Sabtu, 07 November 2015

Mbah maimun : Kembalikan islam ke timur agar tidak hillang



KH Maimun Zubair, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang Jawa Tengah menolak dicalonkan jadi Rais Aam PBNU. “Wong kulo sampun tuwo (saya sudah tua), umur 87,” kata Mbah Maimun, panggilan akrab Kiai Maimun Zubair saat menerima KH Ir Salahuddin Wahid (Gus Solah) kemarin (15/3).
Gus Solah didampingi KH Abdurrahman Utsman, ustadz senior Tebuireng, silaturahim ke Mbah Maimun di Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang Jawa Tengah. Meski kondisi kesehatan Mbah Maimun agak terganggu tapi kiai kharismatik itu tetap bersemangat ketika berbicara tentang NU. Sekitar satu jam Gus Solah bersama Mbah Maimun di dalemnya di Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang Jawa Tengah.
“Kembalikan NU ke Timur, agar NU tak hilang,” kata Mbah Maimun. Apa maksud isyarat kiai kharismatik ini? Ternyata yang dimaksud Mbah Maimun agar NU dikembalikan ke Pesantren Tebuireng. Artinya, Mbah Maimun mendukung Gus Solah sebagai ketua umum PBNU.
Ada beberapa alasan Mbah Maimun mendukung Gus Solah, antara lain, PBNU kini kurang bisa meneruskan ide Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Selain itu, kata Mbah Maimun, PBNU kini sulit diarahkan karena ada orang seperti Ulil Abshar Abdalla.
Kenapa dengan Ulil? Mbah Maimun mengaku mendapat banyak pengaduan dari masyarakat.
Gus Solah kemarin menyampaikan informasi munculnya beberapa nama yang disebut-sebut pantas menjabat Rais Aam, antara lain KH Tholhah Hasan, KH Ma’ruf Amin, KH Hasyim Muzadi, dan KHA Mustofa Bisri (Gus Mus). Tapi ketika menyebut nama Gus Mus, Mbah Maimun langsung menukas, “Tiang-tiang (orang-orang) lapor karena ada Ulil,” katanya.
Ulil adalah menantu Gus Mus yang selama ini dikenal sebagai tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL). Berkali-kali Ulil menjadi topik pembicaraan nasional karena pemikirannya yang kontroversial, terutama karena menganggap semua agama sama.
“Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar,” kata Ulil seperti dikutip Majalah Gatra edisi 21 Desember 2002.
“Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan, semua agama adalah tepat berada pada jalan seperti itu, jalan panjang menuju Yang Maha Benar. Semua agama, dengan demikian, adalah benar, dengan variasi, tingkat dan kadar kedalaman yang berbeda-beda dalam menghayati jalan religiusitas itu. Semua agama ada dalam satu keluarga besar yang sama: yaitu keluarga pecinta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada ujungnya,” kata Ulil seperti dikutip Kompas edisi 18 Nopember 2002.
Islam, menurut Ulil, adalah sebuah “organisme” yang hidup dan dinamis sesuai dengan perkembangan manusia. Bukan monumen yang dipahat pada abad ke-7 Masehi, lalu dianggap sebagai “patung” indah tak boleh disentuh tangan sejarah.
Intinya, menurut Ulil, diperlukan penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur di dalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat, dan mana yang merupakan nilai fundamental. ”Mana ajaran dalam Islam yang merupakan pengaruh kultur Arab dan mana yang tidak.” tulis Ulil.
Ulil mencoba membuat contoh aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab yang tak perlu diikuti. Misalnya jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab.
Jilbab intinya adalah mengenakan pakaian yang memenuhi standar kepantasan umum. Kepantasan sifatnya fleksibel dan berkembang sesuai perkembangan kebudayaan manusia. Begitu seterusnya.
Ulil juga memperbolehkan nikah beda agama. Karena, menurut Ulil, Al-Quran memperbolehkan. Ia menunjuk Surat Al-Maidah ayat 5. Intinya, seorang lelaki diperbolehkan nikah dengan perempuan Nasrani dan Yahudi.Dalam ayat ini, kata Ulil, tidak ada keterangan, perempuan muslimat dilarang nikah dengan laki-laki non muslim. Jadi boleh saja.
Menurut dia, kalangan pesantren atau akademisi Islam, tidak melihat ada yang aneh dalam pemikirannya itu. Termasuk mertuanya sendiri, Gus Mus, tidak mempermasalahkan substansi yang dia lontarkan. Hanya metode dan cara penyampaiannya berbeda dari apa yang disampaikan kalangan kiai sepuh. ”Mertua saya tak keberatan atas substansi yang saya sampaikan,” ujarnya seperti dikutip Suara Merdeka (Rabu,18/12/2002).
Apa yang disampaikan Ulil soal Gus Mus bisa jadi benar. A Dardiri Zubairi, seorang penulis di Kompasiana mengaku mengikuti dialog Gus Mus di sebuah pondok pesantren di Sumenep Madura. Menurut dia, ada peserta dialog yang mempertanyakan keterlibatan Ulil di JIL. Apa jawab Gus Mus?
”Gus Mus (semoga saya tidak salah mendengar) menjawab begini: Saya tidak merisaukan keterlibatan Ulil di JIL, yang penting Ulil tidak boleh berhenti belajar. Jika berhenti belajar, orang akan jatuh pada kesombongan,” tulis Dardiri Zubairi di Kompasiana, 17 Maret 2011.

Tidak ada komentar: