قال مالك: لا، والله حتى يصيب الحق، ما الحق إلا واحد، قولان مختلفان يكونان صوابًا جميعًا؟ ما الحق والصواب إلا واحد. Imam Malik berkata “Tidak,demi Allah, hingga ia mengambil yang benar. Kebenaran itu hanya satu. Dua pendapat yang berbeda tidak mungkin keduanya benar, sekali lagi kebenaran itu hanya satu
Selasa, 30 Mei 2017
Sengaja tidak puasa romadhon tidak perlu mengqodho'?
من أفطر يوما من رمضان من غير رخصة لم يقضه وإن صام الدهر كله
“Orang yang sengaja tidak berpuasa pada suatu hari di bulan Ramadhan, padahal ia bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak akan dapat mengganti puasanya meski berpuasa terus menerus.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di Al’Ilal Al Kabir (116), oleh Abu Daud di Sunannya (2396), oleh Tirmidzi di Sunan-nya (723), Imam Ahmad di Al Mughni (4/367), Ad Daruquthni di Sunan-nya (2/441, 2/413), dan Al Baihaqi di Sunan-nya (4/228).
Hadits ini didhaifkan oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al Muhalla (6/183), Al Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173), juga oleh Al Albani di Dhaif At Tirmidzi (723), Dhaif Abi Daud (2396), Dhaif Al Jami’ (5462) dan Silsilah Adh Dha’ifah (4557). Namun, memang sebagian ulama ada yang menshahihkan hadits ini seperti Abu Hatim Ar Razi di Al Ilal (2/17), juga ada yang menghasankan seperti Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah (2/329) dan Al Haitsami di Majma’ Az Zawaid (3/171). Oleh karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai ada-tidaknya qadha bagi orang yang sengaja tidak berpuasa.
Yang benar -wal ‘ilmu ‘indallah- adalah penjelasan Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta (Komisi Fatwa Saudi Arabia), yang menyatakan bahwa “Seseorang yang sengaja tidak berpuasa tanpa udzur syar’i,ia harus bertaubat kepada Allah dan mengganti puasa yang telah ditinggalkannya.” (Periksa: Fatawa Lajnah Daimah no. 16480, 9/191)
Minggu, 28 Mei 2017
Apakah orang puasa yg lupa ditegur atau dibiarkan?
السؤال
هل إذا رأيت شخصاً صائماً في رمضان وهو يأكل او يشرب ناسيا وأنا أعلم أنه ناس لأني أحسبه من الصالحين فهل أذكره أم أدعه يشرب ويأكل. فقد أطعمه الله وسقاه. وهل في صوم التطوع يكون نفس الحكم
وجزاكم الله خيراً.....
Soal: apakah ketika saya melihat orang puasa romadhon sedangkan dia makan atau minum karena dan saya tahu dia lupa karena aku menyangkanya orang sholih,apakah saya menegurnya atau membiarkannya minum makan karena dia sedang diberi makan dan minum oleh alloh,apakah ketika dia puasa sunnah sama hukumnya?
الإجابــة
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فإن تعاطي الشرب والأكل وغيرهما من المفطرات في نهار رمضان من المنكر الذي لا يجوز إقراره ولا السكوت عليه، لذا يجب على من رأى صائماً في نهار رمضان يتناول مفطراً أن ينبهه لأن هذا من باب التعاون على البر والتقوى ومن تغيير المنكر، وكون المتعاطي ناسياً وليس عليه إثم لا يرفع ذلك الإثم عن من شاهد ذلك ولم يغير.
والله أعلم.
Sungguh melakukan minum makan dan selainnya yang membatalkan puasa di siang ramadhan termasuk kemungkaran yg tidak boleh mengakuinya dan diam terhadapnya,oleh karena itu wajib bagi yg melihat orang puasa di siang hari ramadhan melakukan hal yg membatalkannya harus menegurnya karena termasuk bab tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa dan merubah kemungkaran.
Adapun orang yg lupa tidak berdosa,tidak diangkat dosa bagi yg menyaksikannya dan tidak merubahnya.
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=22434
Demikian juga difatwakan syeikh utsaimin dan bin baz
http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.binbaz.org.sa/noor/9799&ei=rR_pjIq2&lc=id-ID&s=1&m=719&host=www.google.co.id&ts=1495972020&sig=ALNZjWmZv7q_u5nj7HtQg-wTsjSbvVWfsw
هل إذا رأيت شخصاً صائماً في رمضان وهو يأكل او يشرب ناسيا وأنا أعلم أنه ناس لأني أحسبه من الصالحين فهل أذكره أم أدعه يشرب ويأكل. فقد أطعمه الله وسقاه. وهل في صوم التطوع يكون نفس الحكم
وجزاكم الله خيراً.....
Soal: apakah ketika saya melihat orang puasa romadhon sedangkan dia makan atau minum karena dan saya tahu dia lupa karena aku menyangkanya orang sholih,apakah saya menegurnya atau membiarkannya minum makan karena dia sedang diberi makan dan minum oleh alloh,apakah ketika dia puasa sunnah sama hukumnya?
الإجابــة
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فإن تعاطي الشرب والأكل وغيرهما من المفطرات في نهار رمضان من المنكر الذي لا يجوز إقراره ولا السكوت عليه، لذا يجب على من رأى صائماً في نهار رمضان يتناول مفطراً أن ينبهه لأن هذا من باب التعاون على البر والتقوى ومن تغيير المنكر، وكون المتعاطي ناسياً وليس عليه إثم لا يرفع ذلك الإثم عن من شاهد ذلك ولم يغير.
والله أعلم.
Sungguh melakukan minum makan dan selainnya yang membatalkan puasa di siang ramadhan termasuk kemungkaran yg tidak boleh mengakuinya dan diam terhadapnya,oleh karena itu wajib bagi yg melihat orang puasa di siang hari ramadhan melakukan hal yg membatalkannya harus menegurnya karena termasuk bab tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa dan merubah kemungkaran.
Adapun orang yg lupa tidak berdosa,tidak diangkat dosa bagi yg menyaksikannya dan tidak merubahnya.
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=22434
Demikian juga difatwakan syeikh utsaimin dan bin baz
http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.binbaz.org.sa/noor/9799&ei=rR_pjIq2&lc=id-ID&s=1&m=719&host=www.google.co.id&ts=1495972020&sig=ALNZjWmZv7q_u5nj7HtQg-wTsjSbvVWfsw
Sabtu, 27 Mei 2017
Syubhat: Menurut Wahabi Ilmu Fiqih Itu Syirik dan Para Fuqoha Adalah Syetan
اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أرباباً من دون الله) فقال: فسرها رسول الله والأئمة من بعده بهذا الذي تسمونه الفقه وهو الذي سماه الله شركاً واتخاذهم ارباباً لا اعلم بين المفسرين خلافاً في ذلك
"Surat At-Taubah ayat 31; " Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah “, Syaikh berkata “ Rasulullah dan para imam setelahnya, menafsirkannya dengan yang mereka sebut sebagai ilmu FIQIH. Itulah yang Allah sebut sebagai SYIRIK dan menjadikan ulama fiqihnya sebagai ARBAB (Tuhan-tuhan), aku tidak mengetahui adanya perselisihan pendapat di antara ulama ahli tafsir tentang penafsiran seperti itu “. (Ad-Durar as-Saniyyah juz 2 halaman 59)
Dalam kitab al-Durar al-Saniyyah fi al-Ajwibat al-Najdiyyah, kumpulan fatwa-fatwa ulama Wahhabi sejak masa pendirinya, yang di-tahqiq oleh Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim, ulama Wahhabi kontemporer, mengatakan ada pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa ilmu fiqih dan kitab-kitab fiqih madzhab empat yang diajarkan oleh para ulama adalah ilmu syirik, sedangkan para ulama yang menyusunnya adalah syetan-syetan manusia dan jin.
Jawab : lucunya tuduhan ahli bid'ah...
Cuma bilang fiqih itu syirik kalau menjadikan ulama' sebagai tuhan yg pasti benar
maksudnya jangan taklid buta,bahkan para imam fiqih pun melarang taqlid buta semacam itu.
Apa buktinya beliau tidak mengkafirkan imam fiqih seperti imam syafii?
kalau kita baca teks secara utuh akan jelas tampak beliau menyebut para imam madzhab syafii seperti imam adzdzahabi,dll
وإن كنتم تزعمون أن أهل العلم على خلاف ما أنا عليه، فهذه كتبهم موجودة، ومن أشهرهم وأغلظهم كلام الإمام أحمد، كلهم على هذا الأمر، لم يشذ منهم رجل واحد ولله الحمد، ولم يأت عنهم كلمة واحدة أنهم أرخصوا لمن لم يعرف الكتاب والسنة في أمركم هذا، فضلاً عن أن يوجبوه. وإن زعمتم أن المتأخرين معكم، فهؤلاء سادات المتأخرين وقادتهم: ابن تيمية، وابن القيم، وابن رجب عندنا له مصنف مستقل في هذا، ومن الشافعية الذهبي وابن كثير وغيرهم؛ وكلامهم في إنكار هذا أكثر من أن يحصر. وبعض كلام الإمام أحمد ذكره ابن القيم في الطرق الحكمية فراجعه.
ومن أدلة شيخ الإسلام: {اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِنْ دُونِ اللَّهِ} 1 الآية، فقد فسرها رسول الله صلى الله عليه وسلم والأئمة بعده، بهذا الذي تسمونه: الفقه، وهو الذي سماه الله: شركاً، واتخاذهم أرباباً، لا أعلم بين المفسرين في ذلك اختلافاً.
Hukum Memakai Pemutih kulit
Kemajuan teknologi dan ilmu kedokteran saat ini bisa membuat kulit manusia lebih terlihat putih. Perlu dibedakan dengan “membuat putih” dengan membuat kulit “lebih sehat dan cemerlang” . Membuat kulit putih umumnya dengan mengurangi atau menghilangkan sel pigmen berwarna hitam pada kulit, sedangkan membuat “kulit lebih sehat dan cemerlang” ini menjaga kesehatan kulit dan memberikan nutrisi yang baik sehingga kulit bisa terlihat lebih putih dan cemerlang. Beberapa cara yang digunakan di zaman sekarang ini misalnya suntikan pemutih dan krim-krim pemutih.
Membuat putih kulit ada dua keadaan:
1) Mengubah menjadi putih, dirinci apakah mengubah sementara atau mengubah selamanya
2) Mengembalikan menjadi putih (warna semula), kulitnya berubah karena suatu hal misalnya penyakit
Pertama: mengubah menjadi putih
a) Mengubah putih untuk selamanya, maka ini diharamkan. Misalnya dengan operasi mengubah warna kulit. Ini termasuk mengubah ciptaan Allah yang diharamkan
Allah Ta’ala berfirman,
..وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ
“dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya”. (An-Nisa’ :119)
Diharamkan mengubah-ubah ciptaan Allah sebagaimana dalam hadits. Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ اللَّهُ الوَاشِمَاتِ وَالمُوتَشِمَاتِ، وَالمُتَنَمِّصَاتِ وَالمُتَفَلِّجَاتِ، لِلْحُسْنِ المُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Semoga Allah melaknat orang yang mentato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang minta dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan Allah.” [1]
As-Syaukani menjelaskan,
قوله (إلا من داء) ظاهره أن التحريم المذكور إنما هو فيما إذا كان لقصد التحسين لا لداء وعلة، فإنه ليس بمحرم
“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘kecuali karena penyakit’ dzahir maksudnya bahwa keharaman yang disebutkan,yaitu jika dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan, bukan untuk menghilangkan penyakit atau cacat, karena semacam ini tidak haram.”[2]
b) Jika mengubah menjadi putih sementara maka hukumnya boleh
Karena ini tidak termasuk mengubah ciptaan Allah. Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin ditanya mengenai hukum menggunakan krim pemutih, beliau menjawab:
وأما إذا كان يبيض الوجه في وقت معين ، وإذا غسل زال : فلا بأس به
“Adapun jika jika memutihkan wajah untuk sementara waktu, jika dicuci akan hilang, maka ini tidaklah mengapa.”[3]
Kedua: mengembalikan menjadi putih kembali karena berubah
Maka ini bukan termasuk mengubah ciptaan Allah, tetapi mengembalikan ciptaan Allah ke semula. Sebagaimana riwayat sahabat Urfujah bin As’ad radhiallahu ‘anhu, ia menggunakan emas untuk memperbaiki hidungnya, padahal emas haram bagi laki-laki.
أَنَّهُ أُصِيبَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
“Hidungnya terkena senjata pada peristiwa perang Al-Kulab di zaman jahiliyah. Kemudian beliau tambal dengan perak, namun hidungnya malah membusuk. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menggunakan tambal hidung dari emas.” [4]
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,
وأما الأدوية التي تزيل الكلف وتحسن الوجه للزوج فلا أرى بها بأسا
“Adapun obat yang bisa menghilangkan bintik noda dan memperbagus wajah bagi suami, saya berpendapat ini tidak mengapa (boleh).”[5]
Demikian yang bisa kami bahas, semoga bermanfaat
[1] HR. Bukhari 4886
[2] Nailul Authar, 6/229, Darul Hadits, Mesir, cet. I, 1413H, syamilah
[3] Fatwa Nurun ‘alad Darb, sumber: https://islamqa.info/ar/174371
[4] HR. An-Nasai 5161, Abu Daud 4232, dihasankan oleh Al-Albani
[5] Ahkamun nisaa’ 341-342
Hukum Menelan Lendir atau Dahak Bagi Orang yang Berpuasa
Tanya:
Apa hukumnya menelan lendir atau dahak bagi orang yang berpuasa?
Jawab:
Lendir, ataupun dahak apabila tidak sampai ke ujung mulut maka di tidak membatalkan puasa, sebagai satu-satunya pendapat di dalam madzhab, sedangkan bila sampai ke mulut lalu dia menelannya maka terdapat dua pendapat ulama dalam hal ini;
Sebagian dari mereka ada yang berkata, “Itu membatalkan puasa, dia dianggap sebagai makanan atau minuman”.
Sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwasanya puasanya tidak batal, dia dianggap sebagai liur/ludah, karena liur tidak membatalkan puasa sampai seandainya air liur itu bercampur dengan lendir puasanya tetap sah tidak rusak dengannya.
Apabila ulama berselisih, maka tempat berkembalinya adalah al-kitab (Al Qur’an) dan sunnah. Akan tetapi, apabila kita ragu-ragu tentang perkara ini, apakah dia merusak ibadah atau tidak?
Asal sesuatu adalah tidak rusaknya amalan tersebut, berdasarkan atas hal itu jadilah menelan dahak tidak membatalkan puasa.
Yang penting adalah hendaknya seseorang membuang dahak, tidak berusaha menariknya sampai ke mulut dari bagian bawah tenggorokannya, akan tetapi bila dahak itu keluar sampai mulut, maka hendaknya dia mengeluarkannya sama saja apakah dia sedang berpuasa atau tidak. Tentang batalnya puasa, masih memerlukan dalil untuk bisa dijadikan hujjah (alasan) manusia di hadapan Allah Jalla jalāluh dalam masalah rusaknya puasa.
———————————————-
Diketik ulang dari buku “Majmu’ Fatawa: Solusi Problematika Umat Islam Seputar Aqidah dan Ibadah” karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
Apa hukumnya menelan lendir atau dahak bagi orang yang berpuasa?
Jawab:
Lendir, ataupun dahak apabila tidak sampai ke ujung mulut maka di tidak membatalkan puasa, sebagai satu-satunya pendapat di dalam madzhab, sedangkan bila sampai ke mulut lalu dia menelannya maka terdapat dua pendapat ulama dalam hal ini;
Sebagian dari mereka ada yang berkata, “Itu membatalkan puasa, dia dianggap sebagai makanan atau minuman”.
Sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwasanya puasanya tidak batal, dia dianggap sebagai liur/ludah, karena liur tidak membatalkan puasa sampai seandainya air liur itu bercampur dengan lendir puasanya tetap sah tidak rusak dengannya.
Apabila ulama berselisih, maka tempat berkembalinya adalah al-kitab (Al Qur’an) dan sunnah. Akan tetapi, apabila kita ragu-ragu tentang perkara ini, apakah dia merusak ibadah atau tidak?
Asal sesuatu adalah tidak rusaknya amalan tersebut, berdasarkan atas hal itu jadilah menelan dahak tidak membatalkan puasa.
Yang penting adalah hendaknya seseorang membuang dahak, tidak berusaha menariknya sampai ke mulut dari bagian bawah tenggorokannya, akan tetapi bila dahak itu keluar sampai mulut, maka hendaknya dia mengeluarkannya sama saja apakah dia sedang berpuasa atau tidak. Tentang batalnya puasa, masih memerlukan dalil untuk bisa dijadikan hujjah (alasan) manusia di hadapan Allah Jalla jalāluh dalam masalah rusaknya puasa.
———————————————-
Diketik ulang dari buku “Majmu’ Fatawa: Solusi Problematika Umat Islam Seputar Aqidah dan Ibadah” karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
Shaf Para Wanita dalam Shalat Ketika Ada dan Tidak Ada Pembatas (antara Pria dan Wanita)
Pertanyaan:
Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa para wanita di bulan Ramadhan lebih mengutamakan shaf-shaf belakang menjadi penuh sesak dan menghalangi jalan bagi para wanita yang ingin pergi ke shaf-shaf depan; karena mereka mengamalkan sabda Rasulullah –Shallallaahu’alaihi wa sallam–, “Sebaik-baik shaf wanita adalah di belakang.” Mohon penjelasan?
Syaikh Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan menjawab:[1]
Apa yang disyariatkan untuk shaf kaum pria maka hal itu juga disyariatkan bagi shaf para wanita; baik dari segi pelurusan dan pengaturannya, penyempurnaan shaf pertama terlebih dahulu dan pengisian celah-celah kosong. Dan apabila tidak terdapat batas penghalang antara mereka dengan kaum pria, maka shaf yang terbaik bagi mereka adalah shaf paling belakang, karena tempat tersebut jauh dari shaf kaum pria, sebagaimana yang terdapat dalam hadits. Dan apabila shaf mereka dan shaf kaum pria terdapat batas pemisah, maka (menurut saya) yang terbaik bagi mereka adalah shaf pertama, karena apa yang dikhawatirkan (fitnah-pent) telah tiada, dan dikarenakan adanya maslahat dengan kedekatan kepada imam. Wallaahu a’lam.
—
Pertanyaan:
Apabila terdapat pembatas atau penghalang antara pria dan wanita di mesjid, apakah sabda Rasulullah –Shallallaahu’alaihi wa sallam–, “Sebaik-baik shaf kaum pria adalah yang pertama dan sejelek-jeleknya adalah yang di belakang, dan sebaik-baik shaf kaum wanita adalah yang paling belakang dan sejelek-jeleknya adalah yang paling depan” tetap berlaku?” Mohon penjelasan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin menjawab: [2]
Pendapat yang kuat (menurut saya) adalah bahwa yang menyebabkan shaf terakhir menjadi shaf terbaik bagi wanita adalah karena ia jauh dari kaum pria. Sebab sesungguhnya seorang wanita semakin jauh dari kaum pria maka hal itu akan lebih menjaga harga dirinya dan menjauhkan dari perbuatan keji.
Namun apabila tempat shalat kaum wanita terletak jauh dari kaum pria dan terpisah meskipun oleh batas penghalang atau dinding dan mereka mengikuti imam melalui pengeras suara, maka yang rajah (kuat) adalah shaf pertama lebih utama karena lebih dekat ke arah kiblat.
[1] Fatawa Nur Ala al-Darb (51-52).
[2] Fatawa al-Mar’ah (33-34)
Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa para wanita di bulan Ramadhan lebih mengutamakan shaf-shaf belakang menjadi penuh sesak dan menghalangi jalan bagi para wanita yang ingin pergi ke shaf-shaf depan; karena mereka mengamalkan sabda Rasulullah –Shallallaahu’alaihi wa sallam–, “Sebaik-baik shaf wanita adalah di belakang.” Mohon penjelasan?
Syaikh Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan menjawab:[1]
Apa yang disyariatkan untuk shaf kaum pria maka hal itu juga disyariatkan bagi shaf para wanita; baik dari segi pelurusan dan pengaturannya, penyempurnaan shaf pertama terlebih dahulu dan pengisian celah-celah kosong. Dan apabila tidak terdapat batas penghalang antara mereka dengan kaum pria, maka shaf yang terbaik bagi mereka adalah shaf paling belakang, karena tempat tersebut jauh dari shaf kaum pria, sebagaimana yang terdapat dalam hadits. Dan apabila shaf mereka dan shaf kaum pria terdapat batas pemisah, maka (menurut saya) yang terbaik bagi mereka adalah shaf pertama, karena apa yang dikhawatirkan (fitnah-pent) telah tiada, dan dikarenakan adanya maslahat dengan kedekatan kepada imam. Wallaahu a’lam.
—
Pertanyaan:
Apabila terdapat pembatas atau penghalang antara pria dan wanita di mesjid, apakah sabda Rasulullah –Shallallaahu’alaihi wa sallam–, “Sebaik-baik shaf kaum pria adalah yang pertama dan sejelek-jeleknya adalah yang di belakang, dan sebaik-baik shaf kaum wanita adalah yang paling belakang dan sejelek-jeleknya adalah yang paling depan” tetap berlaku?” Mohon penjelasan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin menjawab: [2]
Pendapat yang kuat (menurut saya) adalah bahwa yang menyebabkan shaf terakhir menjadi shaf terbaik bagi wanita adalah karena ia jauh dari kaum pria. Sebab sesungguhnya seorang wanita semakin jauh dari kaum pria maka hal itu akan lebih menjaga harga dirinya dan menjauhkan dari perbuatan keji.
Namun apabila tempat shalat kaum wanita terletak jauh dari kaum pria dan terpisah meskipun oleh batas penghalang atau dinding dan mereka mengikuti imam melalui pengeras suara, maka yang rajah (kuat) adalah shaf pertama lebih utama karena lebih dekat ke arah kiblat.
[1] Fatawa Nur Ala al-Darb (51-52).
[2] Fatawa al-Mar’ah (33-34)
dai aba-abal di bulan ramadhan
Panas rasa nya telinga kalau mendengar Penceramah Abal - Abal di Bulan Ramadhan ini..
Seperti Rasa Takut kepada Allah Subhanahu wa ta'ala sudah hilang pada diri mereka...
Mereka membawakan Hadits Palsu dan Dusta atas nama Nabi, dihadapan manusia.
Mereka tidak takut dengan ancaman keras dari Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam.
Diantara hadits Palsu yang sering dibawakan oleh para penceramah abal - abal adalah hadits palsu ini...
Surga Merindukan Empat Golongan
الجنة مشتاقة الى اربعة نفر تالى القران و حافظ اللسان و مطعم الجيعان و الصائمين فى شهر رمضان (الخباوى)
Artinya: “Surga rindu kepada empat golongan yaitu pembaca al Qur’an, penjaga lisan, pemberi makan orang yang kelaparan dan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.”
Hadits ini dibawakan oleh Utsman bin Hasan al-Khaubawi dalam kitab Duratun Nashihin nya yang dia dinukil dari kitab al Raunaq al Majlis (kitab hikayat).
Tidak ada sanad nya hadits ini, Tidak ada asal usul nya. Dan hadits ini dipalsukan oleh para pendusta hadits atas Nama Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam.
Dan Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam telah memperingatkan keras terhadap orang yang memalsukan hadits dan menyampaikan hadits...
Dari ‘Ali Radhiyallahu'anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ
“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh -terpercaya-, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata: “Dengan ini menjadi jelas dan teranglah bahwa meriwayatkan hadits maudhu’ -dari perowi pendusta- (hadits palsu) tidaklah dibolehkan (haram).” (Lihat kitab Al Kabair karya Imam Adz Dzahabi, hal. 28-29).
---oOo---
Saya mengajak para ikhwan, jika antum punya kesempatan untuk mengisi ceramah, maka isilah... karena kalau tidak, maka masyarakat akan senantiasa disodorin hadits - hadits palsu oleh penceramah yang tidak amanah...
Semoga dengan ceramah antum yang berisi hadits - hadits shahih, bisa membersihkan masyarakat dari hadits palsu...
Seperti Rasa Takut kepada Allah Subhanahu wa ta'ala sudah hilang pada diri mereka...
Mereka membawakan Hadits Palsu dan Dusta atas nama Nabi, dihadapan manusia.
Mereka tidak takut dengan ancaman keras dari Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam.
Diantara hadits Palsu yang sering dibawakan oleh para penceramah abal - abal adalah hadits palsu ini...
Surga Merindukan Empat Golongan
الجنة مشتاقة الى اربعة نفر تالى القران و حافظ اللسان و مطعم الجيعان و الصائمين فى شهر رمضان (الخباوى)
Artinya: “Surga rindu kepada empat golongan yaitu pembaca al Qur’an, penjaga lisan, pemberi makan orang yang kelaparan dan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.”
Hadits ini dibawakan oleh Utsman bin Hasan al-Khaubawi dalam kitab Duratun Nashihin nya yang dia dinukil dari kitab al Raunaq al Majlis (kitab hikayat).
Tidak ada sanad nya hadits ini, Tidak ada asal usul nya. Dan hadits ini dipalsukan oleh para pendusta hadits atas Nama Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam.
Dan Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam telah memperingatkan keras terhadap orang yang memalsukan hadits dan menyampaikan hadits...
Dari ‘Ali Radhiyallahu'anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ
“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh -terpercaya-, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata: “Dengan ini menjadi jelas dan teranglah bahwa meriwayatkan hadits maudhu’ -dari perowi pendusta- (hadits palsu) tidaklah dibolehkan (haram).” (Lihat kitab Al Kabair karya Imam Adz Dzahabi, hal. 28-29).
---oOo---
Saya mengajak para ikhwan, jika antum punya kesempatan untuk mengisi ceramah, maka isilah... karena kalau tidak, maka masyarakat akan senantiasa disodorin hadits - hadits palsu oleh penceramah yang tidak amanah...
Semoga dengan ceramah antum yang berisi hadits - hadits shahih, bisa membersihkan masyarakat dari hadits palsu...
ZIKIR ANTARA SALAT TARAWIH, APA HUKUMNYA?
✍🏻 Ibnul Haj Al Maliki (w. 737 H) mengatakan,
• - وَيَنْبَغِي لَهُ - أي : إمام المسجد - أَنْ يَتَجَنَّبَ مَا أَحْدَثُوهُ مِنْ الذِّكْرِ بَعْدَ كُلِّ تَسْلِيمَتَيْنِ مِنْ صَلَاةِ التَّرَاوِيحِ وَمِنْ رَفْعِ أَصْوَاتِهِمْ بِذَلِكَ وَالْمَشْيِ عَلَى صَوْتٍ وَاحِدٍ فَإِنَّ ذَلِكَ كُلَّهُ مِنْ الْبِدَعِ
❌📿 Seyogianya bagi imam masjid untuk menjauhi zikir yang diada-adakan setelah dua salam pada salat tarawih, dengan suara keras, dan melafalkannya dengan berbarengan karena itu semuanya termasuk bidah.
وَكَذَلِكَ يَنْهَىٰ عَنْ قَوْلِ الْمُؤَذِّنِ بَعْدَ ذِكْرِهِمْ بَعْدَ التَّسْلِيمَتَيْنِ مِنْ صَلَاةِ التَّرَاوِيحِ : الصَّلَاةَ يَرْحَمُكُمْ اللَّهُ فَإِنَّهُ مُحْدَثٌ أَيْضًا
🗯📣❌ Demikian pula, dilarang ucapan muazin setelah zikir bakda dua salam dari salat tarawih, "As sholatu yarhamukumullah" karena itu juga perkara yang diadakan.
وَالْحَدَثُ فِي الدِّينِ مَمْنُوعٌ وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ثُمَّ الْخُلَفَاءِ بَعْدَهُ ثُمَّ الصَّحَابَةِ - رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِينَ - وَلَمْ يُذْكَرْ عَنْ أَحَدٍ مِنْ السَّلَفِ فِعْلُ ذَلِكَ
⛔️ Perkara yang diadakan di dalam agama ini hukumnya terlarang.
👣 Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam kemudian para khulafaur Rasyidin setelahnya, lalu para shahabat ridhwanullahi 'alaihim ajma'in.
📛 Perbuatan ini tidak disebutkan dari seorang salaf pun."
📚 Referensi: Al Madkhal 2/294
Syubhat : DZIKIR ANTARA TARAWIH WARISAN SALAF
Al-Imam ‘Alauddin Abu Bakar bin Mas’ud al-Kasani al-Hanafi, radhiyallaahu ‘anhu, berkata dalam kitabnya, Bada’i’ al-Shana’i’ fi Tartib al-Syara’i’:
وَمِنْهَا أَنَّ الإِمَامَ كُلَّمَا صَلَّى تَرْوِيحَةً قَعَدَ بَيْنَ التَّرْوِيحَتَيْنِ قَدْرَ تَرْوِيحَةٍ يُسَبِّحُ، وَيُهَلِّلُ وَيُكَبِّرُ، وَيُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَيَدْعُو وَيَنْتَظِرُ أَيْضًا بَعْدَ الْخَامِسَةِ قَدْرَ تَرْوِيحَةٍ؛ لأَنَّهُ مُتَوَارَثٌ مِنْ السَّلَفِ (الإمام علاء الدين الكاساني، بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع، ج 1 ص 290).
“Di antara kesunnahan tarawih adalah, sesungguhnya setiap Imam dapat satu salam tarawih, maka ia duduk di antara dua tawarih kira-kira satu tarawih seraya membaca tasbih, tahlil, takbir dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia juga berdoa dan menunggu setelah salam tarawih yang kelima kira-kira satu tarawih. Karena demikian itu telah diwariskan dari kaum salaf.” (Al-Imam Abu Bakar bin Mas’ud al-Kasani al-Hanafi (wafat th 587 H), Bada’i’ al-Shana’i’ fi Tartib al-Syara’i’ juz 1 hlm 290).
Jawab:
pertama: maksudnya beliau ingin menjelas kadar satu tarwihah yaitu cukup untuk bertasbih,tahlil,takbir dan sholawat alias tidak tergesa-gesa melanjutkan.
Kedua, kalau pun para salaf mengucapkan demikian tidak masalah karena membaca sendiri tidak berjamaah seperti ahli bid'ah jaman sekarang
ketiga, apalagi kalau kita baca lanjutan teksnya jelas yg shohih tidak dianjurkan setelah salam kelima karena itu bukan ajaran salaf.
وقال الكاساني في البدائع 1/ 291: (ومنها: أن الإمام كلما صلى ترويحة قعد بين الترويحتين قدر ترويحة يسبح ويهلل ويكبر، ويصلي على النبي صلى الله عليه وسلم، ويدعو. وينتظر أيضاً بعد الخامسة قدر ترويحة، لأنه متوارث من السلف. وأما الاستراحة بعد خمس تسليمات فهل تستحب؟ قال بعضهم: نعم، وقال بعضهم: لا تستحب وهو الصحيح، لأنه خلاف عمل السلف والله الموفق).
Keempat, apalagi telah nampak jelas pengingkaran para ulama salaf terdahulu
وسئل العلامة ابن حجر الهيتمي رحمه الله تعالى: هل تسن الصلاة عليه صلى الله عليه وسلم بين تسليمات التراويح
أو هي بدعة ينهى عنها؟ (فأجاب): بقوله: الصلاة في هذا المحل بخصوصه لم نر شيئًا في السنة ولا في كلام
أصحابنا فهي بدعة ينهى عنها من يأتي بها بقصد كونها سنة في هذا المحل بخصوصه دون من يأتي بها لا بهذا
القصد، كأن يقصد أنها في كل وقت سنة من حيث العموم بل جاء في أحاديث ما يؤيد الخصوص إلا أنه غير كاف
في الدلالة لذلك. انتهى.�
Kamis, 11 Mei 2017
Syubhat: ibnu taimiyyah pecinta shalat nisfu sya'ban
Syubhat:
Ibnu Taimiyah ketika ditanya mengenai shalat Nisfu Sya’ban, beliau rahimahullah menjawab, “Jika seseorang shalat pada malam nisfu sya’ban sendiri atau di jama’ah yang khusus sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian salaf, maka itu suatu hal yang baik. Adapun jika dilakukan dengan kumpul-kumpul di masjid untuk melakukan shalat dengan bilangan tertentu, seperti berkumpul dengan mengerjakan shalat 1000 raka’at, dengan membaca surat Al Ikhlas terus menerus sebanyak 1000 kali, ini jelas suatu perkara bid’ah, yang sama sekali tidak dianjurkan oleh para ulama.” (Majmu’ Al-Fatawa, 23: 131)
Jawab: yg beliau maksud adalah shalat seperti biasa,bukan shalat khusus nisfu sya'ban
Ibnu Taimiyah juga mengatakan, “Adapun tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban terdapat beberapa hadits dan atsar, juga ada nukilan dari beberapa ulama salaf bahwa mereka melaksanakan shalat pada malam tersebut. Jika seseorang melakukan shalat seorang diri ketika itu, maka ini telah ada contohnya di masa lalu dari beberapa ulama salaf. Inilah dijadikan sebagai pendukung sehingga tidak perlu diingkari.” (Majmu’ Al-Fatawa, 23: 132)
‘Abdullah bin Al Mubarak rahimahullah pernah ditanya mengenai turunnya Allah pada malam Nisfu Sya’ban, lantas beliau pun memberi jawaban pada si penanya, “Wahai orang yang lemah! Yang engkau maksudkan adalah malam nisfu Sya’ban?! Perlu engkau tahu bahwa Allah itu turun di setiap malam (bukan pada malam nisfu Sya’ban saja, -pen).” Dikeluarkan oleh Abu ‘Utsman Ash Shobuni dalam I’tiqod Ahlis Sunnah (92).
Minggu, 07 Mei 2017
HARUSKAN MENYEIMBANGKAN SHAF KANAN KIRI ???
Pertanyaan :
Apakah shaf itu dimulai dari kanan, atau dari belakang imam? apakah disyariatkan keseimbangan antara kanan dan kiri?, sehingga dikatakan seimbangkanlah shaf, sebagaimana yang dilakukan oleh para imam?
Jawab :
Shaf dimulai dari tengah, dibelakang imam dan bagian kanan shaf kebih afdhal dari bagian sebelah kiri.
Dan yang wajib adalah, tidak membuat shaf (baru) sampai sempurna dulu shaf yang ada di dipannya, dan tidaklah salah bila jama'ah pada bagian sebelah kanan shaf lebih banyak dari pada sebelah kiri, dan tidak perlu keseimbangan, bahkan perintah untuk menyeimbangkan antara kiri dan kanan adalah menyalahi sunnah, tapi tidak membuat shaf kedua terlebih dahulu sebelum shaf pertama benar-benar penuh.
(fatwa syaikh bin baz, dalam kitab soal- jawab tentang rukun islam halaman: 124).
Hal ini karena pada prinsipnya bila ma’mum lebih dari satu orang maka ma`mum berbaris lurus dan rapat di belakang imam di mana posisi imam berada di tengah. Jika datang menyusul ma’mum yang lain lagi maka hendaklah mengisi shaf kanan lebih dahulu, baru kemudian shaf kiri (HR. Abu Dawud & Muslim, dari Jabir)
hukum smile emoticon
Fatwa syaikh bin baz
بسم الله و الصلاة والسلام على رسول الله…اما بعد
Hal ini masuk dalam keumuman larangan Nabi tentang gambar dan wajibnya menghapusnya.sebagaimana dalam hadits Aliرضي الله عنه secara marfu’:
dari Hayyan bin Husain dia berkata,:telah mengatakan kepadaku Ali رضي الله عنه ketahuilah aku akan mengutusmu atas apa yang Rosulullah telah mengutusku dengannya:Janganlah kamu biarkan ada suatu gambarpun kecuali kamu harus menghapusnya dan tidaklah ada kubur yang ditinggikan kecuali kamu meratakannya(riwayat Muslim,abu dawud dan At tirmidzi).demikian juga sebagaimana dikabarkan oleh Nabi:bahwa orang yang menggambar sesuatu yang terkandung didalamnya ruh.akan diadzab di neraka jahannam ,dan demikian dikabarkan juga dalam beberapa hadits lainnya. Walaupun para ulama berbeda pendapat tentang gambar fotografi modern,akan tetapi mereka tidak berselisih dalam dua keadaan yang dikandung semuanya dalam syareat.
Pertama:gambar 3 dimensi seperti patung dan yang semisalnya
Kedua:Gambar lukisan(makhluk bernyawa)…seperti termasuk juga gambar-gambar (emoticon)yang sering muncul di internet.
adapun pendapat yang mengatakan bukan gambar,tidaklah benar. Karena adanya dua mata dan bibir dengan bentuk bulat seperti ini merupakan gambar secara nyata yang Jibril عليه السلام memerintahkan agar memotongnya sehingga tidak berwujud gambar lagi.Sebagaimana disebutkan dalam hadits:bahwa jibril menolak masuk kedalam rumah Rasulullah karena adanya gambar didepan pintu rumah beliau.Pada hari berikutnya Jibril mengatakan:perintahkanlah untuk memotong kepala gambar tersebut,sehingga sampai menyerupai pohon”.(DishahihkanAl Albany dalam Ghayatul Maram).
Hal ini menunjukkan bahwa suatu bentuk gambar kepala yang bila dipotong maka gambar yang tersisa tersebut seolah-olah bentuknya menjadi seperti pohon.Wallahulmusta’an. Dari kitab Al Qoulul Mufid fi hukmi At tashwir lissyaikh bin baz
Fatwa syaikh zaid Al Madkhaly
Pertanyaan ini ditranskrip dari kaset Syaikh Zaid Al Madkhaly ketika menjawab pertanyaan,diantaranya tentang gambar emoticon dan smiley dalam aplikasi mesengger
Penanya:apa hukum gambar yang terkandung di dalamnya ruh dalam komputer yang biasa dikirimkan diantara ikhwah yang melakukan chatting,dalam rangka mengungkapkan ucapannya seperti gambar laki-laki yang tersenyum menunjjukan keadaan ridla,atau gambar orang yang sedang marah menunjjukkan dia juga sedang marah.
Maka dijawab oleh As syaikh:
Beberapa istilah tersebut tidak ada dasarnya dalam syareat,dan tidak adakebutuhan penggunaan gambar kecuali karena darurat.Dalam hal ini tidak ada unsur darurat.Simbol-simbol tersebut tidak ada dasarnya,dan kami tidak membolehkan hal tersebut.Adapun bila ada kebutuhan sebagian mereka dengan sebagian yang lainnya maka hendaknya menggunakan perantaraan(yang diprerbolehkan-pent).Adapun simbol-simbol seperti ini,yang menunjukan tanda keridlaan dan kemarahan,hal tersebut bukan termasuk dari manhaj ahlussunnah wal jama’ah.
Sumber:ajurry.com
المصدر: منتديات الامام الآجري
WA Miratsul Anbiya Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)