Senin, 14 Oktober 2013

hukum kulit hewan kurban yang dijadikan bedug?


Jelas tidak boleh, karena:

1. Hewan kurban beserta kulitnya harus dibagikan kepada fakir miskin dan mustahiq lainnya.

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ مُسْلِمٍ، وَعَبْدُ الْكَرِيمِ الْجَزَرِيُّ، أَنَّ مُجَاهِدًا أَخْبَرَهُمَا، أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَبِي لَيْلَى أَخْبَرَهُ، أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَخْبَرَهُ، " أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا، وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Ibnu Juraij, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Al-Hasan bin Muslim dan ‘Abdul-Kariim Al-Jazariy : Bahwasannya Mujaahid telah mengkhabarkan kepada mereka berdua : Bahwasannya ‘Abdurrahmaan bin Abi Lailaa telah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu telah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar dia mengurusi budn beliau (yaitu : onta-onta hadyu), dan memerintahkannya agar membagi semua bagian dari hewan kurban tersebut, baik dagingnya, kulitnya, maupun jilaal-nya. Dan agar ia (‘Aliy) tidak memberikan upah sesuatupun (dari kurban itu) kepada tukang jagalnya [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1717].
2. Bedug tidak ada sunnahnya, justru termasuk bid’ah yang dimasukkan ke dalam masjid
Sebagian sekte Hindu beranggapan bahwa dhak (beduk) itu semula dibawa Dewa-dewa dari Swarga. Di kuil Iswara di Helebeid Maisur India yang dibangun Raja Narasingha (1136-1171) dilukiskan para Dewa membawa beduk. Dewa Surya menghentikan keretanya tepat tengah hari, sehingga segala pekerjaan harus dihentikan sebab akan keluar Dewa-dewa jahat. Untuk tanda meninggalkan pekerjaan, sejak itu dipukullah dhak (beduk). Dalam Surya Deul (pura hitam) di Konara Orissa, dipatungkan kereta Surya tengah berhenti.

Ketika Islam tersebar di Asia Tenggara dan sekitarnya, banyak kuil-kuil berbeduk yang dijadikan masjid. Beduk dalam kuil tersebut tidak disingkirkan tetapi dimanfaatkan, hanya cara dan waktu menabuh beduk itu disesuaikan dengan shalat lima waktu.

Dalam tarikh dan hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam, ketika turun perintah shalat lima waktu, timbullah gagasan mencari alat penyeru pada shalat itu. Ada yang mengusulkan mempergunakan lonceng. Rasulullah menolak dengan tegas, karena lonceng itu dipergunakan orang Nasrani. Ada yang mengusulkan dengan terompet, Rasulullah pun menolak dengan keras, karena dipergunakan oleh orang Yahudi. Lalu ada yang mengusulkan menggunakan api, itupun ditolak karena menyerupai peribadatan Majusi. Dan ditetapkanlah panggilan shalat itu dengan adzan.

Sesungguhnya beduk telah dipergunakan dalam agama "Yang". Beduk dalam agama Yang dipergunakan untuk memanggil arwah atau mengusirnya. Misalnya di Klenteng Kong Hu Cu dan Shinto. Jika alat-alat yang dipergunakan oleh mereka ditolak Nabi, maka bagaimanakah kiranya jika mempergunakan beduk yang berasal dari Hindu dan Klenteng itu ? Dalam Islam, meniru peribadatan agama orang lain adalah tasyabbuh dan bid'ah.

Tidak ada komentar: