Sabtu, 01 Februari 2020

FATWA RESMI NU : JILBAB ITU WAJIB

Pendapat resmi Nahdlatul Ulama (NU) sendiri bisa dilacak antara lain dalam Ahkam al-Fuqaha’ fi Muqarrati Mu’tamarat Nahdhatil Ulama’ (Kumpulan Masalah-masalah Diniyah dalam Muktamar NU ke-1 s/d 15). Buku ini diterbitkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Penerbit CV Toha Putra Semarang. Buku ini disusun dan dikumpulkan oleh Kyai Abu Hamdan Abdul Jalil Hamid Kudus, Katib II PB Syuriah NU dan dikoreksi ulang oleh Abu Razin Ahmad Sahl Mahfuzh Rais Syuriah NU.
Di dalam buku tersebut pada juz kedua (halaman 8-9), yang berisi hasil keputusan Muktamar NU ke-8 yang diadakan di Batavia (Jakarta) pada tanggal 12 Muharram 1352 H atau 7 Mei 1933 H, tercantum fatwa yang merupakan jawaban pertanyaan yang berasal dari Surabaya, “Bagaimana hukumnya wanita yang keluar untuk bekerja dengan terbuka wajah dan kedua tangannya? Apakah haram atau makruh?” Dijawab sebagai berikut:
يحرم خروجها لذلك بتلك الحالة على المعتمد والثاني يجوز خروجها لأجل المعاملة مكشوفة الوجه والكفين إلى الكوعين. وعند الحنفية يجوز ذلك بل مع كشف الرجلين إلى الكوعين إذا أمنت الفتنة.
Haram wanita keluar untuk tujuan demikian menurut pendapat yang mu’tamad. Menurut pendapat lain boleh wanita keluar untuk jual-beli dengan wajah dan kedua telapak tangannya terbuka. Menurut Mazhab Hanafi, yang demikian boleh bahkan dengan terbuka kakinya (sampai mata kaki, ed.) jika tidak ada fitnah.
Kemudian dalam fatwa tersebut dinukil keterangan dari kitab Maraqhil-Falah Syarh Nurul-Idhah antara lain sebagai berikut:
(وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلاَّ وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا) بَاطِنَهُمَا وَظَاهِرَهُمَا فِي اْلأَصَحِّ وَهُوَ الْمُخْتَارُ. وَذِرَاعُ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ فِيْ ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ وَهُوَ اْلأَصَحُّ…
Menurut pendapat yang paling sahih dan terpilih, seluruh anggota badan wanita merdeka itu aurat, kecuali wajahnya dan kedua telapak tangannya, baik bagian dalam ataupun luarnya. Demikian pula lengannya, termasuk aurat. Ini adalah pendapat yang paling sahih… (Hasan asy-Syaranbilali al-Hanafi, Maraq al-Falah Syarah Nur al-Idhah. Mesir: Musthafa al-Halabi, 1366 H/1947), hlm. 45).
Juga dinukil keterangan dari Kitab Bajuri Hasyiah Fathul Qarib antara lain sebagai berikut:
…وَشَمِلَ ذَلِكَ وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا فَيَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهِمَا وَلَوْ مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ أَوْ خَوْفِ فِتْنَةٍ عَلَى الصَّحِيْحِ كَمَا فِي الْمِنْهَاجِ وَغَيْرِهِ إِلَى أَنْ قَالَ وَقِيْلَ لاَ يَحْرُمُ…وَالْمُعْتَمَدُ اْلأَوَّلُ، وَلاَ بَأْسَ بِتَقْلِيْدِ الثَّانِي…
…Ungkapan tersebut mencakup wajah dan kedua telapak tangannya. Karena itu haram melihat keduanya walaupun tanpa syahwat atau khawatir timbulnya fitnah, menurut pendapat al-sahih seperti yang tertera dalam kitab Al-Minhaj dan lainnya. Pendapat lain menyatakan tidak haram…Pendapat pertama (haram) adalah pendapat yang mu’tamad, tetapi tidak apa-apa (boleh) mengikuti pendapat kedua (tidak haram)… (Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri. Singapura: Sulaiman Mar’i, t. th., II/97).

Tidak ada komentar: