🗃📝🗃📝🗃📝🗃📝🗃📝🗃
Bismillah
📢 *TELAH DIBUKA PENDAFTARAN TTQ BUNAYYATI ANGKATAN KEDUA* Tahun Ajaran 2018/2019
💞💞💞💞💞💞💞
Taman Tahfidzul Qur'an (TTQ) Bunayyati adalah pendidikan anak usia dini yang hadir untuk mendidik generasi umat diatas manhaj salafus sholih berbasis *Tahfidzi dan Fun active learning* untuk membekali peserta didik menuju jenjang pendidikan berikutnya.
✅ Tahfidzi
Menghafal Al Qur'an secara intensif selama KBM dengan metode *Ummi* utk menanamkan kecintaan pada kalamulloh dan menstimulus kecerdasan anak sejak dini
✅ Fun Active Learning
Penyajian pembelajaran yang menyenangkan dg beragam permainan edukasi
☘ *Jenjang TTQ Bunayyati wajib ditempuh selama 2 tahun*
☝🏻Kelas I'dad ( setara TK A)
✌🏻Kelas Takmily (setara TK B)
🌱 *Materi Pembelajaran*
Hafalan Juz'Amma, Hadits Shohih, Do'a Harian, Tauhid, Fiqh Ibadah, Siroh, Calis (baca tulis) Arab dan Latin, Berhitung, Bahasa, Sains, Seni dan Kreatifitas, Riyadhoh, Kemandirian dan Adab sesuai sunnah Nabi.
📑 *Syarat Pendaftaran*
1⃣ Usia minimal 4 tahun per Juli 2018
2⃣ Mengisi Formulir pendaftaran dan membayar pendaftaran sebesar Rp 100.000,- mulai 08 - 31 Januari 2018
3⃣ Mengikuti *Observasi Siswa* berupa oral test pada tanggal 17 Februari 2018.
💌 *Syarat Masuk TTQ*
🎊 Telah mengikuti Observasi Siswa
📝 Mengisi formulir biodata diri
📑 FC akta kelahiran 2 lembar
📄 FC KK 1 lembar
🖼 Foto berwarna 3x4 (3 lembar) dan 4x6 (2 lembar)
💰Melunasi administrasi paling lambat 25 Mei 2018.
💰 *Biaya Administrasi*
3 stel seragam, buku, perangkat edukasi dan sarana prasarana sebesar ➡
Putra: Rp 850.000,-
Putri : Rp 870.000,-
🏡 *Alamat Sekolah*
Perum. Mutiara Bekasi Jaya Blok B2 No. 39 Cibarusah Bekasi
☎ 085727985668 (wa/sms/telp)
👑 *Kuota 24 siswa*
🎁 By:
Mudir : Thoyib Muttaqi, Lc
🌻TTQ Bunayyati *Cerdas Ceria Cinta Al Qur'an* 🌻
🌐🌐🌐🌐🌐🌐🌐🌐🌐🌐🌐
قال مالك: لا، والله حتى يصيب الحق، ما الحق إلا واحد، قولان مختلفان يكونان صوابًا جميعًا؟ ما الحق والصواب إلا واحد. Imam Malik berkata “Tidak,demi Allah, hingga ia mengambil yang benar. Kebenaran itu hanya satu. Dua pendapat yang berbeda tidak mungkin keduanya benar, sekali lagi kebenaran itu hanya satu
Minggu, 31 Desember 2017
Alat musik tidak bisa diharamkan?
Katanya alat musik itu seperti pisau ?!
=====
Kalau pisau hukumnya boleh, bahkan sangat dianjurkan, bila digunakan untuk menyembelih hewan kurban... tapi hukumnya menjadi haram, bila digunakan untuk menyembelih manusia yg tidak bersalah.. begitu pula alat musik !!
Dia mengatakan bahwa hukum itu tidak berkaitan dg benda, tapi berkaitan dg perbuatan seseorang terhadap benda itu.
Jawaban:
Memang logika yang kelihatan ilmiah dan masuk akal, tapi ganjilnya: mengapa semua imam empat sepakat akan haramnya alat musik?!
Syeikhul Islam -rohimahulloh- mengatakan:
"Madzhab Imam Empat; bahwa alat-alat musik itu semuanya haram... dan tidak ada seorang pun dari pengikut para imam yg menyebutkan ada beda pendapat dalam (haramnya) alat musik". [Majmu' Fatawa 11/576].
Bahkan beberapa ulama mengatakan, bahwa dahulu para ulama sepakat (Ijma') dalam masalah haramnya alat musik ini.
Jika demikian, berarti hanya ada dua kemungkinan: logika dia yang salah, atau semua ulama dahulu yang salah?! konsekuensi yang sungguh berat.. jika kita membenarkan logikanya, berarti kita akan menyalahkan Imam Syafii, Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan para imam lainnya -rohimahumulloh-.
Pertanyaan sederhana, apakah dia lebih alim dan lebih bertakwa dari para imam tersebut? saya yakin semua akan menjawab, "tidak", karena perbandingannya sangatlah kontras.
Jika demikian, dimana salahnya logika dia? Salahnya ada pada penerapan contohnya, harusnya dia mencontohkannya demikian:
"Jika alat musik itu dipakai untuk memukul anjing yang sedang menggigit orang, maka dibolehkan, bahkan bisa jadi diwajibkan... tapi kalau alat musik itu dipakai untuk bermusik, maka diharamkan".
Mengapa demikian, karena alat musik berbeda dengan pisau.. bedanya, tidak ada hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yg melarang pisau secara khusus.. sedang alat musik, di sana ada banyak hadits sahih yang melarangnya.. dan tidaklah alat musik dilarang, melainkan karena kegunaan dia untuk bermusik, jika bukan karena ini, tentunya tidak pantas bagi Nabi -shallallahu alaihi wasallam- untuk melarang alatnya.
Hal ini seperti larangan dalam khamr (semua yg memabukkan), apakah kita boleh mengatakan bahwa bila khamr digunakan untuk menghangatkan badan maka boleh, sedang bila digunakan untuk mabuk tidak boleh?! Tentu kita akan menjawab tidak! Kenapa demikian, karena khamr tidaklah diharamkan, melainkan karena kegunaan dia untuk mabuk.
Kalau kita pakai kaidah "bahwa hukum itu tidak berkaitan dengan bendanya, tapi berkaitan dengan perbuatan seseorang terhadap benda itu", maka jika diterapkan pada khamr, harusnya contohnya seperti ini:
"Jika khamr dipakai untuk membersihkan wc, maka dibolehkan.. tapi jika khamr itu dipakai untuk mabuk, maka tidak boleh".. Seperti inilah seharusnya sebuah kaidah diterapkan.
Sungguh sangat fatal apabila seseorang tahu sebuah kaidah, tapi ngawur dalam menerapkannya.. inilah yang menyebabkan pendapat² orang di zaman ini seringkali menyelisihi pendapat para imam, bahkan menyelisihi ijma' atau kesepakatan para ulama terdahulu.
Silahkan dishare... semoga bermanfaat...
=====
Kalau pisau hukumnya boleh, bahkan sangat dianjurkan, bila digunakan untuk menyembelih hewan kurban... tapi hukumnya menjadi haram, bila digunakan untuk menyembelih manusia yg tidak bersalah.. begitu pula alat musik !!
Dia mengatakan bahwa hukum itu tidak berkaitan dg benda, tapi berkaitan dg perbuatan seseorang terhadap benda itu.
Jawaban:
Memang logika yang kelihatan ilmiah dan masuk akal, tapi ganjilnya: mengapa semua imam empat sepakat akan haramnya alat musik?!
Syeikhul Islam -rohimahulloh- mengatakan:
"Madzhab Imam Empat; bahwa alat-alat musik itu semuanya haram... dan tidak ada seorang pun dari pengikut para imam yg menyebutkan ada beda pendapat dalam (haramnya) alat musik". [Majmu' Fatawa 11/576].
Bahkan beberapa ulama mengatakan, bahwa dahulu para ulama sepakat (Ijma') dalam masalah haramnya alat musik ini.
Jika demikian, berarti hanya ada dua kemungkinan: logika dia yang salah, atau semua ulama dahulu yang salah?! konsekuensi yang sungguh berat.. jika kita membenarkan logikanya, berarti kita akan menyalahkan Imam Syafii, Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan para imam lainnya -rohimahumulloh-.
Pertanyaan sederhana, apakah dia lebih alim dan lebih bertakwa dari para imam tersebut? saya yakin semua akan menjawab, "tidak", karena perbandingannya sangatlah kontras.
Jika demikian, dimana salahnya logika dia? Salahnya ada pada penerapan contohnya, harusnya dia mencontohkannya demikian:
"Jika alat musik itu dipakai untuk memukul anjing yang sedang menggigit orang, maka dibolehkan, bahkan bisa jadi diwajibkan... tapi kalau alat musik itu dipakai untuk bermusik, maka diharamkan".
Mengapa demikian, karena alat musik berbeda dengan pisau.. bedanya, tidak ada hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yg melarang pisau secara khusus.. sedang alat musik, di sana ada banyak hadits sahih yang melarangnya.. dan tidaklah alat musik dilarang, melainkan karena kegunaan dia untuk bermusik, jika bukan karena ini, tentunya tidak pantas bagi Nabi -shallallahu alaihi wasallam- untuk melarang alatnya.
Hal ini seperti larangan dalam khamr (semua yg memabukkan), apakah kita boleh mengatakan bahwa bila khamr digunakan untuk menghangatkan badan maka boleh, sedang bila digunakan untuk mabuk tidak boleh?! Tentu kita akan menjawab tidak! Kenapa demikian, karena khamr tidaklah diharamkan, melainkan karena kegunaan dia untuk mabuk.
Kalau kita pakai kaidah "bahwa hukum itu tidak berkaitan dengan bendanya, tapi berkaitan dengan perbuatan seseorang terhadap benda itu", maka jika diterapkan pada khamr, harusnya contohnya seperti ini:
"Jika khamr dipakai untuk membersihkan wc, maka dibolehkan.. tapi jika khamr itu dipakai untuk mabuk, maka tidak boleh".. Seperti inilah seharusnya sebuah kaidah diterapkan.
Sungguh sangat fatal apabila seseorang tahu sebuah kaidah, tapi ngawur dalam menerapkannya.. inilah yang menyebabkan pendapat² orang di zaman ini seringkali menyelisihi pendapat para imam, bahkan menyelisihi ijma' atau kesepakatan para ulama terdahulu.
Silahkan dishare... semoga bermanfaat...
Hadits itu baru ada 200 tahun setelah wafat nabi?
Hadits baru ada (dibukukan) 200 tahun setelah wafatnya Nabi -shallallahu alaihi wasallam-?!
=====
Inilah adalah dakwaan dusta, dan tak berdasar sama sekali.
Karena sejak Nabi -shallallahu alaihi wasallam- masih hidup, beliau telah memberikan izin kepada sebagian sahabatnya untuk menulis hadits.
Hal ini sebagaimana perkataan Sahabat Abu Hurairah -radhiallahu anhu-: "Tidak ada seorang pun dari sahabat Nabi -shallallahu alahi wasallam- yang haditsnya lebih banyak daripada aku, kecuali Abdullah bin 'Amr, karena dia dulu MENCATAT sedang aku tidak". [HR. Bukhari: 113].
Dan masih banyak sahabat yg memiliki catatan hadits² sebagaimana telah disebutkan oleh pakar hadits Al-Khatib dalam kitabnya "Taqyidul Ilmi" (membukukan ilmu).
Sahabat Anas bin Malik juga pernah takjub kepada sebuah hadits yg dia dengar, kemudian mengatakan kepada anaknya: "CATATLAH", dan anaknya pun mencatatnya. [HR. Muslim: 54].
Seorang dari kalangan tabi'in Basyir bin Nahik -rahimahullah- pernah mengatakan: "Aku telah menulis dari Abu Hurairah sebuah KITAB, lalu ketika aku ingin berpisah dengannya aku mengatakan kepadanya: 'wahai Abu Hurairah, sungguh aku telah menulis kitab darimu, bolehkah aku meriwayatkannya darimu?', maka dia mengatakan: 'iya, riwayatkanlah itu dariku'.". [Atsar shahih riwayat Alkhatib dalam Taqyidul Ilmi: 203, dan yg lainnya].
Bahkan Imam Bukhari -rahimahullah- mengatakan dalam shahihnya: "Umar bin Abdul Aziz (w 101 H) telah mengirimkan surat perintah kepada Abu Bakar bin Hazm (yg isinya): lihatlah hadits-hadits Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- dan bukukanlah, karena aku khawatir dengan hilangnya ilmu dan perginya para ulama". [Shahih Bukhari 1/31].
Dan masih banyak nukilan-nukilan kabar tentang pembukuan hadits Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, dan itu telah dimulai sejak beliau masih hidup, bukan 200 tahun setelah beliau wafat.
Ingatlah hadits-hadits Nabi telah Allah jaga kemurniannya, sebagaimana kemurnian Alqur'an.. karena Allah memang ingin menjaga kemurnian agamanya hingga hari akhir.. dan itu tidak akan terwujud kecuali dg menjaga kemurnian keduanya yg merupakan sumber utama agama ini.
Oleh karenanya, jangan dengarkan ocehan orang-orang yg meragukan keduanya atau salah satunya... jika ada hadits-hadits yg lemah dan palsu, bukan berarti semuanya juga demikian... karena para ulama sudah menjelaskan dg sangat detail, mana hadits yg shahih dan mana hadits yg lemah.
Justru itulah bukti penjagaan Allah terhadap hadits² Nabi shallallahu alaihi wasallam agar tetap murni, meski banyak yg ingin menyusupkan hadits lemah dan palsu, ternyata Allah bukakan tabirnya, melalui para pakar hadits di sepanjang zaman, wallahu a'lam.
Silahkan dishare... Semoga bermanfaat...
=====
Inilah adalah dakwaan dusta, dan tak berdasar sama sekali.
Karena sejak Nabi -shallallahu alaihi wasallam- masih hidup, beliau telah memberikan izin kepada sebagian sahabatnya untuk menulis hadits.
Hal ini sebagaimana perkataan Sahabat Abu Hurairah -radhiallahu anhu-: "Tidak ada seorang pun dari sahabat Nabi -shallallahu alahi wasallam- yang haditsnya lebih banyak daripada aku, kecuali Abdullah bin 'Amr, karena dia dulu MENCATAT sedang aku tidak". [HR. Bukhari: 113].
Dan masih banyak sahabat yg memiliki catatan hadits² sebagaimana telah disebutkan oleh pakar hadits Al-Khatib dalam kitabnya "Taqyidul Ilmi" (membukukan ilmu).
Sahabat Anas bin Malik juga pernah takjub kepada sebuah hadits yg dia dengar, kemudian mengatakan kepada anaknya: "CATATLAH", dan anaknya pun mencatatnya. [HR. Muslim: 54].
Seorang dari kalangan tabi'in Basyir bin Nahik -rahimahullah- pernah mengatakan: "Aku telah menulis dari Abu Hurairah sebuah KITAB, lalu ketika aku ingin berpisah dengannya aku mengatakan kepadanya: 'wahai Abu Hurairah, sungguh aku telah menulis kitab darimu, bolehkah aku meriwayatkannya darimu?', maka dia mengatakan: 'iya, riwayatkanlah itu dariku'.". [Atsar shahih riwayat Alkhatib dalam Taqyidul Ilmi: 203, dan yg lainnya].
Bahkan Imam Bukhari -rahimahullah- mengatakan dalam shahihnya: "Umar bin Abdul Aziz (w 101 H) telah mengirimkan surat perintah kepada Abu Bakar bin Hazm (yg isinya): lihatlah hadits-hadits Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- dan bukukanlah, karena aku khawatir dengan hilangnya ilmu dan perginya para ulama". [Shahih Bukhari 1/31].
Dan masih banyak nukilan-nukilan kabar tentang pembukuan hadits Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, dan itu telah dimulai sejak beliau masih hidup, bukan 200 tahun setelah beliau wafat.
Ingatlah hadits-hadits Nabi telah Allah jaga kemurniannya, sebagaimana kemurnian Alqur'an.. karena Allah memang ingin menjaga kemurnian agamanya hingga hari akhir.. dan itu tidak akan terwujud kecuali dg menjaga kemurnian keduanya yg merupakan sumber utama agama ini.
Oleh karenanya, jangan dengarkan ocehan orang-orang yg meragukan keduanya atau salah satunya... jika ada hadits-hadits yg lemah dan palsu, bukan berarti semuanya juga demikian... karena para ulama sudah menjelaskan dg sangat detail, mana hadits yg shahih dan mana hadits yg lemah.
Justru itulah bukti penjagaan Allah terhadap hadits² Nabi shallallahu alaihi wasallam agar tetap murni, meski banyak yg ingin menyusupkan hadits lemah dan palsu, ternyata Allah bukakan tabirnya, melalui para pakar hadits di sepanjang zaman, wallahu a'lam.
Silahkan dishare... Semoga bermanfaat...
Hadits bendera rosul dho'if/lemah?
Bendera dan panji perang Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-.
=====
1. Sahabat Ibnu 'Abbas -radhiallahu anhuma- mengatakan: "Dahulu raayah Rasulullah -shallallahu alahi wasallam- (warnanya) hitam, sedang liwaa' beliau (warnanya) putih". [HR. Attirmidzi: 1681, dan yang lainnya, dinilai hasan oleh Syeikh Albani].
2. Para ulama berbeda pendapat tentang maksud dari kata "Arraayah" dan "Alliwaa'", dalam hadits tersebut, kesimpulannya:
a. ada yg mengatakan keduanya adalah dua kata yg bermakna sama = bendera... tidak ada perbedaan sama sekali antara keduanya.
b. ada yg mengatakan bahwa keduanya bermakna bendera, namun Arraayah ukurannya lebih besar, sedang Alliwaa' ukurannya lebih kecil.
c. ada yg mengatakan sebaliknya, Alliwaa' lebih besar daripada Arraayah... Alliwa' = bendera besar yg menunjukkan tempat amir... sedang arraayah = bendera yg dibawa oleh pembawa bendera di medan perang.
d. ada yg mengatakan Arraayah bermakna bendera yg kainnya berkibar... sedangkan Alliwaa' adalah kain yg ujung satunya dililitkan di pucuk atas tombak dan ujung yg lain dililitkan di bawahnya, sehingga tidak berkibar seperti berkibarnya bendera... inilah pendapat yg dipilih oleh Ibnul Arabi -rahimahullah-.
[Silahkan merujuk ke kitab Fathul Bari (6/126), Umdatul Qaari (14/232), Tuhfatul Ahwadzi (5/266), dan yg lainnya]
3. Dari banyaknya pendapat di atas dan penjelasan lainnya, penulis lebih condong kepada pendapat yg mengatakan, bahwa kata "Arraayah" dan "Alliwaa'" bisa bermakna sama, bila keduanya disebutkan secara terpisah.
Apabila dua kata itu disandingkan dalam satu redaksi sebagaimana dalam hadits di atas, maka makna Arraayah dan Alliwaa' adalah sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Arobi -rahimahullah- di atas.
Karena pendapat inilah yg lebih dekat kepada asul-usul kata arrooyah (yg terlihat) dan kata alliwaa' (yg dililitkan) dalam bahasa arab... ini juga yg lebih dekat kepada julukan orang arab utk keduanya, arrooyah dijuluki sebagai "ummur harb" (puncak perang), sedang alliwaa' dijuluki sebagai "ummur rumh" (puncak tombak).
Dari kesimpulan ini, mungkin terjemahan yg paling mendekati hakekat keduanya adalah, bahwa Arrooyah itu bendera, sedang Alliwaa' itu panji. wallahu a'lam.
4. Tidak ada hadits yg shahih atau hasan tentang tulisan yg tertera dalam bendera perang Nabi -shallallahu alaihi wasallam- ini. Ada hadits yg menjelaskan khusus tentang itu, namun lemah, sehingga tidak bisa dijadikan sandaran.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Attabarani dalam Al-Mu'jamul Ausath 1/77, hadits no: 219. Hadits itu hanya datang dari Hayyan bin Ubaidillah, padahal beliau dinilai 'mudhtharib' (goncang) dalam meriwayatkan hadits ini.
Yg perlu ditekankan di sini, bahwa lemahnya hadits ini bukan berarti kita tidak boleh menulis kalimat tauhid atau syahadatain dalam bendera... itu boleh saja dilakukan, atau bahkan dianjurkan karena mulianya kata itu... hanya saja kita tidak bisa memastikan bahwa dahulu bendera perang Nabi bertulisakan seperti itu, wallahu a'lam.
Sebaliknya, kita juga boleh menuliskan kalimat lain di bendera, asalkan tidak bertentangan dg Islam, karena tidak adanya batasan dalam hal ini, sesuai hukum asalnya, wallahu a'lam.
5. Tidak benar, bahwa Arrayah adalah bendera perang, sedang Alliwa' itu tulisan yg ada dalam bendera itu... sehingga tidak benar orang yg menyimpulkan dari hadits pertama di atas dg kesimpulan bahwa bendera Nabi -shallallahu alaihi wasallam- itu berwarna dasar hitam, dan tulisannya berwarna putih.
Masalah bendera ini bukan masalah ibadah, sehingga pada asalnya dibolehkan, selama tidak ada dalil yg melarangnya.. oleh karenanya, sepanjang sejarah pun, kaum muslimin punya bendera yg berbeda-beda, begitu pula tulisan yg tertera dalam bendera tersebut, wallahu a'lam.
Silahkan dishare... Semoga bermanfaat.
=====
1. Sahabat Ibnu 'Abbas -radhiallahu anhuma- mengatakan: "Dahulu raayah Rasulullah -shallallahu alahi wasallam- (warnanya) hitam, sedang liwaa' beliau (warnanya) putih". [HR. Attirmidzi: 1681, dan yang lainnya, dinilai hasan oleh Syeikh Albani].
2. Para ulama berbeda pendapat tentang maksud dari kata "Arraayah" dan "Alliwaa'", dalam hadits tersebut, kesimpulannya:
a. ada yg mengatakan keduanya adalah dua kata yg bermakna sama = bendera... tidak ada perbedaan sama sekali antara keduanya.
b. ada yg mengatakan bahwa keduanya bermakna bendera, namun Arraayah ukurannya lebih besar, sedang Alliwaa' ukurannya lebih kecil.
c. ada yg mengatakan sebaliknya, Alliwaa' lebih besar daripada Arraayah... Alliwa' = bendera besar yg menunjukkan tempat amir... sedang arraayah = bendera yg dibawa oleh pembawa bendera di medan perang.
d. ada yg mengatakan Arraayah bermakna bendera yg kainnya berkibar... sedangkan Alliwaa' adalah kain yg ujung satunya dililitkan di pucuk atas tombak dan ujung yg lain dililitkan di bawahnya, sehingga tidak berkibar seperti berkibarnya bendera... inilah pendapat yg dipilih oleh Ibnul Arabi -rahimahullah-.
[Silahkan merujuk ke kitab Fathul Bari (6/126), Umdatul Qaari (14/232), Tuhfatul Ahwadzi (5/266), dan yg lainnya]
3. Dari banyaknya pendapat di atas dan penjelasan lainnya, penulis lebih condong kepada pendapat yg mengatakan, bahwa kata "Arraayah" dan "Alliwaa'" bisa bermakna sama, bila keduanya disebutkan secara terpisah.
Apabila dua kata itu disandingkan dalam satu redaksi sebagaimana dalam hadits di atas, maka makna Arraayah dan Alliwaa' adalah sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Arobi -rahimahullah- di atas.
Karena pendapat inilah yg lebih dekat kepada asul-usul kata arrooyah (yg terlihat) dan kata alliwaa' (yg dililitkan) dalam bahasa arab... ini juga yg lebih dekat kepada julukan orang arab utk keduanya, arrooyah dijuluki sebagai "ummur harb" (puncak perang), sedang alliwaa' dijuluki sebagai "ummur rumh" (puncak tombak).
Dari kesimpulan ini, mungkin terjemahan yg paling mendekati hakekat keduanya adalah, bahwa Arrooyah itu bendera, sedang Alliwaa' itu panji. wallahu a'lam.
4. Tidak ada hadits yg shahih atau hasan tentang tulisan yg tertera dalam bendera perang Nabi -shallallahu alaihi wasallam- ini. Ada hadits yg menjelaskan khusus tentang itu, namun lemah, sehingga tidak bisa dijadikan sandaran.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Attabarani dalam Al-Mu'jamul Ausath 1/77, hadits no: 219. Hadits itu hanya datang dari Hayyan bin Ubaidillah, padahal beliau dinilai 'mudhtharib' (goncang) dalam meriwayatkan hadits ini.
Yg perlu ditekankan di sini, bahwa lemahnya hadits ini bukan berarti kita tidak boleh menulis kalimat tauhid atau syahadatain dalam bendera... itu boleh saja dilakukan, atau bahkan dianjurkan karena mulianya kata itu... hanya saja kita tidak bisa memastikan bahwa dahulu bendera perang Nabi bertulisakan seperti itu, wallahu a'lam.
Sebaliknya, kita juga boleh menuliskan kalimat lain di bendera, asalkan tidak bertentangan dg Islam, karena tidak adanya batasan dalam hal ini, sesuai hukum asalnya, wallahu a'lam.
5. Tidak benar, bahwa Arrayah adalah bendera perang, sedang Alliwa' itu tulisan yg ada dalam bendera itu... sehingga tidak benar orang yg menyimpulkan dari hadits pertama di atas dg kesimpulan bahwa bendera Nabi -shallallahu alaihi wasallam- itu berwarna dasar hitam, dan tulisannya berwarna putih.
Masalah bendera ini bukan masalah ibadah, sehingga pada asalnya dibolehkan, selama tidak ada dalil yg melarangnya.. oleh karenanya, sepanjang sejarah pun, kaum muslimin punya bendera yg berbeda-beda, begitu pula tulisan yg tertera dalam bendera tersebut, wallahu a'lam.
Silahkan dishare... Semoga bermanfaat.
Rabu, 27 Desember 2017
Dusta atas nama fudhail bin 'iyaadh: diamlah saat di tanya apa kamu takut alloh?
أثر منتشر لا أصل له [ قال الفضيل بن عياض إذا قيل لك هل تخاف الله فاسكت فإنك إن قلت لا كفرت وإن قلت نعم كذبت ]
Artinya jika dikatakan padamu apa kamu takut alloh? Maka diamlah karena jika kamu bilang tidak maka kamu kafir,jika bilang ya maka kamu dusta
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه
أما بعد :
فانتشرت هذا الأثر بين الناس في مواقع برامج الاجتماعي والمنتديات :
[قال الفضيل بن عياض إذا قيل لك هل تخاف الله فاسكت فإنك إن قلت لا كفرت وإن قلت نعم كذبت ! ]
أقول : وهذا الأثر لا أصل له ولا إسناد إنما ذكره الغزالي في إحياءه بلا إسناد
Atsar/riwayat ini tiada asalnya dan tanpa sanad,begitupula imam al ghozali dalam ihya' ulumiddin menyebutkannya tanpa sanad yang bisa di telusuri.
Riwayat dusta atas nama syafi'i:ikuti ulama' yg dibenci kafir
أثر مكذوب منتشر عن الإمام الشافعي [ كيف نرى الحق من بين كل هذه الفتن ؟ فقال :اتبع سهام العدو ترشدك إلى الحق ]
Imam Syafi'i ditanya: "Bagaimana kita mengetahui Pengikut Kebenaran di zaman yang penuh fitnah?"
Beliau menjawab: "Perhatikanlah panah-panah musuh (ditujukan kepada siapa), maka akan menunjukimu Siapa 'Pengikut Kebenaran'
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه
أما بعد :
فانتشرت هذا الأثر بين الناس في مواقع برامج الاجتماعي والمنتديات :
[سئل اﻹمام الشافعي رحمه الله : كيف نرى الحق من بين كل هذه الفتن ؟
فقال :اتبع سهام العدو ترشدك إلى الحق ! ]
أقول : وهذا الأثر كذب لا أصل له ولم أقف عليه في أي مصدر
Tidak ada asalnya,tanpa referensi satupun
وكذلك لم أجد من وقف على أصل له في الشابكة أو من عزاه لأي كتاب .
tidak di nukil dari satu kitab pun
وهو فيما أحسب من اختراع بعض الجهلة من المعاصرين والله أعلم
buatan orang jahil kontemporer masakini
فلا يجوز نشره منسوباَ للشافعي رحمه الله
Tidak boleh di sandarkan ke imam assyafi'i
Sholat syukrul wudhu' bilal bid'ah?
Sebagian orang ada yang berpikir –keliru- dengan mengatakan bahwa Bilal –radhiyallahu ‘anhu– telah mengada-adakan suatu perbuatan bid’ah yang kemudian (perbuatan bid’ahnya itu) disetujui dan ditetapkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– sebagai suatu amal perbuatan yang baik. Bid’ah yang dilakukan oleh Bilal (dan disetujui oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– itu) adalah shalat sunah dua rakaat setiap kali selesai wudu (dikenal dengan sebutan shalat syukrul wudu). Menurut mereka, perbuatan Bilal tersebut menunjukkan bahwa bid’ah itu tidaklah selalu dhalalah (buruk), tetapi adakalanya malah hasanah (baik). Mereka berdalil dengan hadits berikut ini:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ أَبِي حَيَّانَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ –صحيح البخاري
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bertanya kepada Bilal pada waktu shalat subuh, “Wahai Bilal, kabarkan kepadaku tentang amal yang paling kauharapkan (pahalanya) yang telah kau kerjakan di dalam Islam, karena sesungguhnya aku mendengar (dalam mimpiku tadi malam) suara ketukan kedua sandalmu di depanku di dalam surga.” Bilal menjawab, “Tidaklah aku mengerjakan suatu amal yang lebih kuharapkan pahalanya selain bahwa setiap kali aku telah berwudu, baik pada malam hari atau pada siang hari, maka aku pun melaksanakan shalat dengan wuduku itu sesuai yang dituliskan bagiku untuk kulakukan.” (HR. al-Bukhari)
Kata mereka, hadits ini menunjukkan bahwa Bilal telah mengada-adakan suatu amal yang baru (bid’ah), yaitu melakukan shalat sunah selepas wudu padahal tidak ada petunjuk dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengenai perbuatan tersebut sebelumnya. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– sendiri baru mengetahui amalan tersebut setelah beliau bertanya kepada Bilal. Ini menunjukkan bahwa Bilal telah mengada-adakan suatu amal (bid’ah), sementara Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– sama sekali tak mengingkarinya. Dengan demikian, bid’ah itu tak selamanya dhalalah, tetapi ada juga yang hasanah. Terbukti hasanah karena Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– pun menyetujui perbuatan bid’ah yang dilakukan oleh Bilal.
sanggahan:
Benarkah demikian? Apakah Bilal –radhiyallahu ‘anhu– memang mengada-adakan bid’ah dengan melakukan shalat sunah dua rakaat setelah wudu? Apakah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– lantas menetapkan taqrir (menyetujui) perbuatan bid’ah yang dilakukan oleh Bilal tersebut?
Tidak, sama sekali tidak seperti yang mereka katakan …
(1) Apakah Bilal –radhiyallahu ‘anhu– memang mengada-adakan bid’ah dengan melakukan shalat sunah dua rakaat setelah wudu? Tidak. Bilal –radhiyallahu ‘anhu– sama sekali tidak mengada-adakan bid’ah shalat sunah selepas wudu. Hal itu dikarenakan bab shalat mutlak itu luas dan terbuka lebar, kapan saja boleh dilakukan selama berada di luar waktu-waktu yang terlarang. Selain itu, syariat shalat selepas wudu itu secara khusus telah disebutkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– sebagaimana dalam hadits dari shahabat ‘Utsman bin ‘Affan –radhiyallahu ‘anhu– berikut:
حدّثني أَبُو الطّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ، وَ حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَىَ التّجِيبِيّ. قَالاَ: أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنّ عَطَاءَ بْنَ يَزِيدَ اللّيْثِيّ أَخْبَرَهُ أَنّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنّ عُثْمَانَ بْنَ عَفّانَ رَضِي اللّهُ عنه دَعَا بوَضُوءٍ. فَتَوَضّأَ. فَغَسَلَ كَفّيْهِ ثَلاَثَ مَرّاتٍ. ثُمّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ. ثُمّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرّاتٍ. ثُمّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرّاتٍ. ثُمّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ. ثُمّ مَسَحَ رَأْسَهُ. ثُمّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرّاتٍ. ثُمّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ. ثُمّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم تَوَضّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا. ثُمّ قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ تَوَضّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ، لاَ يُحَدّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ –صحيح البخاري
‘Utsman –radhiyallahu ‘anhu– berkata:
Aku melihat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– berwudu sebagaimana wudu yang kulakukan ini. Kemudian Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Barangsiapa yang berwudu seperti wuduku ini, kemudian dia shalat sebanyak dua rakaat tanpa membiarkan pikiran jiwanya melayang-layang dalam shalatnya, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari)
Ibn Hajar al-Asqalani berkata di dalam Fath al-Bari:
قوله: (ثم صلى ركعتين) فيه استحباب صلاة ركعتين عقب الوضوء
Ucapan beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam, “… kemudian dia shalat sebanyak dua rakaat,” di dalamnya terkandung anjuran untuk shalat dua rakaat selepas wudu.
Dengan demikian, shalat selepas wudu itu bukanlah bid’ah yang diada-adakan oleh Bilal –radhiyallahu ‘anhu, melainkan Sunnah yang telah ditetapkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam …
(2) Apakah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– lantas menetapkan taqrir (menyetujui) perbuatan bid’ah yang dilakukan oleh Bilal tersebut? Tidak. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– hanya bertanya tentang amal perbuatan yang dilakukan oleh Bilal yang dengan perbuatan tersebut Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– mendengar suara langkah kaki Bilal (yaitu suara sandalnya) di dalam surga. Kemudian Bilal menjawab bahwa dirinya melakukan suatu amal berupa shalat setelah wudu. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– tidak mengingkari amalan Bilal tersebut karena memang amalan tersebut pada hakikatnya telah tertera di dalam Sunnah beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam …
Faidah: Shalat sunnah selepas wudu (atau yang dikenal dengan sebutan shalat syukrul wudu) itu merupakan amalan yang diambil dari Sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dan memiliki ganjaran yang sangat besar berupa dihapuskannya dosa-dosa yang telah dilakukan …
Minggu, 24 Desember 2017
Doa 40 orang seperti doa wali?
لا يجتمع أربعون رجلا في أمر واحد إلا استجاب الله تعالى لهم حتى لو دعوا على جبل لأزالوه
“Tidaklah berkumpul empat puluh orang dalam satu perkara kecuali Allah akan mengabulkan doa untuk mereka sampai seandainya mereka berdoa kejelekan untuk gunung niscaya mereka akan menghancurkan gunung tersebut “
Saya tidak menemukan hadist ini di kitab-kitab hadist yang dikenal, akan tetapi justru saya mendapatkan hadist ini di kitab kaum Syiah yang berjudul Ad-da’awat karangan Quthbuddin Ar-Rawandi (1/41), tanpa sanad.
Mahar nabi adam
Mahar nabi adam dan hawa adalah sholawat kepada nabi muhammad?
Tanpa sanad,tiada asalnya dari kitab hadits
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=35167
Tanpa sanad,tiada asalnya dari kitab hadits
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=35167
Hadits tiada asal: sholat mi'rajnya mukmin
اَلصَّلاَةُ مِعْرَاجُ الْمُؤْمِنِ
"Sholat itu adalah media utk naiknya seorang mukmin (ke langit menghadap Allah, pent)."
Yang nampak bagi saya adalah bukan hadits Nabi, karena sebagian ulama yang menyebutkan riwayat atau kalimat tsb spt imam Suyuthi dalam Syarah Sunan Ibnu Majah dan An-Naisaburi di dalam tafsirnya, mereka menyebutkannya tanpa Sanad sama sekali, sehingga tidak jelas asal-usulnya, apalagi sampai dikatakan bhw hadits ini diriwayatkan oleh imam Bukhori, maka terlalu mengada-ada.
Demikian pula sebagian ulama seperti alMunawi dalam kitab Faidhul Qodir dan Al-Alusi dlm kitab Ruhul Ma'ani mereka menyebutkan kalimat tsb dlm rangka mnjelaskan kedudukan ibadah Sholat yg begitu tinggi di dalam agama Islam, tapi tanpa sanad juga.
Larangan bersedekah ke masjid ahli bid'ah
Pertanyaan :
Assalamu'alaykum. Ustadz..afwan tanya bolehkah kita bersedekah di masjid yg didlmnya banyak perbuatan amalan bid'ah..Jazaakallahu khairan
Jawaban Oleh Ustadz Muhammad Wasitho, MA :
(Disusun Di BBG Majlis Hadits: Tanya Jawab Masalah 370)
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Bismillah. Sebaiknya tidak bersedekah atau berinfaq ke masjid atau pesantren yg didalamnya diadakan amalan-amalan bid'ah, karena tujuan infaq dan sedekah adalah mengharap pahala dan ridho Allah Ta'ala. Sedangkan Allah tidak menerima amalan bid'ah, dan tidak memberinya pahala.
Hal ini berdasarkan hadits shohih yg diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
Artinya: "Barangsiapa yg melakukan amalan yg bukan termasuk urusan agama kami, maka amalan tsb ditolak (Allah)." (HR. Muslim)
Dan juga dengan berinfaq atau bersedekah ke masjid atau lembaga2 bid'ah, berarti ia telah ikut andil dlm menfasilitasi acara dan aktifitas bid'ah yg dilarang dlm agama Islam. Allah Ta'ala berfirman:
وتعاونوا على البر و التقوى و لا تعاونوا على الاثم و العدوان
Artinya: "Dan hendaklah kalian saling tolong menolong di atas kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian saling tolong menolong dlm melakukan perbuatan dosa dan melampaui batas." (QS. Al-Maidah)
Oleh karena itu, salurkan dana infaq dan sedekah bapak/ibu ke masjid2 atau pesantren2 yg beraqidah dan bermanhaj sunnah, agar mengalirkan pahala kpd bpk/ibu hingga terjadinya hari Kiamat.
Demikian jawaban yg dapat kami sampaikan. Smg mudah dipahami dan menjadi ilmu yg bermanfaat.
Wallahu a'lam bish-showab. Wabillahi at-Taufiq.
(Cirebon, 18 Agustus 2013)
Sabtu, 23 Desember 2017
Khotbah nikah
Bersyukur pagi ini kita bisa menjadi saksi terjalinnya sebuah hubungan yg sesuai sunnah,halal lagi penuh kenikmatan.
Karena kadang sunnah itu ada yg berat,penuh ujian.seperti memelihara jenggot ini berat dituduh dan begitu,juga sholat 5 waktu berjamaah bagi laki2 kalau gak bertekad kuat itu sulit,berat.
Walaupun nikah itu ikatan yg penuh nikmat namun kalau tidak hati2 bisa renggang bahkan putus.oleh karena itu supaya ikatan ini tetap erat harus tahu ilmunya,triknya
1. Niatkan ibadah bukan sekedar supaya sah atau sekedar menyalurkan hasrat biologis.
Inilah bedanya nikahnya orang awwam dg orang berilmu. ada kaidah
نية المرء أبلغ من عمله
karena Niat itu lebih cepat sampai daripada amal.Walaupun belum beramal,tapi niat sudah mantap,visi misinya jelas maka pahala niat sudah di catat.Keluarga yg niatnya lurus akan nampak aktifitas kesehariannya dg ibadah dan sunnah nabi.
2. Barometernya alquran
Sakinah hanya turun pada keluarga yg hari2nya dihiasi bacaan alquran,bukan sekedar memajangnya.
إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ويضع به آخرين
Seperti apa kita memperlakukan alquran,seperti itulah alloh akan memuliakan keluarga kita.
3. Nasihat khusus bagi kedua mempelai
Buat calon istri:
a. Jaga wibawa suamimu
Suami bukan kuli,jadi awali dg minta tolong,bukan asal suruh
Jangan meninggikan suaramu diatas suaranya.Karena bagi lelaki harga diri nomer satu.
لا ينظر الله إلى امرأة لا تشكر لزوجها
b. jangan membantah perintahnya karena perintah suami kedudukannya lebih tinggi dari perintah orangtua kamu sendiri.
انظري أين أنت منه فإنه جنتك ونارك
ليس على المرأة بعد حق الله ورسوله أوجب من حق الزوج
c. Musyawarahkan semua pengeluaranmu , karena sejatinya pusat keuangan keluarga di tangan suami.
الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم
وما أنفقت من نفقة عن غير أمره فإنه يؤدي إليه سطره
Buat calon suami:
a. Istri adalah belahan jiwamu oleh karena itu perlakukan dia seperti engkau memperlakukan dirimu sendiri,
Jangan sampai kamu makan enak,istrimu ala kadarmu,jangan beli baju baru sebelum kamu belikan baju baru untuknya,dst.
أن تطعمها إذا طعمت و تكسوها إذا اكتسيت
b. Senjata paling ampuh menghadapi istri adalah sabar dan jangan bosan menasihati karena memang dia di ciptakan dari tulang rusuk yg bengkok dan akan selalu bengkok.
استوصوا بالنساء خيرا
c. Istrimu bukan pembantumu,jadi bantulah semampumu,kalau capek jangan dipaksa masak,dsb.
كان في مهنة أهله.فإذا حضرت الصلاة قام إلى الصلاة
Semoga alloh berkahi keluarga kita semua,sehingga benar2 menjadi keluarga sakinah mawaddah warohmah.
Fatwa ibn baz dzikir setelah sholat sunnah
Dzikir setelah sholat sunnah cukup istighfar 3x dan allohumma antassalaam..dst.cukup
Cuma 2 itu aja tidak perlu tambahan
https://www.binbaz.org.sa/noor/2648
Istighfar setelah sholat antara bid'ah dan sunnah
Syubhat: boleh kalimat istighfar setelah sholat terserah
berdalih: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=62116
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:
فقد تقدم في الفتوى رقم: 4817 ذكر بعض الأذكار الواردة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد الصلاة، وهذه الصيغة المذكورة رغم أننا لم نجدها في الصيغ الواردة بعد الصلاة فإن ذلك لا يعني أن الإتيان بها بعد الصلاة بدعة، بل إنها صيغة استغفار صحيحة ثابتة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يعين لها وقتا في رواية صحيحة، بل قال: من قال: أستغفر الله العظيم الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه، غفر له وإن كان فر من الزحف. رواه أبو داود والترمذي بهذا اللفظ وصححه الألباني.
وفي رواية أخرى للترمذي: من قال حين يأوي إلى فراشه.. إلى آخر الحديث. وضعفها الألباني.
وخلاصة القول أن هذا ذكر وارد عن رسول الله صلى الله عليه وسلم والإتيان به بعد الصلاة ليس بدعة، بل إنه دعاء، والدعاء بعد الصلاة مرغب فيه لقول النبي صلى الله عليه وسلم لما سئل أي الدعاء أسمع، قال: جوف الليل الآخر، ودبر الصلوات المكتوبات. رواه النسائي وراه الترمذي أيضاً، وحسنه الألباني.
واعلم أن الدعاء مأمور به عموما وخصوصاً في أوقات الإجابة ومواطنها ومنها الصلاة قبل السلام وبعده، وأقل ما في هذا الحديث المذكور أن يكون صيغة دعاء واردة عنه صلى الله عليه وسلم، وما بعد السلام من الصلاة من أوقات الدعاء.
وننبه هنا إلى أن الاستغفار الوارد بعد السلام مباشرة هو: أستغفر الله( ثلاثاً)، فالاقتصار عليه في ذلك المقام أولى.
والله أعلم.
jawab: jelas ini gagal faham, yg dibolehkan jika tidak langsung setelah salam, perhatikan:
وننبه هنا إلى أن الاستغفار الوارد بعد السلام مباشرة هو: أستغفر الله( ثلاثاً)، فالاقتصار عليه في ذلك المقام أولى.
Karena dzikir yg langsung setelah salam jelas lafadznya.
Jumat, 22 Desember 2017
Hukum panggilan abi,ummi,dek,dsb
Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanadnya dari Abu Tamimah Al-Juhaimi, “Ada seorang laki-laki yang berkata kepada istrinya, ‘Wahai Ukhti!’ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah istrimu itu saudarimu?’ Beliau membencinya dan melarangnya.” (HR. Abu Daud: 1889)
Akan tetapi, hadits ini dhaif (lemah) karena pada sanadnya ada rawi yang majhul (tidak disebut namanya). Dijelaskan pula di dalam Syarah Sunan Abu Daud, yaitu ‘Aunul Ma’bud: 5/93, bahwa haditsnya mudhtharrib (guncang) sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Ada keterangan yang menganggap memanggil dengan panggilan seperti itu tidak termasuk zhihar yang terlarang dalam ayat. Karena zhihar itu ada dua macam: (1) zhihar tegas seperti engkau seperti punggung ibuku, (2) zhihar kinayah yaitu tidak tegas seperti engkau bagiku seperti ibu dan adikku. Untuk yang terakhir mesti dilihat dari niatnya. Jika diniatkan zhihar, maka termasuk zhihar. Namun jika maksudnya menyerupakan dengan ibu dan adik dari sisi kemuliaan, maka tidak termasuk zhihar. Ketika tidak termasuk, maka tidak ada kewajiban atau kafarah apa pun. (Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 2: 15)
Jumat, 15 Desember 2017
Hukum bilal jum'ah dg attarqiyyah
Mu'adzzin untuk Adzan yang kedua pada shalat jum'at berdiri dan membacakan Ayat (QS: Al-Ahzab : 56) kemudian dilanjutkan dengan membaca hadits menjelaskan agar mendengarkan Khuthbah dan diam.
Ini disebut dengan At-Tarqiyyah oleh sebagian Fuqaha' dan mereka sepakat bahwa praktik seperti ini tidak ada asal usulnya dalam tatacara Shalat Jum'at Nabi shallallahu 'Alaihi Wasallam. Singkat kata itu adalah Bid'ah.
Kemudian Fuqaha berbeda pendapat dalam menilai Bid'ah Tarqiyyah ini,- sebagaimana sebagian mereka berbeda sikap dengan pembagian Bid'ah.- apakah Tarqiyyah Bid'ah Hasanah ataukah Bid'ah Sayyi'ah.
Sebagian Fuqaha Asy-Syafi'iyyah memandangnya Bid'ah Hasanah, pendapat ini dapat ditemukan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin (lihat tautan gambar).
Mufti Negeri mesir , Syaikh Muhammad Abduh menilainya sebagai Bid'ah Sayyi'ah , dan pendapat ini pernah difatwakan juga dalam Madzhab Al-Hanafiyyah. (Fatawal Islamiyyah Min Daril Ifta' Al-Mishriyyah 1/ 39 / lihat tautan gambar)
Pendapat Bid'ah Sayyi'ah atas amalan Tarqiyyah ini juga difatwakan oleh Al-'Allamah Nashiruddin Al-Albaniy rahimahullah dalam Bida'ul Jum'ah.
Dan berikut sekelumit nukilan pendapat dari Madzhab yang empat tentang Attarqiyyah :
https://fatwa.islamonline.net/2382
Dan harusnya Tarqiyyah dalam bentuk formal Shalat Jum'at yang berlaku saat ini pada sebagian masjid baiknya ditiadakan demi kembali kepada cara Salaf mendirikan Shalat Jum'at.
Ini disebut dengan At-Tarqiyyah oleh sebagian Fuqaha' dan mereka sepakat bahwa praktik seperti ini tidak ada asal usulnya dalam tatacara Shalat Jum'at Nabi shallallahu 'Alaihi Wasallam. Singkat kata itu adalah Bid'ah.
Kemudian Fuqaha berbeda pendapat dalam menilai Bid'ah Tarqiyyah ini,- sebagaimana sebagian mereka berbeda sikap dengan pembagian Bid'ah.- apakah Tarqiyyah Bid'ah Hasanah ataukah Bid'ah Sayyi'ah.
Sebagian Fuqaha Asy-Syafi'iyyah memandangnya Bid'ah Hasanah, pendapat ini dapat ditemukan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin (lihat tautan gambar).
Mufti Negeri mesir , Syaikh Muhammad Abduh menilainya sebagai Bid'ah Sayyi'ah , dan pendapat ini pernah difatwakan juga dalam Madzhab Al-Hanafiyyah. (Fatawal Islamiyyah Min Daril Ifta' Al-Mishriyyah 1/ 39 / lihat tautan gambar)
Pendapat Bid'ah Sayyi'ah atas amalan Tarqiyyah ini juga difatwakan oleh Al-'Allamah Nashiruddin Al-Albaniy rahimahullah dalam Bida'ul Jum'ah.
Dan berikut sekelumit nukilan pendapat dari Madzhab yang empat tentang Attarqiyyah :
https://fatwa.islamonline.net/2382
Dan harusnya Tarqiyyah dalam bentuk formal Shalat Jum'at yang berlaku saat ini pada sebagian masjid baiknya ditiadakan demi kembali kepada cara Salaf mendirikan Shalat Jum'at.
Boikat gak ada dalilnya?
Sahabat saja dengan gagah berani menunjukkan loyalitasnya langsung di hadapan musuh dan di negri musuh. Bagaimana dengan anda saat ini?
Setelah sahabat Tsumamah bin Utsal Al Yamamy radhiallahu ‘anhu masuk Islam, beliau menyampaikan niatnya untuk menunaikan Umrah, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merestui keinginannya tersebut.
Setibanya di Makkah beliau berjumpa dengan seorang lelaki Quraisy yang mulai merasa terjadi perubahan pada diri sahabat Tsumamah bin Utsal. Lelaki itu segera bertanya: apakah engkau telah berganti agama?
Sahabat Tsumamah menjawab dengan tegas: Saya tidak berganti agama, tetapi aku masuk Islam, beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Selanjutnya berusaha memberi pelajaran kepada Quraisy, agar tidak terus menerus bersikap arogan dan mengganggu dan memerangi dakwah Nabi shallallah 'alaihi wa sallam.
Dengan gagah berani dan penuh keyanikan bahwa perekonomian negrinya tidak akan kolaps, kalaupun tidak menjual produk pertaniannya kepada Quraisy. Walau sedang berada di negri orang orang Quraisy, sahabat Tsumamah dengan gagah berani, menyampaikan satu maklumat kepada orang-orang kafir Quraisy bahwa: ia beserta kaumnya tidak akan pernah lagi menjual gandum walau hanya satu biji kepada kaum Quraisy, kecuali bila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkannya (Bukhari & Muslim).
Tak ayal lagi ancaman yang kemudian benar benar dilaksanakan oleh sahabat Tsumamah ini benar-benar meruntuhkan keangkuhan orang-orang Quraisy.
Keputusan sahabat Tsumamah untuk menlakukan embargo gandum ini tentu saja menyusahkan Quraisy. Segala daya dan upaya telah mereka kerahkan guna mengatasi masalah ini, namun tetap saja tidak membuahkan hasil, hingga akhirnya mereka dengan penuh hina dina, meminta bantuan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar memerintahkan Tsumamah beserta kaumnya untuk menjual kembali gandum mereka kepada para pedagang Quraisy.
Karena Nabi merasa iba dengan kondisi perekonomian Quraisy, maka beliaupun akhirnya memerintahkan sahabat Tsumamah agar kembali menjual gandumnya kepada para pedagang Quraisy (Al Baihaqy).
Ya, itulah contoh figur muslim yang sangat dinanti-nantikan kehadirannya kembali di setiap masa dan negri Islam.
Masalah benar dia hadir lalu arogan atau tidak, bukan urusan saya, saya hanya ingin mencontohkan bagaimana seharusnya ummat Islam sepatutnya menyadari bahwa sudah terlalu sering mereka bersikap arogan, kepada ummat Islam.
Sadarilah bahwa sesama ummat Islam tuh punya ikatan suci, ikatan iman. Sehelai rambut seorang Muslim anda sentuh, maka kami saudara saudara orang Islam yang anda potong sehelai rambutnya akan bangkit, berempati kepada saudarauku sesama Muslim yang engkau potong sehelai rambutnya? Masing masing dari kami akan berusaha membuktikan loyalitas dan keberpihakannya kepada anda dan teman teman anda, setiap muslim dengan caranya sendiri.
Sekali lagi, bukan ajakan embargo terbuka, tetapi sekedar ekspresi pribadi seperti yang dilakukan oleh sahabat Tsumamah. Anda mau ikut ya monggo ndak juga monggo, ndak perlu ada kebencian antara kita, hanya karena dia.
Minggu, 10 Desember 2017
Syubhat: fatwa syeikh albani mengosongkan palestina?
Fakta tentang Fatwa syekh al-Albani seputar Palestina
1⃣ Syaikh Al-Albânî tidak pernah berfatwa agar kaum muslimin meninggalkan masjid al-Aqsa.
Jika ada yang mengklaim maka
هاتوا برهانكم ان كنتم صادقين
Berikan bukti kalian jika kalian orang² yang benar ❗
Jika tidak bisa membawa bukti yang valid..maka ketahuilah dia adalah seorang pembohong yang bodoh lagi memalukan.
2⃣ Syaikh Al-Albânî tidak pernah berfatwa agar kaum muslimin mengosongkan palestina untuk diserahkan ke Yahudi…
Sungguh kedustaan yang nyata ❗
Yang ada adalah Al-Albânî ditanya bagaimana hukumnya orang yang berada di tepi barat (west bank/dhiffah ghorbiyah), yaitu sebuah wilayah di Palestina yang pada waktu itu menjadi objek kebrutalan Zionis, agar mereka berhijrah ke wilayah yang kedua, wilayah yang lain di dalam palestina….
Karena Palestina itu luas..ada tepi barat, ada Gaza dan ada tempat lainnya.
Perhatikanlah jawaban al-Albânî :
“Hendaknya mereka keluar dari tempat yang mana mereka belum memungkinkan mengusir orang² kafir tersebut, ke sebuah tempat yang memungkinkan menegakkan syiar Islam di dalamnya“.
Jangan anda mengira fatwa ini datang dari hawa nafsu atau datang dari pesanan Yahudi, ma’âdzallah❗
Demi Allah, al-Albânî jauh dari itu… akan tetapi fatwa ini bersumber dari perintah Rabb semesta alam:
Bukankah Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan zhalim terhadap diri mereka sendiri. kepada mereka malaikat bertanya :’Dalam keadaan bagaimana kamu ini .? ‘Mereka menjawab : Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri Makkah. Para malaikat berkata : ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (kemana saja) di bumi ini ? (QS. An-nisa: 97)
Lihat : Silsilah Huda wa Nur (الشريط 730 من فتاوى الشيخ الألباني)
Adakah yang salah dengan fatwa ini??
Duhai..sekiranya para pencela itu malu menampakkan kebodohannya!!!
Namun sungguh rasa malu telah sirna…
إذا لم تستحي فاصنع ما شئت
Jika anda tdk punya malu lagi, silakan berbuat sesuka anda…
3⃣ Perhatikan pula, Syekh al-Albânî pernah ditanya tentang penduduk kota-kota yang dikuasai Yahudi tahun 1948, dimana warganya dipaksa untuk mengikuti hukum Yahudi secara total di tempat itu.
Maka al-Albânî menjawab:
Apakah di palestina ada desa atau kota lain yang mereka bisa melaksanakan agamanya? Dan menjadikannya sebagai negeri untuk menangkis fitnah? Jika ada maka hendaknya mereka hijrah ke sana tanpa keluar dari palestina.
Redaksi asli :
يقول الدكتور محمد شقرة: فلقد سُئل الشيخ – حفظه الله – عن بعض أهل المدن التي احتلها اليهود عام 1948م، وضربوا عليها صبغة الحكم اليهودي بالكلية، حتى صار أهلها فيها إلى حال من الغربة المرملة في دينهم، وأضحوا فيها عبدة أذلاء؟ فقال: هل في قرى فلسطين أو في مدنها قرية أو مدينة يستطيع هؤلاء أن يجدوا فيها دينهم، ويتخذوها داراً يدرءون فيها الفتنة عنهم؟ فإن كان؛ فعليهم أن يهاجروا إليها، ولا يخرجوا من أرض فلسطين، إذ إن هجرتهم من داخلها إلى داخلها أمر مقدور عليه، ومحقق الغاية من الهـجرة
http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=60147
4⃣ Al-Albânî berfatwa bukan utk memerintahkan agar mereka lari seperti larinya para pengecut yang kabur dari peperangan, akan tetapi utk berhijrah dan i’dad, yaitu bertujuan untuk menyusun kekuatan memerangi musuh.
ويضع الشيخ قيدين لهذه الهجرة وهما ان تكون الهجرة بنية التأهب لقتال العدو وان يتحقق المهاجرون من ان البلد المضيف لهم سيسمح لهم بالاستعداد لقتال الاعداء
.
(الشريط 730 من فتاوى الشيخ الألباني)
6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sudah pernah berfatwa seperti ini sebelumnya.
Beliau pernah ditanya tentang penduduk Mardin (ماردين) sebuah negeri di wilayah Syam yang dicaplok dan dikuasai kafir musuh Islam.. apakah mereka wajib hijrah???
Maka syaikhul islam menjawab:
: “والمقيم بها إن كان عاجزاً عن إقامة دينه وجبت الهجرة عليه، ”
Orang yang mukim di tempat itu jika tak mampu menegakkan agamanya maka wajib dia hijrah.(al-Fatawa al-Kubro, Ibnu Taimiyah (Dar al-Kutub al’ilmiyyah: 1408 H). Vol. 3 hal. 532.
Semoga Allah merahmati syekh al-Albânî rahimahullah rahmatan wasi’atan
Selasa, 05 Desember 2017
Yg tidak percaya rizqi anak,gak pantas punya anak
Ibnu Katsir menceritakan,
Ada seseorang yang mengadu kepada Ibrhim bin Adham – ulama generasi tabi’ tabi’in – karena anaknya yang banyak. Kemudian beliau menyampaikan kepada orang ini,
اِبعَثْ إِلَيَّ مِنهُمْ مَنْ لَيْسَ رِزْقُهُ عَلَى اللهِ، فَسَكَتَ الرَّجُل
“Anakmu yang rizkinya tidak ditanggung oleh Allah, silahkan kirim ke sini.” Orang inipun terdiam. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/510)
Jagalah fikiranmu saat sholat
Sufyan at-Tsauri pernah mengatakan,
لَيسَ لِلمَرءِ مِن صَلَاتِهِ إِلَّا مَا عَقل
Seseorang tidak mendapatkan pahala dari shalatnya selain apa yang dia pikirkan. (al-Hilyah, Abu Nuaim, 7/61).
Senin, 04 Desember 2017
Alloh enggan melihat istri tidak bersyukur
Ancaman Allah ‘Azza wa Jalla kepada orang-orang yang semacam ini sangatlah keras, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh an-Nasa-i dalam Isyratin Nisaa' (no. 249), al-Baihaqi (VII/294), al-Hakim (II/190) dan ia berkata, “Hadits ini sanadnya shahih, namun al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi, dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 289)]
Iblis teriak saat maulid atau nabi di angkat jadi nabi ?
Ibn Mukhlid dalam tafsirnya berikut ini :
أن إبليس رن أربع رنات: رنة حين لعن، ورنة حين أهبط الى الأرض، ورنة حين ولد رسول الله صلى الله عليه وسلم، ورنة حين أنزلت فاتحة الكتاب
“ Sesungguhnya Iblis berteriak sambil menangis pada empat kejadian : pertama ketika ia dilaknat oleh Allah, Kedua ketika ia diusir ke bumi, ketiga ketika Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan dan keempat ketika surat al-Fatehah diturunkan “.Ini disebutkan oleh syaikh Ibnu Muflih dari Ibn Mukhlid yang mengisahkan kisah ini dari Hasan al-Bashri. Bisa juga dilihat di kitab Syarh kitab Tauhid di : http://islamport.com/w/aqd/Web/1762/961.htm
Jawab: ini dusta,hasan al bashri tidak pernah mengisahkan demikian.
Hasan al bashri hanya mengatakan
رنة الشيطان teriakan syetan
lebih parah lagi sanadnya tidak jelas.
lihat versi lengkapnya:
معنى: رنة الشيطان
قال الشارح رحمه الله: [ قوله: قال الحسن : رنة الشيطان، قلت: ذكر إبراهيم بن محمد بن مفلح أن في تفسير بقي بن مخلد : أن إبليس رن أربع رنات: رنةً حين لُعن، ورنةً حين أُهبط، ورنةً حين ولد رسول الله صلى الله عليه وسلم، ورنةً حين نزلت فاتحة الكتاب.
Adapun yg jelas sanadnya adalah Syetan teriak saat nabi di utus/diangkat sebagai nabi bukan saat kelahiran nabi.
والأثر أخرجه أبو الشيخ في العظمة 5 / 1679 قال :
أَخْبَرَنَا أَبُو يَعْلَى، حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى قَالَ: رَنَّ إِبْلِيسُ أَرْبَعًا حِينَ لُعِنَ، وَحِينَ أُهْبِطَ، وَحِينَ بُعِثَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَبُعِثَ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ، وَحِينَ أُنْزِلَتِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، قَالَ: نَزَلَتْ بِالْمَدِينَةِ وَكَانَ يُقَالُ الرَّنَّةُ وَالنَّخِرَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ فَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ رَنَّ أَوْ نَخَرَ "
وإسناده صحيح ـ وجرير ثقة صحيح الكتاب ، لكن قيل : كان فى آخر عمره يهم من حفظه
sanadnya shohih Itupun jarir sering keliru hafalannya di akhir umurnya, inipun mursal atas perkara ghaib,bukan perkataan nabi.Jadi syetan gak takut sama maulid,tapi takut pada sunnah nabi yang ditegakkan.
Langganan:
Postingan (Atom)