قال مالك: لا، والله حتى يصيب الحق، ما الحق إلا واحد، قولان مختلفان يكونان صوابًا جميعًا؟ ما الحق والصواب إلا واحد. Imam Malik berkata “Tidak,demi Allah, hingga ia mengambil yang benar. Kebenaran itu hanya satu. Dua pendapat yang berbeda tidak mungkin keduanya benar, sekali lagi kebenaran itu hanya satu
Selasa, 23 September 2014
Senin, 15 September 2014
imam nawawi : musik suara syetan
An-Nawawi berkata tentang makna ‘suara setan’:
قال النووي في الخلاصة المراد به الغناء والمزامير
“Yang dimaksud adalah nyanyian dan seruling.” (Tuhfatul Ahwadzi, 4/75)
Minggu, 14 September 2014
syubhat ramainya kuburan ulama'/walisongo
Imam Ibnu al-Jazari mengatakan :
وَقَبْرُهُ (عَبْدُ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ) بِهَيْتٍ مَعْرُوْفٌ يُزَارُ زُرْتُهُ وَتَبَرِّكْتُ بِهِ
“Makam Abdullah bin Mubarak di Hait sudah dikenal dan diziarahi. Saya menziarahinya dan saya bertabarruk dengannya ”[Ghayat an-Nihayah fi Thabaqat al-Qurra’ : 1/198]
Beliau juga mengatakan :
وَدُفِنَ (قَاسِمُ بْنُ فَيْرَهْ) بِالْقَرَافَةِ بَيْنَ مِصْرَ وَالْقَاهِرَةِ بِمَقْبَرَةِ الْقَاضِي الْفَاضِلِ عَبْدِ الرَّحِيْمِ الْبَيْسَانِي وَقَبْرُهُ مَشْهُوْرٌ مَعْرُوْفٌ يُقصَدُ لِلزِّيَارَةِ وَقَدْ زُرْتُهُ مَرَّاتٍ وَعَرَضَ عَلَيَّ بَعْضُ أَصْحَابِي الشَّاطِبِيَّةِ عِنْدَ قَبْرِهِ وَرَأَيْتُ بَرَكَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ قَبْرِهِ بِالإجَابَةِ رَحِمَهُ اللهُ وَرَضِيَ عَنْهُ
“Qasim bin Fairah dimakamkan di Qarafah, antara Mesir dan Kairo di makam Qadli al-Fadlil Abdurrahim al-Baisani. Makamnya menjadi tujuan ziarah dan saya sudah berziarah berkali-kali. Sebagian pengikut Syatibiyah memperlihatkan kepada saya di dekat makamnya dan saya melihat berkah doa di makam itu terkabul”[Ghayat an-Nihayah fi Thabaqat al-Qurra’ : 1/1285]
Ibnul Jauzi al-Hanbali mengatakan :
أحمد القزويني كان من الأولياء المحدثين، توفي في رمضان هذه السنة فشهده أمم لا تحصى، وقبره ظاهر يتبرك به في الطريق إلى معروف الكرخي
“Ahmad al-Quzwaini adalah sebagian dari wali yang ahli hadis. Meninggal di bulan Ramadlan, disaksikan oleh umat yang tak terhingga. Makamnya tampak nyata dan dicari berkahnya, di jalan menuju makam Ma’ruf al-Karakhi”[al-Muntadzam : 5/73]
Imam Asy-Syakhawi mengatakan :
عبد الملك بن عبد الحق بن هاشم الحربي المغربي كان صالحاً معتقداً يذكر أن أصله من الينبوع وأنه شريف حسني وقد ولي بمكة مشيخة رباط السيد حسن بن عجلان ومات بها في ليلة السبت ثامن شعبان سنة خمس وأربعين وبنى على رأس قبره نصب بل حوط نعشه وهو مما يزار ويتبرك به
“Abdul Malik bin Abdulhaq orang yang shaleh dan memiliki keyakinan. Ia berasal dari Yanbu’ dan ia adalah syarif dari keturunan Hasan, ia meninggal di Makkah pada tahun 40 H. Makamnya dibangun disisi kepada dan dikelilingi bangunan. ia termasuk yang diziarahi dan dicari berkahnya”[adl-Dlau’ al-Lami’ : 2/470]
Adz-Dzahabi juga mengatakan :
علي بن حُميد بن علي بن محمد بن حُميد بن خالد. أبو الحسن الذُّهلي، إمام جامع همذان ورُكن السنة بها. وتوفي في ثاني عشر جمادى الأولى، وقبره يزار ويُتبرك به
“Ali bin Humaid bin Ali bin Muhammad bin Humaid bin Khalid, Abu Hasan ad-Dahli, Imam di masjid Jami’ Hamdzan dan penopang sunah disana. Wafat pada 12 Jumada al-Ula. Makamnya diziarahi dan dicari berkahnya”[Tarikh al-Islam : 7/182]
Ibnu Hibban bercerita :
وَقَبْرُهُ بِسَنَا بَاذٍ خَارِجَ النَّوْقَانِ مَشْهُوْرٌ يُزَارُ بِجَنْبِ قَبْرِ الرَّشِيْدِ قَدْ زُرْتُهُ مِرَارًا كَثِيْرَةً وَمَا حَلَّتْ بِي شِدَّةٌ فِي وَقْتِ مَقَامِي بِطُوْسٍ فَزُرْتُ قَبْرَ عَلِى بْنِ مُوْسَى الرِّضَا صَلَوَاتُ اللهِ عَلَى جَدِّهِ وَعَلَيْهِ وَدَعَوْتُ اللهَ إِزَالَتَهَا عَنَىَّ إلاَّ اسْتُجِيْبَ لِي وَزَالَتْ عَنِّى تِلْكَ الشِّدَّةُ وَهَذَا شَئٌ جَرَّبْتُهُ مِرَارًا فَوَجَدْتُهُ كَذَلِكَ أَمَاتَنَا اللهُ عَلَى مَحَبَّةِ الْمُصْطَفَى وَأَهْلِ بَيْتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمْ أجْمَعِيْنَ
“Makam Ali bin Musa di Sanabadz sebelah luar Nauqan sudah masyhur dan diziarahi di dekat makam ar-Rasyid. Saya sudah sering berkali-kali. Saya tidak mengalami kesulitan ketika saya berada di Thus kemudian saya berziarah ke makam Ali bin Musa, semoga Salawat dari Allah dihaturkan kepada kakeknya (Nabi Muhammad) dan saya berdoa kepada Allah untuk menghilangkan kesulitan tersebut, kecuali dikabulkan untuk saya dan kesulitan itu pun lenyap dari saya. Ini saya alami berkali-kali, dan saya temukan seperti itu. Semoga Allah mematikan kita untuk cinta kepada Nabi dan keluarganya ”[ats-Tsiqat, Ibnu Hibban : 8/457]
BANTAHAN :
betapa lemahnya pendalilan pecinta mayit seperti jaring laba-laba
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (al-Ankabut: 41)
karena awam yang baru belajar tauhid pun tahu kalau kuburan atau temat yang banyak di ngalab berkahnya itu bukan hujjah atau bukan bukti kebenarannya,apalagi kalau sang penghuni belum tentu ridho,belum tentu senang di alab berkah kuburnya.
sekarang tunjukkan mana perkataan para ulama penghuni kubur itu yg menyuruh mereka ngalab berkah setelah mereka dikubur!!.bahkan walisongo sekalipun tidak pernah berwasiat supaya kuburnya dialab berkahnya.
kecuali ulama' shufi,gak usah ditanya memang sudah tradisi mereka begitu
Ibnul Hâj, seorang tokoh Sufi menjelaskan mekanisme ziarah kubur versi mereka yang jelas-jelas bertentangan dengan risâlah yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . As-Sya'râni memasukkan nama Ibnul Hâj dalam kitab Thabaqât Shûfiyah al-Kubra dalam al-Madkhal, "(Saat berziarah kubur) hendaknya peziarah mendoakan mayit, juga berdoa di sisi kubur saat muncul persoalan sulit yang menimpa dirinya atau kaum Muslimin. Jika penghuni kubur termasuk orang yang diharapkan keberkahannya, maka peziarah bertawassul kepada Allah Azza wa Jalla dengannya….kemudian bertawasul dengan para penghuni kubur dari kalangan orang-orang shaleh dari mereka untuk menyelesaikan persoalan-persoalannya dan mengampuni dosa-dosanya. Lantas baru berdoa bagi kebaikan dirinya, kedua orang tuanya, guru-gurunya, kaum kerabat dan keluarga penghuni kubur dan seluruh kaum Muslimin dan seterusnya
Ia meneruskan: "Siapa saja ada keperluan, hendaknya mendatangi mereka dan bertawasul dengan mereka. Sebab mereka adalah perantara antara Allah Azza wa Jalla dan makhluk-Nya.Tentang ziarah kubur para Nabi, ia mengatakan: "Jika peziarah datang mengunjungi mereka, hendaknya bersikap menghinakan diri, merasa membutuhkan, dan menundukkan diri, mengkonsentrasikan hati dan pikirannya kepada mereka dan membayangkan sedang melihat mereka dengan mata hatinya…. memohon kepada mereka, meminta kepada mereka penyelesaian persoalan (yang sedang dihadapi) dan meyakini akan dikabulkan karena keberkahan mereka dan optimis di dalamnya. Sebab mereka adalah pintu Allah Azza wa Jalla yang terbuka. Dan telah menjadi hukum Allah Azza wa Jalla , masalah-masalah tertuntaskan melalui tangan-tangan mereka. Siapa saja yang tidak bisa mengunjungi kuburan mereka, hendaknya mengirimkan salam kepada mereka sambil menyebutkan kepentingannya, permohonan ampun dan penutupan kesalahannya dll…".
"Secara khusus bagi peziarah yang mengunjungi kubur Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka ia harus lebih menghinakan diri dan merasa butuh kepadanya. Karena beliau pemberi syafaat yang sudah memperoleh idzin. Syafaat beliau tidak tertolak. Dan orang yang mendatangi beliau dan meminta tolong kepadanya tidak kembali dengan tangan hampa. Siapa saja yang bertawassul kepadanya, atau mengharapkan beliau menyelesaikan masalah-masalahnya pasti tidak tertolak dan akan sukses". [al-Madkhal hal. 254-258]
Dari keterangan Ibnul Hâj di atas, tampak betapa jauh perbedaan tujuan ziarah kubur yang disyariatkan. Mengenai perkataan Ibnul Hâj berkait tata cara ziarah kubur para nabi yang berbunyi "Jika peziarah datang mengunjungi mereka, hendaknya bersikap menghinakan diri…", Syaikh Ahmad an-Najmi berkomentar: "Ini adalah syirik besar yang menyebabkan pelakunya abadi di neraka. Saya tidak tahu kemana akal mereka di hadapan ayat-ayat al-Qur`ân dan hadits-hadits yang menyatakan kebatilan dan rusaknya keyakinan tersebut serta perbedaannya yang jauh dengan ajaran Islam dan ajaran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya bersikap menghinakan diri, merasa membutuhkan, dan menundukkan diri, mengkonsentrasikan hati dan pikirannya kepada mereka dan berdoa, ini semua adalah hal-hal yang mesti dilakukan seorang hamba kepada Rabbnya (Allah Azza wa Jalla ). Siapa saja mengarahkannya kepada malaikat atau nabi (atau manusia-red), sungguh ia telah berbuat syirik besar…
Selanjutnya beliau menambahkan, "Orang ini telah mengadakan tandingan bagi Allah Azza wa Jalla . Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Ibnu 'Abbas: "Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah Azza wa Jalla ". Sementara Ibnul Hâj mengatakan: "Mintalah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ". Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: "Minta tolonglah kepada Allah Azza wa Jalla ". berbeda dengan Ibnul Hâj yang mengatakan: "Minta tolonglah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan persembahkan sikap menghinakan, membutuhkan dan kemelaratan kepadanya". [(Audhahul Isyârah Fir Raddi 'ala Man Ajâzal Mamnû' minaz Ziyârah hal. 203-205)]
contoh lain :
As-Sya'râni mengutip pernyataan Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Farghal (meninggal tahun 850 H), ia mengatakan:
أَنَا مِنَ الْمُتَصَرِّفِيْنَ فَيْ قُبُوْرِهِمْ فَمَنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ فَلْيأتِ إِلَيَّ وَيَذْكُرُهَا لَيْ أَقْضِهَا لَهُ
“Saya termasuk orang yang sanggup menangani urusan-urusan saat berada di alam kubur. Siapa saja memiliki kepentingan, hendaknya datang kepada (kubur)ku dan menyampaikannya kepadaku. Aku akan menyelesaikannya”.[Thabaqât as-Sya'râni (2/93)]
As-Sya'râni juga mengutip pernyataan Syaikh Syamsuddin di detik-detik kematiannya:
مَنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ فَلْيأتِ إِلَي قَبْرِيْ وَيَطْلُبُ حَاجَتَهُ أَقْضِهَا لَهُ
“Siapa saja memiliki urusan penting hendaknya mendatangi kuburku dan menyampaikan keperluannya, pasti akan aku tuntaskan [Thabaqât as-Sya'râni (2/86)]
sebenarnya ini telah dijelaskan oleh as-sya'rani sendiri:as-Sya'râni berkomentar: Kuburannya terkenal, sering dikunjungi. Orang-orang mencari berkah darinya".
Syaikh 'Abdur Razzâq al-'Abbâd hafizhahullâh menegaskan kekeliruan mereka ini dengan berkata: " Apakah mungkin ada orang di muka bumi ini yang sanggup membawakan riwayat dari mereka (generasi Sahabat dan Tabi'în) baik dengan jalur yang shahîh, lemah atau terputus bahwa mereka dahulu bila menghadapi urusan penting datang ke kubur-kubur dan berdoa di sana serta mengusap-usap pusara. Apalagi riwayat bahwa mereka mengerjakan shalat di kuburan dan meminta kepada Allah Azza wa Jalla melalui mereka atau meminta penghuni kubur untuk mewujudkan keperluan-keperluan mereka (lebih tidak ada lagi, red). Seandainya ini merupakan perkara Sunnah atau sebuah keutamaan, sudah barang tentu akan ada riwayat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Dan para Sahabat dan Tabi'în pun pasti akan melakukannya….[Fiqhul "Ad'iyah (2/125)]
Sabtu, 13 September 2014
syubhat tabarruk imam syafi'i ke makam abu hanifah
Al-Khathiib Al-Baghdadiy rahimahulah meriwayatkan :
أخبرنا القاضي أبو عبد الله الحسين بن علي بن محمد الصيمري قال أنبأنا عمر بن إبراهيم المقرئ قال نبأنا مكرم بن أحمد قال نبأنا عمر بن إسحاق بن إبراهيم قال نبأنا علي بن ميمون قال سمعت الشافعي يقول اني لأتبرك بأبي حنيفة وأجيء إلى قبره في كل يوم يعني زائرا فإذا عرضت لي حاجة صليت ركعتين وجئت إلى قبره وسألت الله تعالى الحاجة عنده فما تبعد عني حتى تقضى
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Qaadliy Abu ‘Abdillah Al-Husain bin ‘Aliy bin Muhammad Ash-Shiimariy, ia berkata : Telah memberitakan kepada kamu ‘Umar bin Ibraahiim Al-Muqri’, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Mukarram bin Ahmad, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami ‘Umar bin Ishaaq bin Ibraahiim, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami ‘Aliy bin Maimuun, ia berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata : “Sesungguhnya aku akan ber-tabarruk dengan Abu Haniifah. Aku akan datang ke kuburnya setiap hari – yaitu untuk berziarah – . Apabila aku mempunyai satu hajat, aku pun shalat dua raka’at lalu datang ke kuburnya untuk berdoa kepada Allahta’ala tentang hajat tersebut di sisinya. Maka tidak lama setelah itu, hajatku pun terpenuhi” [Taariikh Baghdaad 1/123].
Ali bin Maimun wafat tahun 247 H dan Amr bin Ishaq dating ke Baghdad pada tahun 341, maka ada kemungkinan Amr mendengar langsung dari Ali bin Maimun, karena sama-sama satu zaman dan satu masa. Persyaratam isttishal sanad memang diperselisihkan di kalangan ulama. Menurut Imam al-Bukhari, harus ada bukti pernah bertemu antara dua perawi walaupun satu kali. Sementara menurut Imam Muslim, (dan beliau menganggapnya sebagai ijma’ ulama), mencukupkan dengan mungkinnya terjadinya pertemuan antara dua perawi, yaitu hidup dalam satu masa, walaupun tidak ada bukti. Dengan demikian, menurut Imam Muslim, dan mayoritas ulama, kisah di atas jelas shahih.”
BANTAHAN:
benarkah mereka sezaman ?
فبين وفاتيهما نحو مائة سنة فيبعد أن يكون قد أدركه
Maka diperoleh penjelasan kematian keduanya berjarak sekitar 100 tahun sehingga jauh kemungkinan ia bertemu dengannya (‘Aliy bin Maimuun)” [Silsilah Ad-Dla’iifah, 1/78].Imam Muslim mencukupkan semasa saja, tidak perlu pertemuan. Semasa telah dapat memberi keyakinan bahwa seorang perowi yang tsiqoh telah menerima suatu hadis dari periwayat sebelumnya.apakah amr ibn ishaq tsiqoh? sedangkan dia majhul haal.
مسلمٌ –رحمه الله- وإن كان قد اشترط هذا الشرط, لكنه قد يحمل على الإبهام, بمعنى عدم وجود القرائن الدالة على اللقيا -كما يقع ذلك في طبقة التابعين، حيث لا تتوفر المعلومات التاريخية الكافية فيما يخص تفاصيل علاقتهم ولقائهم مع بعض الصحابة حين إذٍ يكتفى بالمعاصرة, وليس كما يظن البعض أن مذهبه الاكتفاء بالمعاصرة علىالإطلاق, بل وضع –رحمه الله- قيدين لشرطه, وهما:
1) أن يكون المعنعن غير مدلس
2) إمكان لقاء من أضيفت العنعنة إليهم بعضهم بعضاًقال: (وذلك أن القول الشائع المتفق عليه بين أهل العلم بالأخبار والروايات قديما وحديثا: أن كل رجل ثقة روى عن مثله حديثا وجائز ممكن له لقاؤه والسماع منه، لكونهما جميعا كانا في عصر واحد وإن لم يأت في خبر قط أنهما اجتمعا ولا تشافها بكلام، فالرواية ثابتة والحجة بها لازمة، إلا أن يكون هناك دلالة بينة أن هذا الراوي لم يلق من روى عنه أو لم يسمع منه شيئا, فأما والأمر مبهم على الإمكان الذي فسرنا فالرواية على السماع أبداً حتى تكون الدلالة التي بينا)
مقدمة صحيح مسلم
Syubhat ke-2:
imam al-Hakim menilai Sahih hadits yang beliau riwayatkan dari jalan ‘Aamr bin Ishaq bin Ibrahim As-Sakan al-Bukhari. Ini membuktikan tautsiq beliau secara eksplisit, karena telah ma’ruf dalam kaidah hadits bawasanya pentashihan seorang ulama hadits merupakan cabang dari pentautsiqan. Berikut hadits yang dinlai sahih oleh imam al-Hakim yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Ishaq as-Sakna al-Bukhari :
حدثنا عمرو بن إسحاق بن إبراهيم السكنى البخاري بنيسابور ثنا أبو علي صالح بن محمد بن حبيب الحافظ ثنا محمد بن عمر بن الوليد الفحام ثنا يحيى بن آدم عن ابن المبارك قال سمعت إبراهيم بن طهمان وتلا قول الله عز وجل الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم فقال حدثني المكتب عن عبد الله بن بريدة عن عمران ابن حصين انه كان به البو أسير فأمره النبي صلى الله عليه وآله ان يصلى على جنب هذا حديث صحيح على شرط الشيخين ولم يخرجاه
“ Telah menceritakan pada kami ‘Amr bin Ishaq bin Ibrahim as-Skna al-Bukhari di Naisabur, telah menceritakan pada kami Abu Ali bin Shalih bin Muhamamd bin Habib al-Hafidz, telah menceritakan pada kami Muhammad bin Umar bin al-Walid al-Fahham, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Adam dari Ibnul Mubarak, ia bekata…..dan seterunsya…”
beliau juga menyebutkan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Ishaq bin Ibrahim itu sahih sesuai syarat imam Bukhari dan Muslim. Ini merupakan salah satu indikasi pentaustiqan imam al-Hakim kepada ‘Amr bin Ishaq bin Ibrahim.
an) syarat dalam kitab keduanya dan tidak pula dalam selain kitab keduanya.”
BANTAHAN :
Adz-Dzahabi berkata, “Dalam kitab Al Mustadrak terdapat banyak hadits yang sesuai kriteria Al Bukhari dan Muslim atau salah satunya. Jumlahnya sekitar separuh dari isi kitab. Seperempatnya memiliki sanad yang shahih, sedangkan sisanya (seperempat lagi) merupakan hadits-hadits munkar yang lemah dan tidak shahih, yang sebagiannya maudhu’.”
Ada yang berkata, "Hal itu disebabkan bahwa dia menulisnya pada akhir masa hidupnya, yang saat itu dia sudah agak pelupa."
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Al Hakim bersikap menggampangkan karena dia mengkonsep kitab tersebut untuk diralat kemudian, tetapi dia meninggal sebelum sempat meralat dan membetulkannya.”(Tarikh Funun Al Hadits karya Muhammad Abdul Aziz Al Khauli, hal. 98,)
Imam Nawawi berkata, “Maksud perkataan para muhaddits, 'sesuai syarat (kriteria) keduanya atau salah satunya', adalah bahwa para periwayat sanad tersebut terdapat dalam kitab Al Bukhari dan Muslim atau salah satunya, karena keduanya tidak memiliki (tidak menetapkan) syarat dalam kitab keduanya dan tidak pula dalam selain kitab keduanya.”
sekarang tunjukkan kalau ‘Amr bin Ishaq bin Ibrahim termasuk perawi bukhori atau muslim !!!
kuburan ma'ruf al-Kurkhi
عن إبراهيم الحربي أنه قال : (( قبر معروف يعني الكرخي الترياق المجرب ))
Ibrahim al-Harbi berkata : “ Kuburan Ma’ruf al-Kurkhi adalah obat yang mujarrab “,
أخرجها أبو عبد الرحمن السلمي محمد بن الحسين الصوفي في كتابه طبقات الصوفية في ترجمة معروف الكرخي : (( سمعت أبا الحسن بن مقسم المقرئ ببغداد يقول : سمعت أبا علي الصفار يقول : سمعت إبراهيم بن الجزري يقول معروف الترياق المجرب )) [ ص 81 ].
ومن طريقته أخرجها الخطيب البغدادي في تاريخ بغداد ص445 / 1 ، وبابن الجوزي في كتاب مناقب معروف الكرخي ص 199 – 200 .
telah meriwayatkannya abu abdirohman assalamy seorang shufi di kitabnya tobaqot shufiyah beliau berkata hal 81 dan albagdadi juz 1 hal 445 dan ibnul jauzi hal 199-200
berkata muhammad ibn yusuf alqotton :dia tidak tepercaya dan sering memalsukan hadits untuk para shufi( ad-dhu'afa wal matrukin li ibnil jauzi juz 3 hal 52 )
addzahabi berkata :dia bukan perawi kuat (siyar a'lam annubala' juz 17 hal 250)
dalam sanadnya juga ada abul hasan ibn muqosim al muqri,alkhotib albagdadi berkata :dulu dia ahli ibadah namun tidak terercaya dalam hadits (tarikhnya juz 4 hal 429)
Sholat Ditempat Yang Pernah Digunakan Nabi Sholat ???
Imam Al Bukhori meriwayatkan hadits dengan sanad bersambung sampai kepada Musa bin ‘Uqbah, ia berkata :
رَأَيْتُ سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَتَحَرَّى أَمَاكِنَ مِنْ الطَّرِيقِ فَيُصَلِّي فِيهَا وَيُحَدِّثُ أَنَّ أَبَاهُ كَانَ يُصَلِّي فِيهَا وَأَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي تِلْكَ الْأَمْكِنَةِ
Aku pernah melihat Salim bin Abdillah, ia sedang mencari tempat-tempat di tepi jalan, kemudian dia sholat di tempat-tempat tersebut. Salim menceritakan ; bahwa ayahnya (Abdulloh Ibn Umar) pernah sholat di tempat-tempat tersebut, dan beliau pernah melihat Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam sholat di tempat-tempat tersebut. (HR. Al Bukhori)
Ketika menjelaskan hadits diatas, Al Hafidh Ibnu Hajar menyampaikan hadits lain dengan tema yang sama, kemudian beliau berkata :
فَهُوَ حُجَّةٌ فِي التَّبَرُّكِ بِآثَارِ الصَّالِحِيْنَ
Maka hal tersebut menjadi hujjah (dalil) Tabarruk dengan peninggalan orang-orang sholih. (Fathul Bari, vol. 1 hlm. 569)
perhatikan kalimat الصَّالِحِيْنَ dg Al menunjukkan kekhususan bagi orang yg sholih tertentu yg dijamin punya berkah seperti para nabi.
adapun ibnu umar insyaalloh terjaga aqidahnya,sedangkan anda siapa yang menjamin ?
seperti dikatakan syekh al 'aini :
إن عمر إنما خشي أن يلتزم الناس الصلاة في تلك المواضع حتى يشكل على من يأتي بعدهم فيرى ذلك واجبا وعبد الله بن عمر كان مأمونا من ذلك
sesungguhnya umar kawatir manusia merasa diharuskan sholat di tempat2 itu sehingga menyulitkan orang sesudahnya karena menyangkanya suatu keharusan sedangkan ibnu umar terjaga dari itu semua (umdatul qori juz 7 hal 198)
siapa yg menjamin kyai punya berkah ???
adapun hadits :
عَنْ ابْنِ عَبَّاس قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلّمَ (( الْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُمْ ))
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Rosululloh shollalloho ‘alaihi wasallam bersabda : “Barokah itu bersama orang-orang bersar diantara kalian.” (HR. Al Hakim dan Ibnu Hibban) telah dijelaskan ibnu mas'ud
قال ابن مسعود رضي الله عنه :" لا يزال الناس بخير ما أخذوا العلم عن أكابرهم
ibnu mas'ud berkata :senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka mengambil ilmu oran2 besar mereka.riwayat baihaqi
jadi maksudnya besar ilmunya yaitu ulama' atau besar umurnya yakni orang tua.
namun yg perlu diperhatikan cara mengambil berkahnya dg menimba ilmu ulama' bukan mengais bekas2nya.dg menghormati orang tua bukan sungkem pada mereka.
ليس منا من لم يرحم صغيرنا ويوقر كبيرنا
Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak menghormati orang sudah tua kami(HR.tirmidzi dishohihkan albani dalam sohihul jami' no.5445)
Tabarruk dengan Masjid ‘Asysyar,shohihkah ?
Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dengan sanad sampai kepada Sholih bin Dirham, ia bercerita :
انْطَلَقْنَا حَاجِّينَ فَإِذَا رَجُلٌ فَقَالَ لَنَا إِلَى جَنْبِكُمْ قَرْيَةٌ يُقَالُ لَهَا الْأُبُلَّةُ قُلْنَا نَعَمْ قَالَ مَنْ يَضْمَنُ لِي مِنْكُمْ أَنْ يُصَلِّيَ لِي فِي مَسْجِدِ الْعَشَّارِ رَكْعَتَيْنِ أَوْ أَرْبَعًا وَيَقُولَ هَذِهِ لِأَبِي هُرَيْرَةَ سَمِعْتُ خَلِيلِي رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ مِنْ مَسْجِدِ الْعَشَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُهَدَاءَ لَا يَقُومُ مَعَ شُهَدَاءِ بَدْرٍ غَيْرُهُمْ
“Kami pergi melaksanakan haji. Kebetulan kami bertemu seorang lelaki yang berkata kepadaku, “Di dekat kalian ada desa yang disebut Ubullah.” “Betul,” jawab kami.
“Siapakah di antara kalian yang bisa memberi jaminan kepadaku agar aku bisa disholatkan di masjid ‘Asysyar dua atau empat roka’at ,” lanjutnya.
Sholih ibnu Dirham berkata : “Ini untuk Abu Huroiroh : Saya mendengar orang yang saya cintai, yakni Abul Qosim shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah membangkitkan dari masjid ‘Asysyar pada hari kiamat para syuhada’ yang tidak berdiri bersama para syuhada’ Badar kecuali mereka,” (HR Abu Dawud.)
As Syaikh Abuth Thoyyib penyusun kitab ‘Aunul Ma’bud syarah Sunan Abi Dawud mengatakan : bahwa masjid ‘Asysyar adalah masjid terkenal yang dimintakan berkah dengan sholat di dalamnya. (Aunul Ma’bud vol. XI hlm. 284)
BANTAHAN :
betapa mudah sebenarnya membantahnya,tinggal ruju'/kembali ke kitab asli akan ketahuan belangnya.
masih Aunul Ma’bud juz 11 hlm. 284 :
قال المنذري إبراهيم بن صالح بن درهم ذكره البخاري في التاريخ الكبير وذكر له هذا الحديث وقال لا يتابع عليه وذكره أبو جعفر العقيلي وقال فيه إبراهيم هذا وأبوه ليسا بمشهورين والحديث غير محفوظ وذكر الدارقطني أن إبراهيم هذا ضعيف
berkata al mundziri : ibrohim ibn sholih ibn dirham telah disebutkan bukhori di kitab at-tarikh al kabir dan menyebutkan hadits itu lalu berkata tidak memiliki penguat.al uqaili menyebutnya dan bapaknya tidak masyhur dan hadits itu tidak terjaga.imam daruqutni menyebutnya sebagai perawi lemah.
ibnu hajar juga berkata padanya ada kelemahan.
perbedaaan aswaja asli dan asuaja palsu
pakai ukuran/standar yg jelas aja yg telah disepakati ulama'
semua ulama sepakat sholat jamaah 5 waktu adalah sunnah nabi yg utama.tapi lihat para asuaja kebanyakan mereka jarang jamaah 5 waktu,bahkan didesa-desa lebih mengenaskan,sampai kyainya saja jamaahnya cuma 3 waktu,ashar dan dhuhur entah kemana???
sebaliknya salafi dimanapun mereka,cari mereka di masjid terdekat pasti ketemu.subhanalloh...
semua ulama sepakat jenggot dan tidak isbal adalah sunnah nabi yang utama,maksimal isbal itu makruh,adakah ulama yg memubahkan bahkan mengharamkan tidak isbal dan berjenggot?tentu tak ada...
maka pandanglah sekitar anda mana yg palsu akan dg mudah tersingkap.
semua ulama sepakat wajibnya berjilbab tidak transparan,tapi lihat kalangan mereka sampai bu nyai mereka jilbabnya kayak saringan santan,bahkan dg mudah terlihat wanita mereka keluar rumah tanpa penutup rambut sehelai pun sampai anak kyai mereka sekalipun.
sebaliknya salafi lihat bagaimana hijab akhwat mereka begitu rapat tertutup bagi suami mereka saja.subhanalloh...
syubhat kuburan berkah
mereka berdalil:
Adz-Dzhabi menukil pernyataan sebagai berikut :
قال ابن خلكان: وكان بكار بن قتيبة تاليا للقرآن، بكاء صالحا دينا، وقبره مشهور قد عرف باستجابة الدعاء عنده
“ Ibnu Khalkan berkata, “ Bakar bin Qutaibah suka membaca al-Quran, banyak menangis, shalih dan agamis, Makamnya sudah masyhur. Dan dikenal dengan terkabulnya doa di dekat makamnya “[Siyar A’lam an-Nubala : 12/603]
Adz-Dzhabi juga mengatakan :
وابن لآل الإمام أبو بكر أحمد بن علي بن أحمد الهمذاني . قال شيرويه : كان ثقة أوحد زمانه مفتي همذان له مصنفات في علوم الحديث غير انه كان مشهورا بالفقه. عاش تسعين سنة والدعاء عند قبره مستجاب
“Ibnu La’al, seorang imam. Abu Bakar Ahmad bin Ali bi Ahmad al-Hamdzani. Syairawaih berkata: Ia terpercaya, orang alim tunggal di masanya. Mufti Hamdzan. Ia memiliki banyak karya di bidang hadis. Ia juga masyhur dengan ilmu fikih. Ia hidup 90 tahun. Berdoa di kuburnya adalah mustajab”[al-Ibar, adz-Dzahabi : 175]
Adz-Dzahabi juga mengatakan :
صالح بن احمد ابن محمد الحافظ الكثير الصدق المعمر أبو الفضل التميمي الهمذانى ذكره شيرويه في تاريخه فقال: كان ركنا من اركان الحديث ثقة حافظا دينا لا يخاف في الله لومة لائم، وله مصنفات غزيرة، توفى في شعبان سنة اربع وثمانين وثلاث مائة. والدعاء عند قبره مستجاب
“Shaleh bin Ahmad bin Muhammad, al-Hafidz, yang banyak jujurnya, Abu al-Fadlal at-Tamimi al-Hamdzani. Syairawaih menyebutkan dalam Tarikhnya bahwa Ia termasuk ahli hadis, terpercaya, hafidz, dan agamis. Ia tidak takut celaan orang lain dalam agama Allah. Ia punya banyak karya kitab. Meninggal pada 384 H. Berdoa di kuburnya adalah mustajab”[Tadzkirah al-Huffadz : 3/985]
BANTAHAN :
sebenarnya semua itu telas dijelas secara gamblang oleh imam addzahabi sendiri maksudnya :
يريد إجابة دعاء المضطر عنده لان البقاع المباركة يستجاب عندها الدعاء، كما أن الدعاء في السحر مرجو، ودبر المكتوبات، وفي المساجد، بل دعاء المضطر مجاب في أي مكان اتفق
yang dimaksud adalah ijabah doa saat keadaan terjepit disamping kubur karena tempat yg berkah mustajab doa disampingnya seperti halnya doa waktu sahur juga sangat diharap terkabul dan saat di belakang sholat dan di masjid, jadi doa orang terjepit mustajab dimanaun tempatnya ia dapati.
walaupun asalnya kuburan bukan tempat mustajab,tapi karena keadaan terjepit maka mustajab dimanapun tempatnya walaupun di kuburan.itulah maksudnya.
Langganan:
Postingan (Atom)