Selasa, 08 September 2015

KYAI NU GEREJA VS KYAI NU NYALAF


Belum lama ini Gus Nuril yang dikenal dengan sebutan kiai gereja karena sering ceramah natalan mencoba mengupas tulisan soal ‘Islam itu Ghoyah atau Wasilah’? Dalam tulisan yang di bagikan melalui status faceebooknya tersebut Gus Nuril seakan mengajak untuk berdiskusi.

Tim tabayun akhirnya memasukkan Gus Nuril Arifin dalam sebuah grup whassap yang didalamnya ada Kiai Idrus Ramli sebagai penulis ‘meluruskan paham Islam sebagai wasilah’, Kiai Luthfi Bashori sebagai ikon NU Garis Lurus yang juga dituduh membajak oleh Gus Nuril dan juga berbagai Kiai, Habaib serta ulama agar Gus Nuril mau diajak berdiskusi. Dalam forum itu juga ada Kiai Masdar Farid Mas’udi, Mas Ulil Abshor Abdalla, Mas Abdul Moqsith Ghazali juga ada Gus Aab Ketua FKM Jatim. Namun ternyata Gus Nuril Arifin hanya diam saja dan tidak berkutik. Berikut cuplikan dialog yang berhasil kami rangkum.

Kiai Idrus Ramli: Dalam tulisannya, Gus Nuril Arifin menganggap saya bukan orang NU. Mungkin karena tidak keluar masuk gereja.

Kiai Abdul Muhsi: Habis ustadz belum pernah dibaptis…

Kiai Kholid Ar Rifa’ie: Dan pendapat diatas… Bukan pendapat gus Nuril murni.

Kiai Abdul Muhsi:


(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ)


[Surat Al-Maidah : 35]

Kiai Idrus Ramli: Kalau Islam dikatakan wasilah, berarti orang tersebut belum pernah khataman tafsir di pesantren. Perhatikan ayat di atas, terdiri dari beberapa penggalan
Pertama,

يا أيها الذين آمنوا


Dalam ilmu tafsir redaksi yang digunakan orang-orang yang beriman, bukan orang-orang Islam, karena mengandung makna pujian. Jadi Islam sudah disebutkan dalam khitab tersebut secara implisit.
Kedua, perintah

اتقوا الله


Bertakwalah kepada Allah, maksudnya dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan.
Ketiga, redaksi

وابتغوا إليه الوسيلة


Perintah mencari wasilah atau perantara kepada Allah jelas bukan perintah masuk Islam, karena sudah disebutkan sebelum nya. Redaksi sebelumnya memang untuk orang Islam.
Keempat, redaksi

وجاهدوا في سبيله


Berjihadlah di jalan Allah, maksudnya, agama Allah. Jadi agama dalam al-Qur’an identik dengan jalan dan shirath. Bukan wasilah. Tentu maksud agama tersebut adalah Islam.
Istilah wasilah sebagai kata ganti Islam tidak dikenal dalam al-Qur’an.

Kiai Kholid Ar Rifa’ie:

Tafsir para ulama tentang makna Al wasilah pada surat Al Maidah ayat 35:


  1. Al Jalalain, “carilah “Al Wasilah” kepadaNya”, maknanya: “carilah amal ketaatan yang bisa mendekatkan diri kalian kepada Allah.” (Tafsir Jalalain surat Al Maidah: 35)
  2. Ibnu Katsir menukil tafsir dari Qatadah, “Carilah “Al Wasilah” kepadaNya”, tafsirnya: “mendekatkan diri kepadanya dengan melakukan ketaatan dan amal yang Dia ridhai.” Ibnu Katsir juga menukil tafsir dari Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Abu Wail, Al Hasan Al Bashri, Qotadah, dan As-Sudi, bahwa yang dimaksud “Carilah Al Wasilah…” adalah mendekatkan diri. (Tafsir Ibn Katsir surat Al Maidah ayat 35)
  3. Ibnul Jauzi menyebutkan di antara tafsir yang lain untuk kalimat,“Carilah al Wasilah kepadaNya..” adalah carilah kecintaan dariNya. (Zaadul Masir, surat Al Maidah ayat 35).
  4. Sementara Al Baidhawi mengatakan bahwa yang dimaksud:“carilah al wasilah kepadaNya…” adalah mencari sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendekatkan diri pada pahala yang Allah berikan dengan melakukan ketaatan dan meninggalkan maksiat.” (Tafsir Al Baidhawi “Anwarut Tanzil”untuk ayat di atas). Hampir semua ulama sama pendapatnya.


Kiai Idrus Ramli: Di dalam Islam ada takwa, ada wasilah dan ada jihad. Artinya Islam lebih luas daripada wasilah. Wasilah bagian dari Islam.

Kutipan Ra Kholid menguatkan pendapat saya dan melemahkan tulisan Gus Nuril Arifin, karena intinya kembali kepada amalan sunnah yang disebut dengan amal shaleh.

Kiai Muhammad Lutfi Rochman: Amal sholih itu bagian dari Islam tapi isi Ajaran islam itu Jalan yang lurus bukan cuma perantara.

Islam itu cakupannya luas. Sedangkan wasilah lebih spesifik. Lebih khusus.Pahami ini perbedaannya:


الفرﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ ﻭﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ
ﺭﻏﻢ ﺍﻟﺘﺸﺎﺑﻪ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺇﻻ ﺃﻥ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺮﺗﻴﺐ ﺍﻟﻤﺘﺒﻊ ﻟﻠﻮﺻﻮﻝ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ.
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ ﻓﻬﻲ ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺴﺘﻌﻤﻞ ﻟﺘﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ، ﻭﻣﻦ ﻫﻨﺎ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻧﻌﺮﻑ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ ﺑﺄﻧﻬﺎ ‏(ﻣﺨﺘﻠﻒ ﺍﻟﻤﻮﺍﺩ ﻭﺍﻷﺟﻬﺰﺓ ﻭﺍﻟﺘﻨﻈﻴﻤﺎﺕ ﻭﺍﻹﺟﺮﺍﺀﺍﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺴﺘﺨﺪﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻣﻦ ﺃﺟﻞ ﺗﻄﻮﻳﺮﻩ، ﻭﺭﻓﻊ ﻛﻔﺎﻳﺘﻪ ﺑﻤﺎ ﻳﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻤﺘﻌﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺣﺴﻦ ﺍﻛﺘﺴﺎﺏ ﺍﻟﺨﺒﺮﺓ، ﺑﺴﺮﻋﺔ ﻭﺳﻬﻮﻟﺔ ﻭﺑﻤﺎ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﻤﻌﻠﻢ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﺠﺎﻝ ‏)
ﻓﺎﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ ﺗﻌﺪ ﺍﻟﻌﻤﻮﺩ ﺍﻟﻔﻘﺮﻱ ﻟﻄﺮﺍﺋﻖ ﺍﻟﺘﺪﺭﻳﺲ ﻵﻥ ﺃﻫﻤﻴﺔ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ ﻻ ﺗﻜﻤﻦ ﻓﻲ ﺫﺍﺗﻬﺎ ﻭﻟﻜـﻦ ‏(ﻓﻴﻤﺎ ﺗﺤﻘﻘﻪ ﻣﻦ ﺃﻫﺪﺍﻑ ﺳﻠﻮﻛﻴﺔ ﻣﺤﺪﺩﺓ ﺿﻤﻦ ﻧﻈﺎﻡ ﻣﺘﻜﺎﻣﻞ ﻳﻀﻌﻪ ﺍﻟﻤﺪﺭﺱ ﻟﺘﺤﻘﻴﻖ ﺃﻫﺪﺍﻑ ﻳﺄﺧﺬ ﻓﻲ ﺍﻻﻋﺘﺒﺎﺭ ﻣﻌﺎﻳﻴﺮ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ ﺃﻭ ﺇﻧﺘﺎﺟﻬﺎ ﻭﻃﺮﺍﺋﻖ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻣﻬﺎ ﻭﻣﻮﺍﺻﻔﺎﺕ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﺴﺘﺨﺪﻡ ﻓﻴﻪ ‏)
ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﺍﻷﺳﺎﺳﻴﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺒﻨﻰ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺍﻟﻌﻮﺍﻣﻞ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺤﺪﺩ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ

Habib Muhammad Vad’aq: Intinya kalau islam itu wasilah maka boleh beragama apa aja begitu maksud pak Nuril?
Boleh panggil Allah bapak dll.

Kiai Muhammad Lutfi Rochman: Gus Idrus menganggap Islam itu Jalan Yang lurus bukan cuma sebatas wasilah apalagi disamakan dengan kristen gereja konghucu dll. Monggo diskusi?

Habib Muhammad Vad’aq: Maksud pak Nuril gimana?

Kiai Abbas Busro: Islam disebut wasilah atau sarana oleh Gus Mus itu berbahaya, karena arahnya pluralisme agama. Coba baca transkrip ceramah Gus Mus. Arahnya pluralisme agama. Pluralisme itu berbahaya, bertentangan dengan NU. Pluralisme itu beda dengan plural dan pluralitas.

Kiai Muhammad Lutfi Rochman: Gus Nuril yang penting jangan marah bawa -bawa banser dll. Monggo diskusi?

Habib Muhammad Aggawi: Perbedaan kata itu terletak pada (isme)nya kan ? Tapi yang dijadikan acuan dalam hal ini adalah wasilah.. Bagaimana wasilah yang telah ditegaskan hanya melalui islam justru di maknai sebagai menyamakan semua keyakinan ? Kata itu akan ikut kalimat sebelum dan sesudahnya, ndak berdiri sendiri.. Ngupi mau ?

Kiai Abbas Busro: Mas Anggawe # Mungkin anda perlu melihat langsung transkrip ceramah Gus Mus. Di situ mungkin anda akan mengetahui maksud tulisan Kiai Idrus. Wasilah hanya dijadikan sarana menuju sebuah pembenaran terhadap pluralisme.

Pernyataan Gus Nuril Arifin.

—-

Jika engkau dari Semarang menuju ke Jakarta,menggunakan jalan laut (menggunakan kapal laut perahu) atau dengan jalan darat (menggunakan mobil,sepeda motor atau jalan kaki),maka jalan dan kendaraannya disebut wasilah,dan tujuanmu itu disebut ghoyah.
______
Sangat janggal. Jalur darat dan mobil dianggap wasilah semua. Ini jelas pembodohan. Dalam dunia tashawuf ada suluk, ada thoriqoh dan ada ghoyah. Suluk bisa disebut wasilah, tapi thoriqoh jelas bukan wasilah. Ini sudah maklum.

Habib Muhammad Vad’aq: Kalau sama wahabi dan HTI tanggap dan sangat anti, giliran sama penyembah patung , dan non muslim lebih toleran. Aneh juga cara berpikir orang -orang ini ya?

Kiai Abbas Busro: Tulisan Gus Nuril Arifin jelas tidak sesuai dengan akidah Ahlussunnah Waljamaah yang dianut oleh NU. Tulisan tersebut berusaha memposisikan sosok Gus Dur, Gus Mus dan Said Agil Siraj sebagai sosok yang Ma’shum seperti para nabi yang tidak boleh disalahkan. Nanti akhirnya Gus Nuril juga harus diposisikan Ma’shum tidak boleh dikritik. Ini jelas tidak benar. Maaf salah tulis. Yang benar
Dalam bahasa Arab ada istilah

وسائل المواصلات

Yaitu sarana transportasi seperti mobil dan kereta
Ada juga

طرق المواصلات

Yaitu jalur transportasi seperti rel dan jalan raya.
Istilah seperti ini sangat maklum para mulia.

Kiai Muhammad Lutfi Rochman: Betul Ust M. Abbas ������ Tulisan Gus Nuril juga mau memposisikan Quraish Shihab sebagai sosok yang sangat dihormati nahdliyyin jadi haram untuk dikritik :mrgreen:

Kiai Abbas Busro: Gus Luthfi ��

KH. Luthfi Bashori: Gus Dur tidak ma’shum dan sudah difatwa sesat (Gambar fatwa sesat dari Kiai Kholid Ar Rifa’ie)

Maaf baru buka HP.

Kiai Qosim Nurseha: Memang Gus Dur tidak ma’shum.

Kiai Ahmad Al Quthby: Islam disebut wasilah atau sarana oleh Gus Mus itu berbahaya, karena arahnya pluralisme agama. Coba baca transkrip ceramah Gus Mus. Arahnya pluralisme agama.
(Mantap hujjah Kiai M. Abbas)

Kiai Abbas London: Copas tulisan panjang Gus Idrus Rami

ISLAM SEBAGAI WASILAH ATAU BUKAN?

Muhammad Idrus Ramli

Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa Islam itu adalah wasilah atau sarana, sedangkan ghoyah (tujuan akhir)nya adalah Allah. Tentu pendapat tersebut sulit diterima oleh pikiran yang jernih.

Kalau Anda akan bepergian ke Jakarta, memakai mobil, bus, kereta api, atau pesawat, maka mobil, bus, kereta api dan pesawat tersebut disebut wasilah atau sarana.

Sedangkan jalur darat atau udara yang Anda lalui itu namanya jalan.

Dalam beragama, ghoyah (tujuan akhir) seseorang adalah Allah. Sedangkan agama yang dianut oleh setiap orang seperti Islam, Yahudi, Nasrani dan lain-lain, disebut jalan yang dilalui. Sedangkan amal shaleh yang dijadikan sarana mempercepat kepada Allah disebut dengan wasilah.

Dasar bahwa agama Islam disebut jalan yang dilalui dalam menuju Allah, dan bukan wasilah, adalah ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya Allah berfirman:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيم

َ
Tunjukilah kami jalan yang lurus. (QS al-Fatihah [1]:6).

Beberapa ulama salaf, menafsirkan jalan yang lurus (al-shirath al-mustaqim) dengan Islam. Beberapa riwayat disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya:

قال الضَّحَّاكُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ جِبْرِيلُ لِمُحَمَّدٍ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ «قُلْ يَا مُحَمَّدُ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ» يَقُولُ: اهْدِنَا الطَّرِيقَ الْهَادِيَ وَهُوَ دين الله الذي لا اعوجاج فِيهِ.


Al-Dhahhak berkata, Ibnu Abbas berkata: “Jibril berkata kepada Nabi Muhammad ‘alaihima al-salam:

“Katakanlah wahai Muhammad: “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”. Ibnu Abbas berkata:

“Maksudnya tunjukilah kami ke jalan yang menunjukkan, yaitu agama Allah yang tidak ada bengkok di dalamnya.”

وَقَالَ مَيْمُونُ بْنُ مِهْرَانَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: اهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقِيمَ قَالَ: ذَاكَ الْإِسْلَامُ.


Maimun bin Mihran berkata, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah: “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”. Ibnu Abbas berkata: “Itu adalah Islam”.

وَقَالَ إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّدِّيُّ الْكَبِيرُ عَنْ أَبِي مَالِكٍ وَعَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَنْ مُرَّةَ الْهَمْدَانِيِّ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَعَنْ نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ قَالُوا: هُوَ الْإِسْلَامُ.


Ismail bin Abdurrahman al-Suddi al-Kabir berkata: “Dari Abi Malik, dan Abi Shalih, dari Ibnu Abbas, dan dari Murrah al-Hamdzani dari Ibnu Mas’ud, dan dari beberapa orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”. Mereka berkata: “Jalan yang lurus tersebut adalah Islam”.

وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ جَابِرٍ اهْدِنَا الصراط المستقيم قال: هو الْإِسْلَامُ قَالَ: هُوَ أَوْسَعُ مِمَّا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ.


Abdullah bin Muhammad bin Aqil berkata, dari Jabir: “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”. Ia berkata: “Jalan yang lurus itu adalah Islam.” Ia berkata: “Ia lebih luas daripada jarak antara langit dan bumi.”

وَقَالَ ابْنُ الْحَنَفِيَّةِ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى اهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقِيمَ قَالَ: هُوَ دِينُ اللَّهِ الَّذِي لَا يَقْبَلُ مِنَ الْعِبَادِ غَيْرَهُ.


Ibnu al-Hanafiyah berkata mengenai firman Allah ta’ala: “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus.” Ia berkata: “Jalan yang lurus itu adalah agama Allah yang hanya agama tersebut diterima oleh Allah dari hamba-hamba-Nya.”

وَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ: اهْدِنَا الصراط المستقيم قال: هو الإسلام.


Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata: “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus.” Ia berkata: “Jalan yang lurus adalah Islam.” (Tafsir Ibnu Katsir, juz 1 hlm ).

Al-Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari sahabat Nawwas bin Sam’an, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الصراط الإسلام


“Jalan yang lurus adalah Islam”. (HR Ahmad juz 6 hlm 199).

Mengapa pendapat yang mengatakan bahwa Islam sebagai wasilah perlu diluruskan? Jawabannya pendapat tersebut, selain salah, juga khawatir menjerumuskan pada paham kaum liberal yang menganut paham pluralisme agama, yaitu suatu paham yang mengatakan bahwa, “Umat beragama lain pada dasarnya sama seperti umat muslim, yaitu sedang berusaha menuju-Nya. Semua pilihan orang lain harus dihargai, seperti diri kita ingin dihargai memilih wasilah agama Islam.”

Paham pluralisme agama, yang cenderung membenarkan dan menyamakan semua agama, dengan alasan Islam sebagai wasilah, bukan jalan hidup yang lurus, jelas bertentangan dengan konsep Islam yang paling mendasar. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِين

َ
Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS Alu-Imran [3]: 85).

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ الإسْلام

ُ
Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS Alu-Imran [3]: 19).

فَمَنْ يُرِدِ اللهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يُؤْمِنُون

َ
Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (QS al-An’am : 125).

Dalam ayat-ayat di atas sangat jelas, bahwa agama yang diterima oleh Allah hanyalah Islam. Hal ini jelas bertentangan dengan konsep pluralisme agama kaum liberal, yang menganggap semua agama sama sebagai wasilah.

Oleh karena itu, para ulama sangat tegas dalam memberikan vonis hukum terhadap pluralisme agama.

Al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami berkata dalam al-I’lam bi-Qawathi’ al-Islam sebagai berikut:

أَنَّ مَنْ لَمْ يُكَفِّرْ مَنْ دَانَ بِغَيْرِ اْلإِسْلاَمِ كَالنَّصَارَى أَوْ شَكَّ فِيْ تَكْفِيْرِهِمْ أَوْ صَحَّحَ مَذْهَبَهُمْ فَهُوَ كَافِرٌ وَإِنْ أَظْهَرَ مَعَ ذَلِكَ اْلإِسْلاَمَ وَاعْتَقَدَهُ. (ابن حجر الهيتمي، الإعلام بقواطع الإسلام، ص 237).


Sesungguhnya orang yang tidak mengkafirkan orang yang beragama selain Islam seperti orang-orang Kristiani, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan ajaran mereka, maka dia adalah orang kafir, meskipun ia menampakkan keislaman dan meyakininya. (Ibnu Hajar al-Haitami, al-I’lam bi-Qawathi’ al-Islam, hlm 237, dan al-Qadhi Iyadh, al-Syifa bi-Ta’rif Huquq al-Mushthafa, hlm 851, Imam al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, juz 7 hlm 290).

Lalu bagaimana dengan anggapan sebagian orang bahwa awal mula kesalahan beragama adalah salah menetapkan apa yang menjadi wasilah dan apa yang menjadi ghooyah dalam agama Islam. Maaf, yang salah sebenarnya anggapan beliau. Islam beliau anggap sebagai wasilah.

Padahal yang benar, Islam itu jalan yang harus dilalui.

Sebaiknya hati-hati dalam mengeluarkan suatu istilah atas nama agama.

Telaah dulu penjelasan para ulama, dalam kitab-kitab yang mu’tabar, lalu sampaikan dengan cara yang baik.

Jangan menjelaskan ajaran agama hanya berdasarkan nalar saja, tanpa dilandasi oleh dasar yang benar dan dapat diterima. Wallahu a’lam.

Kiai Muchlis Muhsin: Mantab KH Idrus Ramli

Habib Haidar Abdullah Shahab: Mantap sekali.
<-->

Akhirnya diskusi dianggap selesai karena Gus Nuril hanya diam tak berkutik tanpa ada klarifikasi

Tidak ada komentar: