muhdits (pelaku kejahatan; pembuat perkara baru dalam agama); Allah melaknat orang yang merubah tanda (batas) tanah”. [HR Muslim, no: 1978; dari Ali bin Abi Thâlib]

Korban harus melangkahi bangkai ayam tersebut 7 kali. Seorang Muslim tidak boleh mengharuskan sesuatu yang tidak diharuskan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, karena hal ini termasuk perbuatan mendahului Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya yang dilarang di dalam agama. Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لاَ تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمُُ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [al-Hujurât/49:1]

Kemudian dia thawâf (mengelilingi) di pohon keramat dekat masjid. Perbuatan ini juga syirik. Thawâf terhadap sesuatu yang diagungkan merupakan ibadah, harus dengan tuntunan, sedangkan yang dituntunkan hanyalah berthawâf pada Ka’bah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

Kemudian, hendaklah mereka (orang-orang yang selesai menunaikan ibadah haji-red) menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawâf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). [al-Hajj/22:29]

Anggapan adanya pohon keramat adalah kepercayaan jahiliyah. Anggapan bahwa thawâf pada pohon bisa mendatangkan kebaikan atau keburukan merupakan kepercayaan yang syirik. Anggapan bahwa sebuah pohon bisa mendatangkan manfaat dan madharat tanpa idzin Allah merupakan keyakinan syirik, sebagaimana disebutkan di dalam hadits di bawah ini:
عَنْ أَبِيْ وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا خَرَجَ إِلَى حُنَيْنٍ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِيْنَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُوْنَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوْا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ

Dari Abu Wâqid al-Laitsi, bahwa ketika Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Hunain, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, pohon itu dinamakan Dzâtu Anwâth. Mereka biasa menggatungkan  senjata-senjata mereka di atas pohon itu. Kemudian sebagian orang-orang Islam (yang baru masuk Islam-pen) mengatakan; “Wahai Rasulullâh, buatkanlah  Dzâtu Anwâth untuk kami, sebagaimana mereka memiliki Dzâtu Anwâth”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Subhânallâh, ini seperti yang telah dikatakan oleh kaum Mûsa: “Buatkanlah  sesembahan untuk kami, sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan. Demi (Allah) yang jiwaku ditangan-Nya, kamu benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kamu”. [HR Tirmidzi, no:2180]

Dengan penjelasan singkat ini, jelaslah bahwa sumpah pocong sebagaimana disebutkan di atas haram hukumnya dan termasuk perbuatan syirik. Oleh karena itu, pelakunya perlu diberitahu agar bertaubat dengan sebenar-benarnya kepada Allah Azza wa Jalla.

Tidak ada komentar: