Senin, 28 Oktober 2019

Dalil haul terpatahkan


Syubhat :
Pembahasan tentang upacara kematian ini sebenarnya cukup luas dan syubhat-syubhat tentangnya juga cukup banyak.[25] Namun, di sini saya akan mencantumkan satu syubhat secara khusus tentang acara peringatan haul yang dijadikan dalil oleh sebagian orang yang merayakannya. Berikut kutipan ucapan mereka:
Diriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam selalu berziarah ke makam para syuhada di Bukit Uhud pada setiap tahun. Demikian juga para sahabat:
وَ رَوَى الْبَيْهَقِي فِي الشَّعْبِ، عَنِ الْوَاقِدِي، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَزُوْرُ الشُّهَدَاءَ بِأُحُدٍ فِي كُلِّ حَوْلٍ. وَ إذَا بَلَغَ رَفَعَ صَوْتَهُ فَيَقُوْلُ: سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّار
Al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Wakidi mengenai kematian, bahwa Nabi SAW senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya, “Salamun alaikum bima shabartum fani’ma uqbad daar” — QS Ar-Ra’d: 24 — Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Inilah yang menjadi sandaran hukum Islam bagi pelaksanaan peringatan haul atau acara tahunan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua kita.
Lanjutan riwayat:
ثُمَّ أبُوْ بَكْرٍ كُلَّ حَوْلٍ يَفْعَلُ مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ عُمَرُ ثُمَّ عُثْمَانُ. وَ كاَنَتْ فَاطِمَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا تَأتِيْهِ وَ تَدْعُوْ. وَ كاَنَ سَعْدُ ابْنِ أبِي وَقَّاصٍ يُسَلِّمُ عَلَيْهِمْ ثُمَّ يَقْبَلُ عَلَى أصْحَابِهِ، فَيَقُوْلُ ألاَ تُسَلِّمُوْنَ عَلَى قَوْمٍ يَرُدُّوْنَ عَلَيْكُمْ بِالسَّلَامِ
Abu Bakar juga melakukan hal itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Saad bin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, “Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam kalian?”
Demikian dalam kitab Syarah Al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur. Lalu dalam kitab Najhul Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji dijelaskan bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum bagi orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah Rajabiyah (ziarah tahunan setiap bulan Rajab) ke maka Sayidina Hamzah yang ditradisikan oleh keluarga Syeikh Junaid al-Masra’i karena ini pernah bermimpi dengan Hamzah yang menyuruhnya melakukan ziarah tersebut.[http://www.nu.or.id/]
Jawaban:
Sebetulnya syubhat seperti ini sangat nyata sekali kelemahannya bagi seorang yang dikaruniai oleh Alloh ilmu agama. Namun karena khawatir adanya saudara kami yang kurang berilmu tertipu dengan syubhat ini maka izinkanlah kami memberikan komentar terhadap syubhat ini:
  1. Kami telah mengecek kitab Syu’abul Imankarya al-Imam al-Baihaqi, bahkan kami juga melacaknya melalui program “Maktabah Syamilah”, namun sayangnya hadits dengan redaksi di atas tidak kami temukan. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat kami berharap kepada saudara kami yang membawakan hadits di atas untuk mencantumkan sumbernya secara jelas juz dan halamannya, agar kita lihat sanad hadits ini, sebab bila tanpa sanad, maka semua orang bisa berbicara, sebagaimana kata al-Imam Ibnul Mubarok rahimahulloh.
  2.  Kalau kita cermati nukilan di atas, kita akan merasakan kejanggalan, bagaimana al-Waqidi langsung meriwayatkan dari Rosululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam, padahal beliau (al-Waqidi) wafat tahun 207 H. Berarti ada mata rantai sanad yang terputus. Apalagi, al-Waqidi telah dilemahkan haditsnya oleh mayoritas ulama ahli hadits seperti al-Bukhori, an-Nasa‘i, ad-Daroquthni, dan lain-lain, sehingga al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahulloh berkata menyimpulkan statusnya, “Matruk (ditinggalkan haditsnya) sekalipun dia luas ilmunya.[Tahdzib Tahdzib: 9/364–365. Lihat pula as-Siroh an-Nabawiyyah Fi Dhou‘i al-Mashodir Ashliyyah: 1/32–33 oleh Dr. Mahdi Rizqulloh.]
  3. Anggaplah hadits ini shohih, tetap bisa dijadikan dalil tentang perayaan haul? Coba anda bayangkan, dari arah mana segi perdalilan hadits ini? Bukankah yang terdapat dalam hadits ini hanya berbicara tentang ziarah kubur saja, lantas bagaimana bisa disamakan dengan perayaan haul yang lazim diamalkan manusia zaman sekarang dengan aneka variasi acaranya yang khas? Pernah model perayaan seperti diamalkan oleh Nabi dan para sahabatnya?! Sungguh, ini adalah penyesatan yang sangat nyata dalam berdalil.
  4. Kami tambahkan di sini bahwa mimpi Syaikh Junaid al-Masro’i di atas adalah bukanlah hujjah sama sekali, karena mimpi bukanlah landasan dalam agama Islam[Lihat masalah ini secara bagus dalam al-Muqoddimat al-Mumahhidat as-Salafiyyat Fi Tafsir Ru‘a wal Manamat hlm. 247–276 oleh Masyhur Hasan Salman dan Umar Abu Tholhah, dan kitabUshulun Bila Ushulin hlm. 63–76 oleh Dr. Muhammad bin Isma’il al-Muqoddam.]itu hanyalah bualan kaum sufi belaka yang beribadah dengan impian dan hawa nafsu. Demikian juga ritual rojabiyyah itu tidak ada dasarnya dalam agama, bahkan termasuk bid’ah dalam agama.[Lihat Bida’un wa Akhtho‘ 3 hlm. 18 oleh Ahmad as-Sulami.]

Tidak ada komentar: